Mohon tunggu...
Firman Arifin
Firman Arifin Mohon Tunggu... Administrasi - Pemberlajar dan Penulis (coding)

Meski sibuk dalam urusan kampus, Dr. Firman Arifin, dosen PENS ITS tetap peduli pada kehidupan sosial masyarakat. Pernah didapuk menjadi Ketua Rukun Warga (RW) VII Gunung Anyar Tambak di Gunung Anyar, Firman bersama para wargannya menggagas konsep ekowisata mangrove. Kini daerah mangrove dapat menarik banyak wisatawan dari kota sendiri bahkan dari luar negeri. https://www.its.ac.id/news/2010/04/08/gagas-ekowisata-hingga-inovasi-konsultasi-ta/ dan berdiam di www.firman-its.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memperluas Radius Magnet Kesholihan Sosial Kita

10 Mei 2011   01:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:54 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa tahun yang lalu, saya mendapat ‘pelajaran’ yang berharga dari seorang pemulung. Meskipun kejadiannya sudah beberapa tahun lalu, tapi masih menarik untuk direnungkan bersama. Waktu saya googlingpun, belum ada yang menulis dengan tema seperti judul di atas. Sehingga sangat tepat kiranya kita diskusikan dikala manusia sudah terlalu banyak yang menuntut “Saya dapat apa?”, “Mana bagian saya?”, “Kalau saya mengerjakan ini, apa manfaatnya bagi saya?”, “Kalau begini terus, keluarga saya makan apa?” dan masih banyak kata dan kalimat lainnya yang senada.

Kalau dari segi penampilan, pemulung ini tidak beda jauh dengan pemulung yang lain. Tapi pemulung ini menjadi beda dan bagi saya sangat menarik, karena tongkat yang dipakai untuk memilah-milah ‘barang temuan’, bukan sekedar tongkat biasa. Ya, Tongkat itu diujungnya dilengkapi dengan magnet.

Subhanallah. Saya berdecak kagum. Bagi kita yang sudah tahu ilmu fisika, boleh jadi akan mengatakan, “Ah itu kan biasa saja”. Tapi bagi saya, sekali lagi, saya mengacungkan jempol. Alasan yang utama adalah, kenapa kita yang sudah tahu ilmu tentang magnet sejak di bangku sekolah menengah belum bisa mengaplikasi ilmu yang ‘kecil’ ini. Dan boleh jadi pula masih banyak ilmu-ilmu sederhana kita, yang sebenarnya bisa kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari ini, belum kita pakai atau bahkan belum terfikirkan dengan baik untuk kemanfaatan.

Dengan ‘tongkat ajaib’ itu, seorang pemulung besi tua tidak memerlukan energi sebesar energi yang dikeluarkan oleh pemulung yang tidak menggunakannya. Karena dengan magnet di ujungnya, bisa dipastikan yang menempel itu pastilah benda logam. Sehingga si pemulung bisa lebih cepat mendapat ‘mangsanya’. Seandainya pemulung itu masih menggunakan tongkat biasa, berapa waktu yang dibutuhkan untuk memilah-milah mana yang logam atau bukan logam. Luar biasa!


Dari pemulung ini, ada pertanyaan yang menggelitik saya. Bagaimana jika medan magnet yang dipakai pemulung diperbesar. Secara teori, pasti radius medan magnet untuk menarik logam-logam semakin lebar dan kuat. Semakin lebarnya radius medan magnet ini, semakin besar pula peluang mendapatkan ‘ladang kehidupannya’. Singkatnya, semakin kuat dan besar radius medan magnet bagi pemulung, maka rejekinya semakin banyak.

Belajar dari Magnet

Paling tidak, ada dua hikmah yang bisa menjadi I’tibar bagi kita. Pertama, magnet bisa memberi manfaat bagi manusia. Semisal kita analogikan diri kita dengan sifat magnet, seberapa luas radius kesholihan sosial kita selama ini. Kalau kita bicara radius kesholihan sosial kita, marilah kita lihat seberapa besar kemanfatan diri kita ditengah masyarakat. Mulai radius terdekat sampai terjauh dari kita.


