Mohon tunggu...
Raden Firkan Maulana
Raden Firkan Maulana Mohon Tunggu... Konsultan - Pembelajar kehidupan

| Penjelajah | Pemotret | Sedang belajar menulis | Penikmat alam bebas | email: firkan.maulana@gmail.com | http://www.instagram.com/abah_ceukhan | https://www.linkedin.com/in/firkan-maulana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Adakah daerah di Indonesia yang tidak pernah terkena Banjir dan Longsor?

22 Januari 2025   13:44 Diperbarui: 22 Januari 2025   13:44 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanah Longsor di Kabupaten Pekalongan (Sumber: Kompas.id)

Faktor penyebab banjir sejatinya sudah diketahui semua orang, yang pertama yaitu berkurangnya tutupan hijau di atas lahan seperti pepohonan tanaman keras maupun tanaman lainnya. Manfaat tutupan hijau ini untuk menjaga keseimbangan daya serap air tanah ke dalam tanah. Dengan adanya kandungan unsur tanah dalam tanah serta pengaruh akar  pepohonan membuat air menjadi lebih mudah terserap ke dalam tanah. Maka ketika tutupan hijau berkurang dan malah tidak ada, keseimbangan hidrologis akan terganggu. Air hujan yang turun tidak terserap ke dalam tanah dan menjadi aliran air yang bergerak di permukaan tanah. Air hujan yang turun tidak dapat diserap secara maksimal oleh tanah. Sehingga air yang ada di permukaan  tanah juga tidak bisa dialirkan ke dalam badan sungai sehingga air langsung meluap dan meluber hingga turun menuju ke kawasan hilir. 

Tutupan hijau yang berkurang bukan menjadi faktor tunggal penyebab banjir. Faktor lainnya adalah lahan yang berubah fungsi dari area hijau sebagai area resapan menjadi kawasan terbangun seperti pemukiman, perkantoran dan sebagainya. Banyaknya lokasi alami yang menjadi tempat tampungan air yang berubah fungsi menjadi kawasan terbangun seringkali menyebabkan banjir terjadi. Sebagai contoh, di Kota Bandung, beberapa daerah yang bernama Situ seperti Situ Gunting, Situ Aksan dan lainnya telah berubah fungsi menjadi kawasan pemukiman sehingga jika hujan terjadi daerah itu menjadi langgangan banjir. Hal ini dipicu juga dengan semakin menyusutnya luasan hijau sebagai area resapan di daerah Bandung Utara yang sekarang ini massif banyak dibangun kawasan pemukiman mewah dan kawasan wisata buatan (hotel, restoran,villa dan lain-lain).

Faktor penyebab lainnya adalah curah hujan yang tinggi (umumnya melebih 100 mm per hari) dengan intensitas turun hujan yang lama seringkali berkontribusi terhadap terjadinya banjir. Dengan adanya perubahan iklim, sekarang ini fenomena hujan turun menjadi sesuatu yang semakin sukar diprediksi. Perubahan pola curah hujan sekarang ini mengalami pergeseran, yaitu hujan mulai turun di bulan Oktober hingga April, dengan puncak hujan biasanya November-Desember-Januari dengan sangat lebat dan curah hujan tinggi. Data banjir dan longsor mencatat sejarah bahwa kurun waktu November-Desember-Januari mengalami peningkatan tajam.

Banjir Bandang menggerus rel kereta api di Kabupaten Grobogan (Sumber: Kompas.id)
Banjir Bandang menggerus rel kereta api di Kabupaten Grobogan (Sumber: Kompas.id)

Faktor pemicu lainnya adalah kemiringan lokasi yang berkaitan dengan topografi. Semakin curam atau miring suatu lokasi, maka akan mempengaruhi kecepatan air turun dalam hal ini air hujan yang tidak terserap tanah. Banjir bandang yang besar biasanya  terjadi karena  air yang datang dengan kecepatan tinggi dari arah dataran tinggi menuju ke dataran di bawahnya. Di Kota Bandung pun, saat hujan deras biasanya aliran air hujan di selokan dan air hujan yang meluber ke jalan, aliran airnya sangat deras, sebagai contoh hal ini terjadi di kawasan Cikutra hingga Jalan Surapati dan kawasan Jatihandap hingga Terminal Cicaheum. Banjir yang terjadi tidak saja membawa air, tapi juga membawa banyak benda dan material lainnya seperti tanah, lumpur, batu, balok kayu hingga berbagai sampah.

