Pembangunan Bandung terasa hiruk pikuk tak terkendali karena larut terbuai dalam irama ekonomi pasar. Ironisnya, rencana pembangunan Bandung sendiri, malah cenderung mengikuti irama hiruk pikut tersebut.
Pembangunan Bandung saat ini sudah semakin bergeser dari rencana pengembangan kota yang manusiawi dan ramah lingkungan. Keluh kesah, gerutu dan cemooh warga Bandung akan kondisi kotanya yang tak nyaman menjadi suatu hal yang lumrah terjadi.
Bila semua omongan warga Bandung itu dikumpulkan lalu disimpulkan, maka ada beberapa masalah yang membuat hidup dan tinggal di Bandung makin tak nyaman.
Pertama, prasarana jalan di Kota Bandung membahayakan bagi warga kota. Hampir di setiap sudut kota, ada beberapa ruas jalan yang sebagian aspalnya terkelupas hingga berlubang. Hal ini bisa mengundang terjadinya kecelakaan lalu lintas, contohnya beberapa waktu lalu ada pengendara sepeda motor yang terjatuh karena melindas jalanan berlubang.
Kemacetan pun tak terhindarkan karena setiap kendaraan harus berjalan perlahan melewati jalanan yang tidak rata tersebut. Para pemilik kendaraan pun harus bersiap mengganti suku cadang karena kendaraan bisa rusak akibat sering melewati jalanan rusak tersebut.
Kedua, seringnya banjir cileuncang saat Bandung diguyur hujan akibat buruknya sistem jaringan saluran drainase kota. Tak peduli hujan besar atau kecil, banjir cileuncang seringkali terjadi karena tak lancarnya aliran air di saluran drainase. Sampah yang menumpuk dan sempitnya saluran drainase adalah kombinasi utama penyebab banjir.Â
Banjir cileuncang di jalan-jalan Kota Bandung dan sebagian pemukiman warga, telah membuat aktivitas hidup warga terganggu. Malah kadang beberapa jalan di Bandung berubah menjadi sungai dadakan saat hujan besar terjadi, contohnya adalah Jalan Pagarsih yang sempat viral di dunia maya karena menjadi sungai dan aliran airnya yang deras menghanyutkan mobil. Harta benda yang rusak dan tmbulnya penyakit merupakan kerugian yang timbul dari banjir ini.
Ketiga, kebersihan merupakan hal yang sulit dijumpai saat ini di Kota Bandung. Kota yang bersih identik dengan pengelolaan sampah yang baik. Saat ini di Bandung, sampah masih banyak yang bertumpuk dan berceceran di sembarang tempat.
Kondisi tersebut bisa dijumpai di tempat-tempat yang ramai dengan aktivitas orang, seperti di sekitar pusat perbelanjaan dan rekreasi, pasar, terminal, sekolah bahkan rumah sakit. Kadang sampah terlambat diangkut sehingga menimbulkan bau tak sedap, keluarnya air lindi dan mengotori lingkungan sekitar. Kesehatan warga kota dan keindahan kota pun menjadi terganggu oleh sampah yang tak terkelola dengan baik ini.
Keempat, keberadaan para pedagang kaki lima (PKL) telah membuat kesemrawutan dan kekumuhan kota. PKL seakan-akan membanjiri Bandung. Hal ini bisa dilihat di sekitar kawasan Alun-Alun, Tegallega, Pasar Baru, Cicadas, Sukajadi, simpang Dago, di sekitar Kampus Unpad Dipati Ukur dan sebagainya.
Para PKL menggelar dagangannya di trotoar dan bahu jalan sehingga seringkali menyebabkan kemacetan lalu lintas. Penanganan masalah PKL di Kota Bandung tak pernah tuntas selama ini karena keberadaan PKL tidak dianggap mempunyai potensi. Padahal para PKL ini harusnya diikutkan dan diberdayakan dalam arus pembangunan kota.
Kelima, kemacetan lalu lintas sudah menjadi bagian hidup sehari-hari warga Bandung saat ini. Malah saat Sabtu Minggu, hari libur nasional atau liburan sekolah, lebaran dan akhir tahun, Kota Bandung dijejali kendaraan dari luar Bandung.
Banyaknya mobil pribadi, tidak bertambahnya kapasitas prasarana jalan dan penumpukkan berbagai aktivitas di satu kawasan tertentu menjadi penyebab utama kemacetan ini. Akibat kemacetan ini, warga kota menjadi stress, tingkat polusi udara naik, jarang tempuh yang lama, waktu terbuang sia-sia dan bahan bakar cepat habis. Biaya hidup untuk transportasi pun jadi terasa makin mahal bagi warga Bandung.
Keenam, air bersih makin sulit didapat sehingga sering membuat risau warga Bandung. Penyediaan air bersih selama ini hanya dipasok oleh PDAM. Namun tidak selamanya air bersih lancar mengalir ke rumah-rumah warga. Malah kadang berhari-hari, air tak keluar mengalir. Karena pasokan air terbatas, kadang diberlakukan penggiliran pasokan aliran air pada jam-jam dan wilayah tertentu saja.
Maka banyak warga Bandung yang terpaksa membeli air. Umumnya, air yang dibeli adalah air tanah dalam yang disedot dengan pompa bor artesis. Warga yang mampu, mungkin akan membangun sumur bor sendiri. Sedang warga yang tak mampu, mungkin hanya membangun sumur biasa saja. Namun saat musim kemarau kadang air sumur biasa mengalami kekeringan dan air sumur bor artesis menyusut ketersediaannya.
Ketujuh, kesejukan udara Bandung secara perlahan telah lenyap. Warga Bandung kebanyakan merasa gerah dengan udara yang mulai panas. Udara Bandung masih terasa dingin hanya pada saat malam dan subuh. Pagi hari saat jam 7 pun, udara panas sudah mulai terasa.
Tampaknya alih fungsi lahan di Bandung (khusunya Bandung Utara), terutama pada kawasan lindung dan kawasan pertanian di perbukitan Bandung yang berubah menjadi kawsan terbangun (vila, hotel, perumahan dan tempat wisata) telah membuat pohon-pohon dan tetumbuhan hijau lainnya berkurang drastis sehingga udara terasa makin panas.
Selain itu, jumlah taman di Bandung dari dulu tidak bertambah, paling hanya merenovasi yang sudah ada. Idealnya, ada pembangunan taman baru dan penghijauan di semua pinggir jalan agar udara terasa teduh dan sejuk.
Kedelapan, keamanan dan ketentraman hidup warga Bandung mulai terusik oleh perilaku-perilaku negatif oknum warga. Adanya masalah-masalah sosial seperti kemiskinan dan pengangguran setidaknya telah menyebabkan kerawanan sosial. Selain kasus kejahatan yang umumnya terjadi seperti pencurian dan perampokkan, warga Bandung hidupnya dicekam ketakutan saat gerombolan genk motor berbuat keonaran dan aksi begal pada saat malam hari.
Adanya korban jiwa dan cacat fisik serta hilang atau rusaknya harta benda merupakan bukti keberingasan para begal. Selain itu, ada juga perilaku destruktif sebagian oknum pendukung sepakbola, yang juga ikut meresahkan warga Bandung.
Kedelapan masalah perkotaan yang membuat Bandung tidak nyaman tersebut, harus segera ditanggulangi bersama-sama oleh pemerintah kota dan warga masyarakat. Tumbuh dan berkembangnya Kota Bandung sebagai kota yang nyaman harus berawal dari kesadaran semua pihak akan hak dan kewajibannya masing-masing. Jika Bandung kembali nyaman, maka warganya akan makin produktif menghasilkan karya yang inovatif dan kreatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H