Namun esensi pameran bersama Kelompok Dalam Ruang harus dibedakan dari kecenderungan mencari "jati diri". Karya-karya dengan tehnik "drawing" punya sangat banyak medan pemaknaan dan memperlihatkan kepada kita yang tahu bahwa gambar memang merupakan goresan yang sekaligus adalah catatan kata hati dalam kehidupan.Â
Pemaknaan "the self" ini tidak selalu mengikuti posisi melihat ke dalam, di mana "the self" menjadi obyek. "The self" dalam gambar (drawing) seringkali reflektif dan mencerminkan kondisi masyarakat. Proses pemaknaan yang berganti-ganti pada representasi "aku" ini menunjukkan de-subtansialisasi "the self".
Proses decoding itu bisa lebih radikal. Ini terlihat pada kecenderungan gambar menampilkan objek tradisi sebagai bukan hanya tradisional. Kendati menyelipkan objek-objek sehari-hari ini, terjadi reposisi the self hampir pada semua gambar yang dipamerkan ini (kalua kita serius mengamati satu persatu) yang dikerjakan dan juga "melihat dengan hati".Â
Rekonfigurasi medan pemaknaan yang terjadi terus menerus ini membuat tradisi dalam representasi mengalami de-code. Tradisi atau budaya menjadi terbaca sebagai "tradisi" dalam pengertian umum yaitu tradisi yang ada di mana-mana dan di semua zaman.
Terjadinya decoding tradisi dan modern itu dipengaruhi kecenderungan sekarang, peristiwa-peristiwa yang mengangkat persoalan berbagai konflik di dalam diri sebagai perupa. Di antara berbagai permasalahan yang muncul dalam kehidupan masa kini, masalah termasuk di antara sangat sedikit masalah yang masih bisa dianggap masalah universal.Â
Namun dalam pembacaan saya (menimbang tanda-tanda yang terlihat pada karya yang dipamerkan) pada karya-karya ini menjelaskan pencapaian kebersamaan yang relatif. Maknanya, tradisi dan modern tidak mengenal waktu dalam konsep "Ruang dan Waktu".
Dengan kata lain, masalah hati bukan sekedar perasaan, objek dan imajinya bisa menembus ruang dan waktu dan ada pada semua zaman.Â
Pemaknaan itu yang menyatakan hati (baca: "Menggambar Hati) ternyata menembus batas-batas waktu dan ada di semua interval waktu di sepanjang sejarah umat manusia termasuk di era modern, mendekonstruksi secara radikal salah satu premis modernisme yaitu keniscayaan diskontinuitas tradisi dan modernitas.
Jakarta, 10 Mei 2022
Firman Lie
Dosen Seni Rupa