Para PKL menggelar dagangannya di trotoar dan bahu jalan sehingga seringkali menyebabkan kemacetan lalu lintas. Penanganan masalah PKL di Kota Bandung tak pernah tuntas selama ini karena keberadaan PKL tidak dianggap mempunyai potensi. Padahal para PKL ini harusnya diikutkan dan diberdayakan dalam arus pembangunan kota.
Kelima, kemacetan lalu lintas sudah menjadi bagian hidup sehari-hari warga Bandung saat ini. Malah saat Sabtu Minggu, hari libur nasional atau liburan sekolah, lebaran dan akhir tahun, Kota Bandung dijejali kendaraan dari luar Bandung.
Banyaknya mobil pribadi, tidak bertambahnya kapasitas prasarana jalan dan penumpukkan berbagai aktivitas di satu kawasan tertentu menjadi penyebab utama kemacetan ini. Akibat kemacetan ini, warga kota menjadi stress, tingkat polusi udara naik, jarang tempuh yang lama, waktu terbuang sia-sia dan bahan bakar cepat habis. Biaya hidup untuk transportasi pun jadi terasa makin mahal bagi warga Bandung.
Keenam, air bersih makin sulit didapat sehingga sering membuat risau warga Bandung. Penyediaan air bersih selama ini hanya dipasok oleh PDAM. Namun tidak selamanya air bersih lancar mengalir ke rumah-rumah warga. Malah kadang berhari-hari, air tak keluar mengalir. Karena pasokan air terbatas, kadang diberlakukan penggiliran pasokan aliran air pada jam-jam dan wilayah tertentu saja.
Maka banyak warga Bandung yang terpaksa membeli air. Umumnya, air yang dibeli adalah air tanah dalam yang disedot dengan pompa bor artesis. Warga yang mampu, mungkin akan membangun sumur bor sendiri. Sedang warga yang tak mampu, mungkin hanya membangun sumur biasa saja. Namun saat musim kemarau kadang air sumur biasa mengalami kekeringan dan air sumur bor artesis menyusut ketersediaannya.
Ketujuh, kesejukan udara Bandung secara perlahan telah lenyap. Warga Bandung kebanyakan merasa gerah dengan udara yang mulai panas. Udara Bandung masih terasa dingin hanya pada saat malam dan subuh. Pagi hari saat jam 7 pun, udara panas sudah mulai terasa.
Tampaknya alih fungsi lahan di Bandung (khusunya Bandung Utara), terutama pada kawasan lindung dan kawasan pertanian di perbukitan Bandung yang berubah menjadi kawsan terbangun (vila, hotel, perumahan dan tempat wisata) telah membuat pohon-pohon dan tetumbuhan hijau lainnya berkurang drastis sehingga udara terasa makin panas.
Selain itu, jumlah taman di Bandung dari dulu tidak bertambah, paling hanya merenovasi yang sudah ada. Idealnya, ada pembangunan taman baru dan penghijauan di semua pinggir jalan agar udara terasa teduh dan sejuk.
Kedelapan, keamanan dan ketentraman hidup warga Bandung mulai terusik oleh perilaku-perilaku negatif oknum warga. Adanya masalah-masalah sosial seperti kemiskinan dan pengangguran setidaknya telah menyebabkan kerawanan sosial. Selain kasus kejahatan yang umumnya terjadi seperti pencurian dan perampokkan, warga Bandung hidupnya dicekam ketakutan saat gerombolan genk motor berbuat keonaran dan aksi begal pada saat malam hari.
Adanya korban jiwa dan cacat fisik serta hilang atau rusaknya harta benda merupakan bukti keberingasan para begal. Selain itu, ada juga perilaku destruktif sebagian oknum pendukung sepakbola, yang juga ikut meresahkan warga Bandung.
Kedelapan masalah perkotaan yang membuat Bandung tidak nyaman tersebut, harus segera ditanggulangi bersama-sama oleh pemerintah kota dan warga masyarakat. Tumbuh dan berkembangnya Kota Bandung sebagai kota yang nyaman harus berawal dari kesadaran semua pihak akan hak dan kewajibannya masing-masing. Jika Bandung kembali nyaman, maka warganya akan makin produktif menghasilkan karya yang inovatif dan kreatif.