Ada hadits pendek namun sarat makna, “Khairun naasi anfa’uhum linnaas.” Terjemahan bebasnya: sebaik-baik manusia adalah siapa yang paling banyak bermanfaat bagi orang lain. Apakah diri kita, sudah menjadi magnet dalam kehidupan sosial kita. Apakah kita jadi magnet karena –kedalaman–ilmu yang kita miliki. Apakah kita jadi magnet karena ketokohan kita, sehingga menjadi rujukan dan sandaran jika ada masalah di masyarakat. Apakah kita jadi magnet karena kelebihan rejeki yang dimiliki, sehingga bisa berbagi untuk sesama.

Kedua, magnet bisa menarik benda logam dan sekaligus bisa mengarahkan kemana arah yang dinginkan. Kita bercermin pada diri kita, apakah diri kita sampai sekarang ini pernahkan menarik atau mengajak orang lain untuk kita arahkan kepada kegiatan-kegiatan yang positif – produktif?

`Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan umat yang mengajak (manusia) kepada kebaikan, menyeru kepada yang ma`ruf dan mencegah kemungkaran, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung,` (Q.s. Ali `Imran:104)

“Dan suruhlah keluargamu (umatmu) dengan shalat dan bersabarlah atasnya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberimu rezeki. Dan akibat (yang baik) itu bagi orang yang bertakwa.” (Q.s. Thaha: 132).

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat baik, dan cegahlah dari kemungkaran dan bersabarlah atas apa-apa yang menimpamu. Sesungguhnya hal itu adalah urusan yang diutamakan.” (Q.s. Luqman : 17)

Surat Al-Imran:104, Thaha:132 dan Luqman:17 adalah ayat-ayat yang kalau kita baca dengan cermat, adalah kalimat-kalimat ajakan yang mulai dari radius paling jauh yaitu ummat manusia secara umum, sampai yang terdekat, yaitu anak kita. Radius manakah yang sudah kita lakukan sampai dengan sekarang? Jangan sampai radius terkecilpun, mengajak anak untuk sholat tidak kita laksanakan. Naudzubillah…

Indahnya Jika Kita Jadi Magnet
Bisakah kita mempunyai daya magnet? Jawabannya, pasti bisa! Pertanyaan selanjutnya, bagaimana caranya? Menurut ilmu Fisika, kalau kita mau membuat magnet, sebuah logam besi harus dialiri arus listrik atau menggeseknya dengan magnet permanen.

Bagi kita sebagai manusia, kalau kita mau menjadi magnet di bidang keilmuan misalnya, maka kita wajib dialiri arus ilmu yang kuat, baik melalui banyak membaca buku, atau “menggesekkan diri” (baca berguru) dengan seorang yang ‘alim/berilmu.

Bukankah di surat At-Taubah:119 Allah menasehati kita agar bergaul dengan orang sholih, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. Dan di surat Al-Furqon : 28 Allah mengingatkan kita agar tidak berteman dengan orang yang tidak mendatangkan kemanfaatan bagi kita, “Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab (ku)”.


Begitu juga ditegaskan oleh sabda nabi, “Kawan pendamping yang sholih ibarat penjual minyak wangi. Bila dia tidak memberimu minyak wangi, kamu akan mencium keharumannya. Sedangkan kawan pendamping yang buruk ibarat tukang pandai besi. Bila kamu tidak terjilat apinya, kamu akan terkena asapnya.” (HR. Bukhari)

Semoga kita semua bisa menjadi magnet dan selalu memperbesar daya magnet yang kita miliki, sehingga selalu bisa berkontribusi untuk kemaslahatan ummat dan bangsa. Amin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun