Kota Pekalongan, kota yang sering dijuluki sebagai Kota Batik ini berada di pesisir utara provinsi Jawa Tengah yang letaknya berada di pertengahan pulau Jawa, yaitu antara Jakarta dan Surabaya. Hal ini menjadikan Kota Pekalongan merupakan salah satu simpul strategis jalur transportasi Pantai Utara Pulau Jawa. Selain itu, Kota Pekalongan juga terletak di dataran rendah pantai Utara Pulau Jawa, dengan ketinggian kurang lebih 1 meter di atas permukaan laut dengan posisi geografis antara 6 0 50’42”– 6 0 55’44”Lintang Selatan dan 109 0 37’55” – 109 0 42’19” Bujur Timur. Letaknya yang berada di kawasan pesisir membuat Kota Pekalongan memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan perekonomian, baik dari sector pemanfaatan sumber daya alamnya, serta kegiatan industry yang ada diatasnya.
Namun tak bisa dipungkiri selain memilki potensi yang besar, wilayah pesisir juga menyimpan banyak ancaman yang akan dihadapinya. Ancaman tersebut ada karena wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat dinamis, dengan berbagai macam proses fisik, termasuk kenaikan muka air laut, penurunan permukaan tanah (land subsidence), serta erosi-sedimentasi. . Selain itu, wilayah pesisir juga menerima berbagai dampak yang disebabkan oleh aktivitas manusia, sebagai contohnya adalah beban bangunan serta ekstraksi air tanah besar-besaran yang menyebabkan penurunan permukaan tanah. Semua proses tersebut mempengaruhi perubahan garis pantai dan perkembangan bentuk landskap pesisir. Dan berikut beberapa permasalahan yang terjadi di Kota Pekalongan.
1. Banjir Rob
Permasalahan ataupun ancaman yang terjadi pada daerah pesisir Kota Pekalongan yaitu banjir pasang laut atau banjir rob yang semakin parah setiap tahunnya. Menurut Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pekalongan bencara banjir rob merupakan masalah utama yang sering terjadi di daerah Pekalongan. Banjir rob atau banjir air pasang merupakan suatu kejadian yang disebabkan oleh kenaikan permukaan air laut secara global (Suhelmi,2009). Menurut Kodoatie (2002), menyatakan bahwa banjir rob merupakan bencana yang berkaitan dengan siklus gerak bulan, sehingga banjir ini terjadi berulang setiap bulannya pada daerah darat dekat pantai. Banjir rob dapat diperkuat dengan curah hujan, sehingga ketika musim hujan banjir rob akan semakin tinggi.
Angga (2019) menyebutkan bahwa sejak tahun 2002 Pekalongan sudah terjadi banjir rob dan merupakan kota yang terdampak langsung dari perubahan iklim dengan adanya banjir rob. Pada tahun 2018 kemarin 31% pesisir pekalongan sudah tergenang air laut bahkan secara permanen dan terus-menurus meluas. Dan pada bulan februari 2020 banjir di kota pekalongan semakin meluas, seperti yang disebutkan Kepala BPBD Kota Pekalongan, Sasmita menyebutkan 80 persen dari luas wilyah kota Pekalongan terendam banjir. Hardoyo (2014) menjelaskan bahwa banjir rob di daerah pesisir disebabkan oleh faktor alam, kegiatan manusia dan degradasi lingkungan.
Secara topografi letak Pekalongan yang berada di pesisir pantai utara Jawa membuat Kota Pekalongan berada pada ketinggian 0-6 meter diatas permukaan laut (mdpl), dengan kemiringan lereng 0-8%. Kondisi ini menggambarkan bahwasannya daerah kota Pekalongan ini sangat datar, beda tinggi permukaan yang sangat kecil dengan laut bahkan ada beberapa daerah yang berada dibawah permukaan laut. Kondisi tersebut mengindikasikan di daerah Kota Pekalongan mengalamai penurunan ketinggian muka tanah atau terjadi degradasi tanah. Dan berdasarkan jurnal ilmiah yang ditulis, Angga (2019) menyebutkan Kota Pekalongan merupakan kota dengan tingkat penurunan tanah tercepat di Indonesia.
Penurunan tanah di Pekalongan juga dipercepat dengan adanya sumur-sumur bor di setiap sudut kelurahan semakin mempercepat penurunan tanah. Kondisi ini akan menyebabkan cekungan air tanah kosong karena eksploitasi atau pengambilan air tanah yang dilakukan secara massif untuk kebutuhan air bersih. Dan menurut data penelitian yang dilakukan oleh kemitraan, Pekalongan mengalami penurunan tanah berkisar 25-34 cm setiap tahunnya, dari data tersebut bukan hal yang mustahil dalam beberapa tahun kedepan kota pekalongan akan sepenuhnya terendam air jika tidak dilakukan perencanaan mitigai bencana yang baik serta pengelolaan pesisir yang tepat.
3. Pencemaran pada Daerah Aliran Sungai
Kota Pekalongan sebagai kota yang berbatasan langsung dengan laut utara Jawa, dialiri beberapa sungai. Terdapat 4 (empat) aliran sungai yang melewati wilayah kota Pekalongan yaitu Sungai Meduri, Bremi, Pekalongan dan Banger. Keempat sungai tersebut termasuk ke dalam 3 daerah aliran sungai (DAS) yaitu DAS Sengkarang, DAS Kupang dan DAS Gabus. Kota Pekalongan merupakan dataran rendah yang hanya memiliki elevasi maksimum sekitar 6 mdpl menyebabkan laju aliran sungai menuju muara tidak terlalu deras karena berada pada wilayah muara sehingga setiap limbah yang dibuang ke sungai banyak yang mengendap.
Ditambah lagi dengan beban pencemaran yang sangat besar dari buangan limbah rumah tangga dan industri di wilayah Kota Pekalongan maupun dari wilayah hulu (terutama Kabupaten Pekalongan) maka air permukaan di wilayah Kota Pekalongan tidak bisa dimanfaatkan sebagai air baku untuk air bersih. Di wilayah Kota Pekalongan muncul suatu keyakinan, jika air sungainya berwarna-warni atau sangat kotor maka menunjukkan perekonomian sedang bagus. Air sungai yang kotor tersebut menunjukkan limbah buangan industri di Kota Pekalongan. Sebaliknya, jika air sungai relatif bersih maka menandakan berkurangnya proses produksi yang dilakukan industri. Hal ini mengakibatkan masyarakat pekalongan memanfaatkan air tanah untuk memunuhi kebutuhan air sehari-hari. Dampak dari pengambilan air tanah bisa menimbulkan terjadinya penurunan muka air tanah yang melebihi ambang batas dan juga amblesan tanah dan daya rusak air tanah lain seperti pencemaran air tanah dan penyusupan (intrusi) air laut.
Dari ketiga permasalahan tersebut, permasalahan yang terjadi bukan semata dari aktivitas alam saja namun juga dari aktivitas manusia dan perindustrian diatasnya yang mengkibatkan terjadinya perubahan lingkungan. Oleh karena itu manajemen dan pengelolaan wilayah pesisir di Kota Pekalongan harus terintegrasi dan terpadu yang melibatkan banyak bidang dan melihat segala sector. Dan untuk mengatasi masalah dengan konsep Integrated Coastal Zone Management (ICZM), maka hal pertama yang harus terjalin adalah integrasi. Dan berikut 5 tipe integrasi yang harus terwujud dalam pengelolaan wilayah pesisir
1. Integration among sector
Integrasi antar sektor: Dalam lingkungan pesisir ada banyak sektor yang beroperasi. Kegiatan manusia ini sebagian besar kegiatan ekonomi seperti pariwisata, perikanan, dan perusahaan pelabuhan. Rasa kerjasama antar sektor adalah persyaratan utama untuk integrasi sektor dalam ICZM. Ini berasal dari realisasi tujuan bersama yang berfokus pada keberlanjutan dan apresiasi satu sama lain di dalam kawasan.
2. Integration between land and water element of the coastal zone
Integrasi antara elemen tanah dan air di zona pantai: Ini adalah realisasi dari lingkungan fisik secara keseluruhan. Lingkungan pesisir adalah hubungan dinamis antara banyak proses yang semuanya saling tergantung. Tautan harus dibuat antara memaksakan perubahan pada satu sistem atau fitur dan efek 'flow on' yang tak terhindarkan.
3. Integration among level of the government
Integrasi antar tingkat pemerintahan: Di antara tingkat pemerintahan, konsistensi dan kerja sama diperlukan selama perencanaan dan pembuatan kebijakan. ICZM paling efektif di mana inisiatif memiliki tujuan yang sama di tingkat lokal, regional, dan nasional. Tujuan dan tindakan bersama meningkatkan efisiensi dan mengurangi kebingungan.
4. Integration between nation
Integrasi antar negara: Ini melihat ICZM sebagai alat penting dalam skala global. Jika tujuan dan kepercayaan umum pada skala supranasional, masalah skala besar dapat dikurangi atau dihindari.
5. Integration among discipline
Integrasi antar disiplin: Sepanjang ICZM, pengetahuan harus diterima dari semua disiplin ilmu. Semua cara keahlian ilmiah, budaya, tradisional, politik dan lokal perlu dipertanggungjawabkan. Dengan memasukkan semua elemen ini, pendekatan yang benar-benar holistik terhadap manajemen dapat dicapai.
Dan tujuan dari konsep ICZM ini adalah
- Mempertahankan integritas fungsional sistem sumber daya pesisir
- Mengurangi konflik penggunaan sumber daya
- Menjaga kesehatan lingkungan dan,
- Memfasilitasi kemajuan pengembangan multisektoral
Masalah di Kota Pekalongan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, namun permasalahan yang terjadi merupakan tugas dan tanggung jawab semua pihak. Dan integrasi merupakan kunci keberlanjutan bagi Kota Pekalongan. Dengan pengelolaan wilayah pesisir yang terintegrasi dan terpadu di Kota Pekalongan diharapkan dapat menjadi solusi kedepan demi keberlanjutan Kota Pekalongan.
Firman Budianto
Mahasiswa Departemen Teknik Sistem Perkapalan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H