Dalam Kamus Bahasa Indonesia, senja/sen·ja/ n waktu (hari) setengah gelap sesudah matahari terbenam.
kesenjaan/ke·sen·ja·an/ v sudah terlalu petang (hampir malam); kepetangan; kemalaman.
Belakangan senjakala menjadi sebuah kata yang sangat terdengar puitis di barengi dengan momentum lenyapnya beberapa media cetak di Amerika. Sementara di jepang senjakala di alami oleh perusahaan-perusahaan elektronik yang sudah tak mampu lagi bersaing dengan industri telco dan smartphone, dikarenakan semua platform hiburan sudah digantikan dengan smartphone, mulai dari nonton TV, baca koran, merekam suara, mendengarkan musik, belajar, belanja online dan semua aplikasi yang memudahkan dan membuat segalanya menjadi praktis.
Di indonesia senjakala dan suasana muram di alami oleh kawasan penjualan Komputer di ITC mangga dua, atau penjualan barang-barang elektronik di glodok, bahkan penjualan Handphone di Roxy pun sudah tergantikan oleh belanja online,sudah tak ada lagi keluhan susah parkir di kawasan-kawasan tersebut, padahal dahulu semua kawasan tersebut macet dan padat, semua kegiatan ekonomi pendukung di kawasan tersebut bisa hidup, mulai dari tukang parkir liar, pedagang asongan, pedagang makanan dan minuman semua bisa menikmati masa-masa itu, kini semua sudah berubah, meski tidak terlalu drastis tapi setidaknya sudah banyak pedagang-pedagang elektronik yang mengeluh "sepi" bahkan ada yang gulung tikar, tak jarang kita lihat tulisan Toko dijual atau disewakan di beberapa koridor di kawasan Mall-mall diatas.
Fokus tulisan ini bukan mengupas tuntas permasalahan ekonomi ritel yang tergantikan oleh teknologi informasi, atau digital economy, tapi tulisan ini akan mengangkat mengapa kata senjakala begitu terdengar puitis dan menyahat hati terlebih buat mereka yang merasakan dampak dari digital economy apalagi bagi mereka yang tak mampu bersaing di tengah kemajuan teknologi yang berkembang cepat.
Karena kata "senjakala" begitu enak diucapkan sambil guyon disetiap diskusi serius maupun diskusi yang santai, maka kata ini jadi begitu terkenal, setiap kita lihat ada perusahaan yang sudah tak mampu beroperasi dan telah mem- PHK karyawannya maka kita akan nyeletuk, "senjakala barang-barang elektronik" atau media cetak yang sudah tidak terbit "senjakala media masa"
Ternyata Guruh soekarno putra sudah sering menggunakan kata "senjakala" dalam setiap karyanya, kita tahu Guruh adalah pencipta lagu yang romantis dan sangat puitis, dalam lagu "Kala sang surya tenggelam" ia begitu sempurna menggambarkan suasana senja yang sangat temaram,
Surya Tenggelam di telan kabut Gelap,
Senja Nan muram, dihati remuk redam
https://www.youtube.com/watch?v=mg7oMDHNTzw
Mungkin jika di dengar oleh pemilik-pemilik bisnis, mereka akan menangis meraung-raung, Ha... ha... ha atau mereka akan bangkit lagi menumbuhkan optimisme baru, dan memperoleh kembali kesuksesan bisnis dimasa depan.
Pencipta lagu Sekelas Eros Djarot Juga kerap menggunakan senja sebagai kekuatan lirik-lirik lagunya, kita tahu Eros dan Guruh sahabat bermusik di gank pegangsaan dahulu, keduanya juga sering di sebut sebagai maestro-maestro musik indonesia, lagu-lagu yang nunsa senja mampu menjadi karya-karya everlasting, dan masih sering di cover oleh generasi baru. Eros pernah menciptakan lagu "Dibatas akhir senja" berikut bait-bait awal lagu tersebut,
Tlah lama, kududuk termenung, ....
Merenungi dan menghayati, .....
Di penghujung senja, ..... yang merah menguning .....
https://www.youtube.com/watch?v=SauTmC7Ti1s
Bagi yang mendengar akan smakin galau dibuatnya, tapi setiap lagu mereka pasti akan di akhiri oleh harapan dan optimisme, itulah kejeniusan komposer-komposer di era Eros dan Guruh, mereka mampu menempatkan kata demi kata menjadi begitu bernyawa, bahkan kata senjakala bisa jadi trend lagi di social media beberapa waktu belakangan ini. kata senjakala, senasib dengan kata Badai atau Badai Pasti berlalu,lihatlah setiap pejabat terkena masalah atau ujian hidup mereka akan ber-ujar "badai Pasti Berlalu" memang kata-kata tersebut dapat menumbuhkan semangat dan pengharapan yang sungat mujarab dalam menghadapi cobaan hidup.
Akhirnya kita sebagai generasi yang tidak mengalami keindahan puisi dan lirik-lirik lagu masa lalu, cuma bisa berharap semoga penulis di social media dapat menggali lagi kekayaan bahasa indonesia, dan membuat jagad maya terpukau dengaan keindahan bahasanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H