Faktor pendukung lainnya yang memicu banjir, terutama di perkotaan adalah buruknya sistem drainase. Air hujan yang harusnya bisa dialirkan melalui selokan dan gorong-gorong hingga ke anak sungai dan sungai, terhambat oleh adanya gundukan sampah dan juga material lumpur/tanah. Contoh di Kota Bandung, banjir seringkali terjadi karena air meluap ke jalan-jalan hingga menggenangi rumah-rumah, sekolah, tempat ibadah, kantor dan sebagainya karena sudah tidak tertampung di selokan dan sungai. Ironisnya, selokan , gorong-gorong  dan sungai itu banyak tersumbat oleh sampah. Di tempat tinggal saya di kawasan Cibolerang-Cigondewah, selokan dan gorong-gorong seringkali penuh sampah dan material lumpur. Walaupun dibersihkan, namun kekurangannya adalah tidak rutinnya waktu pembersihan dan tidak bersihnya cara membersihkan selokan karena material lumpur tidak diangkat.

Daerah Bebas Banjir dan Longsor

Pada saat memasuki musim hujan (biasanya di bulan Oktober) dan saat sepanjang musim hujan berlangsung biasanya ancaman bencana banjir dan tanah longsor semakin meningkat. Hujan yang turun dengan intensitas lebat dengan durasi waktu yang lama cenderung akan menyebabkan sungai-sungai meluap sehingga mengakibatkan terendamnya dataran rendah yang mencakup kawasan pemukiman, pertanian dan sebagainya. Sedangkan di lokasi daerah dataran tinggi dengan kemiringan tertentu, seringkali terjadi tanah longsor yang dipengaruhi oleh curahan air hujan. 

Karena seringnya bencana banjir dan longsor yang melanda daerah-daerah di Indonesia, baik di perdesaan dan perkotaan, menyebabkan saya bertanya-tanya, apakah ada daerah (kabupaten, kota, kecamatan, kelurahan dan kota) yang bebas banjir dan longsor? Secara acak, saya coba menelusuri data dari BNPB dalam kurun waktu 2008-2017, ternyata didapatkan rata-rata 1000 kali terjadi kejadian bencana yang mayoritas adalah banjir dan tanah longsor. Dalam rentang waktu tersebut, jumlah bencana banjir plus longsor terbanyak terjadi di tahun 2016 yaitu mencapai 2384 kali. Dan rentang waktu 2008-2017 tersebut, rata-rata banjir per tahun adalah 599 kasus dan rata-rata longsor per tahun adalah 363 kasus. Artinya, longsor dan banjir ini bisa dikatakan hampir terjadi setiap hari. Namun sebetulnya tidak terjadi tiap hari karena banjir dan longsor ini sering terjadi saat musim hujan. 

Tahun 2010 adalah tahun dengan jumlah kejadian banjir yang tertinggi yang menyebabkan korban meninggal sangat banyak yaitu 608 dari 400 kasus banjir. Pada  tahun 2016 terjadi 763 kasus banjir yang menyebabkan 146 orang meninggal dunia. Di tahun 2017 banjir  terjadi sebanyak 645 kali dengan korban jiwa sebanyak 109 orang meninggal dunia. Sebetulnya wilayah yang sering terkena banjir sudah dipetakan, sebagai contoh di Jakarta terdapat sebanyak 13 aliran sungai, yang hampir setiap tahunnya di wilayah sekitar sungai tersebut  mengalami banjir.  

Secara umum, saya belum menemukan daerah-daerah yang betul bebas banjir dan longsor dari data BNPB. Di wilayah perkotaan seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, Samarinda, Denpasar dan sebagainya merupakan langganan banjir jika musim hujan datang. Bahkan longsor pun sering terjadi di kota, seperti di Bogor dan Bandung, yang dikarenakan bergeraknya tanah dan konstruksi bangunan yang rapuh sehingga rumah dan bangunan lainnya roboh. Dan di wilayah perdesaan pun tak luput dari dari bencana banjir dan longsor.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun