Mohon tunggu...
R Firkan Maulana
R Firkan Maulana Mohon Tunggu... Konsultan - Pembelajar kehidupan

| Penjelajah | Pemotret | Sedang belajar menulis | Penikmat alam bebas | email: sadakawani@gmail.com | http://www.instagram.com/firkanmaulana

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ancaman Kelaparan dan Kekurangan Gizi di Kabupaten Timor Tengah Selatan

26 Agustus 2018   22:16 Diperbarui: 26 Agustus 2018   22:36 1380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) adalah sebuah kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sudah lama saya dengar. Rumah bulat, madu hutan, Cagar Alam Gunung Mutis dan Pantai Kolbano, adalah hal-hal yang saya dengar dari kabupaten ini. Kabupaten TTS dengan ibukota Soe ini terletak sekitar 110 km yang dengan waktu tempuh 3 jam perjalanan dari Kota Kupang, ibukota Provinsi NTT.

Tahun 2015 pertama kali saya mendapatkan kesempatan menjejakan kaki ke daerah tersebut, namun baru dipertengahan tahun 2018 ini saya berkesempatan mengenali lebih dalam lagi mengenai Kabupaten TTS ini. Pada kesempatan tersebut, saya melakukan kunjungan ke beberapa desa di Kabupaten TTS untuk melakukan observasi terhadap kondisi kesehatan masyarakaat, khususnya kesehatan ibu dan anak.

Sebetulnya hal utama  yang diobservasi berfokus pada masalah kesehatan ibu hamil dan ibu setelah melahirkan serta kesehatan bayi dan balita. Namun berikut ini saya ingin menceritakan tentang kelaparan dan kekurangan gizi yang ternyata masih mengancam hampir seluruh lapisan masyarakat, termasuk ibu dan anak-anak.

Kelaparan tersebut selalu diikuti dengan kekurangan gizi. Hal ini terjadi karena kurangnya dan terbatasnya asupan makanan yang bergizi. Masih ada terdapat ibu yang sedang hamil mengalami kekurangan gizi. Dan masih ada pula anak-anak di bawah usia 2 tahun mengalami kekurangan gizi, sehingga mengganggu pertumbuhan fisiknya dan juga mungkin perkembangan mentalnya akan terhambat.

Para penderita kekurangan gizi ini tidak memperoleh asupan makanan dengan jumlah karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral lainnya dalam jumlah yang cukup memadai untuk mempertahankan agar organ tubuh bisa berfungsi dengan baik dan tumbuh kembangnya berjalan normal. 

Kekurangan gizi yang terjadi di Kabupaten TTS ini penyebab utamanya adalah karena kurang makan yang diakibatkan oleh tidak ada makanan dan bisa juga terkait dengan kemiskinan. 

Faktor Iklim dan lingkungan

Musim kemarau di Kabupaten TTS ini sudah hampir berjalan 4 bulan hingga Juli 2018. Kekeringan mulai terasa dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Menurut cerita masyarakat, jaman dulu sering terjadi kelaparan. Banyak kematian yang terjadi sebagai akibat kelaparan dengan korbannya kebanyakan anak-anak dan orang tua.

Di daerah ini, musim kemarau biasanya panjang antara 8-9 bulan dan musim hujan sangat pendek antara 3-4 bulan. Masa kemarau yang panjang mengakibatkan bencana kekeringan dan kegagalan panen.

Bahkan bencana kekeringan menyebabkan ancaman kelaparan yang disebabkan ketidaktersediaan bahan makanan pokok seperti jagung, beras dan kacang-kacangan. Kelaparan ini terjadi karena tidak mampunya masyarakat memenuhi ketersediaan pangan untuk mereka sendiri. 

Kekeringan di daerah ini biasanya terjadi karena musim kemarau yang panjang.  Selain itu, curah hujan yang terjadi pun pada umumnya di daerah NTT ini sangat kecil termasuk di Kabupaten TTS. Apalagi pada masa El Nino, kekeringan sungguh lama dan panjang dirasakan oleh masyarakat. Maka wajar saja mayoritas wilayah di daerah  ini kering kerontang.

Kekeringan ini sering menyebabkan produksi pangan mengalami penurunan, bahkan seringkali terjadi gagal panen. Hal ini mengingat sebagian besar wilayah NTT termasuk Kabupaten TTS merupakan daerah yang usaha pertaniannya mengandalkan curah hujan belaka. Sumber-sumber air untuk penghidupan masyarakat pun umumnya mengandalkan air hujan, sementara itu seperti sumur, embung ataupun mata air lainnya telah mengering. Aliran air sungai utama yaitu Sungai Noelmina pun mulai surut dan mengering. 

Selain curah hujan, kekeringan yang terjadi pun berhubungan dengan berkurangnya sumber-sumber air akibat berkurangnya tutupan lahan hutan, terutama di daerah hulu. Berkurangnya pepohonan menyebabkan air cepat turun ke permukaan tanah yang lebih rendah. Hal ini akan meningkatkan resiko banjir di daerah hilir.

Tak heran pada sebuah desa yang dikunjungi terdapat sebuah papan peringatan tentang bahaya banjir bandang saat musim hujan. Erosi tanah pun menyebabkan terkikisnya lapisan unsur hara di permukaan tanah. Resiko tanah longsor pun makin membesar.

Dan pada musim kemarau, aliran air di dasar sungai makin menyusut. Lahan kritis dan berkurangnya tutupan pepohonan di kawasan hutan menjadi ancaman yang berhubungan dengan kelaparan dan kekurangan gizi yang terjadi.

Dari obrolan dengan warga desa, banyak faktor-faktor yang menyebabkan ancaman kelaparan dan kekurangan gizi, yaitu:

(1) curah hujan sedikit dan cuaca sangat panas sehingga air sangat kurang, akibatnya terjadi gagal panen dan juga malah terjadi gagal tanam,

(2) adanya terpaan angin besar yang bisa merubuhkan berbagai jenis tanaman seperti jagung,

(3) kemiskinan berupa tidak punya lahan bertani, tidak punya modal bertani, tidak punya alat bertani,

(4) usia produktif sudah menurun karena lanjut usia,

(5) persediaan makanan sudah berkurang sehingga terjadi kelaparan,

(6) hanya memakan makanan jagung saja sehingga anak-anak kekurangan gizi, dan

(7) akses pemasaran hasil pertanian dan peternakan masih terkendala oleh beratnya medan geografis.

Faktor kebiasaan adat setempat

Permasalahan gizi kurang dan buruk yang diderita oleh anak-anak pada dasarnya disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi. Asupan nutrisi ini terkait dengan pola pemberian makanan pada anak-anak yang disamakan dengan orang dewasa yang umumnya berupa makanan jagung bose sehingga lebih banyak mengandung karbohidrat.

Pada ibu menyusui juga terdapat tradisi setempat memakan jagung bose sehingga mempengaruhi asupan nutrisi bayi yang disusui. Jagung bose ini adalah jagung yang kulit bijinya dibuang lalu dimasak dengan air. Selain itu, anak-anak balita juga asupan gizi proteinnya sangat terbatas karena hanya bersumber dari kacang-kacangan saja yang kadang dicampur dengan sayur. Jagung bose ini kadang dicampur juga dengan kacang hijau dan kacang tanah.

Salah satu masalah kekurangan gizi yang terjadi pada anak balita di Kabupaten TTS ini adalah masalah stunting, yang artinya tingai badan anak balita lebih pendek dari yang seharusnya bisa dicapai pada umur tertentu. Hal ini ternyata berhubungan dengan pola makan saat si ibu sedang hamil dan ketika si ibu menyusui bayi.

Pada saat hamil, asupan gizi sang ibu tidak terpenuhi secara maksimal. Hal ini bisa mengakibatkan bayi yang dilahirkan akan mengalami berat badan lahir rendah (BBLR) sehingga terjadi stunting. Ternyata ada kebiasaan setempat pada saat hamil, sang ibu pantang memakan makanan seperti ikan dan daun singkong karena takut mengalami kesulitan saat melahirkan.

Kemudian pada saat menyusui bayi, juga tidak makan buah dan pepaya karena khawatir bayi akan mengalami gatal-gatal. Setelah melahirkan pun, sang ibu pantang memakan kacang polong, garam, bawang dan lombok.

Selain itu, sang bayi di bawah usia 6 bulan banyak yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk. Hal ini terkait dengan kebiasaan dari nenek moyang mereka bahwa saat bayi menangis itu menandakan bayi tersebut masih lapar dan membutuhkan makanan. Sedangkan menurut si ibu, air susu ibu (ASI) hanya sekedar minuman saja sehingga tidak cukup membuat si bayi kenyang.

Oleh karena itu, si bayi harus diberi makanan padat seperti jagung titi yang dibuat bubur dan juga bubur kacang hijau, padahal si bayi belum waktunya diberi makanan tambahan. Tentunya ASI yang diberikan sudah tidak eksklusif lagi karena bayi sudah diberi makanan tambahan sejak umur 3 bulan. 

Faktor penghasilan keluarga juga sangat mempengaruhi keadaan kekurangan gizi. Rendahnya pendapatan yang diperoleh dan juga penghasilan yang tidak menentu akan mempengaruhi apa saja yang dimakan karena terbatasnya daya beli terhadap bahan makanan yang akan dikonsumsi. Sehingga tak jarang anggota keluarga hanya makan nasi saja atau jagung bose tanpa disertai dengan lauk pauk lainnya.

Kebutuhan makan sehari-hari hanya mengandalkan pada cadangan makanan dari hasil panen terdahulu. Pendapatan yang rendah menyebabkan terjadinya kemiskinan dan hal ini menyebabkan tidak terpenuhinya asupan gizi pada anak.

Di kalangan masyarakat Timor di Kabupaten TTS ini masih berjalan tradisi budaya yang namanya Neno Bo'ha, yang ternyata berpengaruh terhadap kondisi gizi balita. Tradisi ini dilakukan secara turun temurun sejak nenek moyang pada ibu menyusui selama 40 hari, yaitu si ibu menyusui akan melakukan masa perawatan nifas di rumah bulat yang disebut Ume Kbubu.

Di dalam rumah bulat itu, sang ibu melakukan kompres panas badannya (tatobi), panggang (se'i) dan memakan jagung bose selama 7 hari berturut-turut tanpa memakan makanan lainnya. Setelah hari ke-7, barulah sang ibu boleh memakan makanan jenis lain.

Hal ini mengakibatkan tidak terpenuhinya asupan gizi yang memadai buat si ibu menyusui sehingga berimbas pada kualitas ASi yang diberikan pada bayinya dan kecukupan gizi pada bayinya juga akan kurang dan rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun