kisah yang tak pernah tersampaikan kepada pagiÂ
rapat menanti malam berganti memeluk kosongÂ
senyum merekah lugu melihat dewasa menangis diamÂ
menggali kebanggaan ayah ibu tak ingin merayakanÂ
suatu fenomena diri tak sanggup tersampaikanÂ
diri nya berlari dengan tangan melambai ingin ditemukanÂ
lara tlah bercampur indah membentuk tebing tak tersentuhÂ
membawa angin dibawa ke mana tak tau arahÂ
rasa takut menyuruh nya bersembunyi kembali guna bertahanÂ
nilai nilai bodoh menggantui masa 17 tahun nyaÂ
coretan kasar tangan yang ia rasa hanya kumpulan kesedihanÂ
rasa benci berganti mencari rumah asing bersama manusia baruÂ
lubuk dalam bertanya apakah begitu sakit menjadi dirimu 22 tahunÂ
berusaha mencintai terombang ambing pada keindahan semuÂ
manusia lemah melawan rasa hitam bercampur biruÂ
terimakasih telah membuat dia ada mencari sendiri makna tersembunyiÂ
dia lelah mendengar sayatan tajam untuk diri nyaÂ
rasa ingin berlari sekencang mungkin dalam tidurÂ
dia berjalan tenang mengepal rasa marah pada dunia masih mencari jati diriÂ
maaf terucap hening ingin terbang kencang ingin melihat dunia luasÂ
sembuhkan hati nya setiap kali ia meneteskan hujan dalam dekapan diri
tenangkan ramai obrolan dengan cermin terang benderang di sudut ruangÂ
temukan dua pasang  tangan lembut mengusap pipi nya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H