Ruang spirit yang terbangun dari era objek visual yang berbeda kurun waktu dan maknanya itu berfungsi sebagai pintu masuk kita yang memungkinkan terjadinya sublimasi dalam menghadapi kepungan tanda-tanda tekno industrial. Sublimasi, dalam teori-teori estetika, merupakan upaya "the self" menghilangkan jejak-jejak terdesak yang melibatkan kesadaran dan kepekaan-kepekaan sebagai perupa modern.Â
Sublimasi menghadapi kepungan tanda-tanda tekno-industrial ini mendasari pemikiran post modern dan juga perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia mempersoalkan realitas-realitas kenyataan yang tidak bersifat material, atau kenyataan di balik kenyataan.
Sublimasi yang terjadi bila destruksi "the self" mempunyai manifestasi lain dalam ungkapan seni. Dalam teori estetik eksistensialis sublimasi diyakini tidak mengubah rasa sakit menjadi rasa menyenangkan, tapi mengubah rasa sakit menjadi rasa sakit yang kehilangan terornya.Â
Dalam pengamatan saya, teori ini bisa digunakan untuk mengamati kecenderungan pameran "Menggambar Hati" ini yang menampilkan kenyataan pada karya-karyanya. Dalam menghadapi kepungan tanda-tanda, pameran ini terlihat tidak menolak tanda-tanda ini malah menggunakan tanda-tanda dengan mendekonstruksi citra dan strukturnya.
Begitulah gambar-gambar dihadirkan ingin mengingatkan beberapa peristiwa maupun narasi-narasi yang tersimpan dalam hati, atau catatan personal seniman yang mengagumi sesuatu kata hatinya. Pengalaman menggambar merupakan pengalaman yang menyenangkan sekali membuat gambar-gambar dengan tinta dan mata pena.Â
Seolah dalam imajinasi visual gambar semua terurai dengan hati, spontan, gelisah juga, bahkan marah dan kekesalan, suatu cara yang langsung dan sederhana namun memungkinkan ide-ide hadir dalam gambar. Itulah menggambar hati.
Latar belakang menjelaskan mengapa karya-karya gambar bisa hadir beragam, berbeda satu kreator dengan kreator yang lainnya dalam menampilkan representasi yang tumpang tindih seperti gambar-gambar pada pameran ini. Karya-karya yang disajikan tentu menampilkan, pengalaman personal, perlambangan tradisi, sublimasi kondisi, penyesalan, juga perlambangan modern dan opini politik.Â
Melihat maknanya, representasi yang paling signifikan dalam pengamatan saya adalah representasi yang menunjukkan terjadinya interaksi antara kondisi yang dibawa globalisasi dengan kolektivitas yang masih kuat dalam masyarakat kita.
 Baik perilaku yang dikendalikan tanda-tanda mau pun kolektivitas pada masyarakat kita, sama-sama berkembang di alam bawah, yang dalam teori psikologi Jungian disebut alam bawah sadar kolektif.
Sekali lagi, gambar-gambar yang disajikan Kelompok Dalam Ruang pada pameran kali ini adalah perupa yang menampilkan gambar di atas kertas seperti sebuah reuni kegembiraan menggambar di atas kertas masih terus dilakukan.Â
Namun apa yang kita lihat sekarang adalah menggabungkan cara gambar di kertas dan dimix dengan berbagai medium menjadi satu yang mungkin dalam perkembangan seni rupa kontemporer adalah hal-hal yang sudah lazim dilakukan.