Sungai yang melintasi sebuah wilayah bisa menjadi berkah dan musibah sekaligus. Keberkahan sungai adalah energi untuk kehidupan semua mahluk hidup. Keberkahan sungai tercipta bila pembangunan bisa mengoptimalkan potensi sebuah sungai.Â
Namun bakal berbuah musibah bila sungai hanya dipandang sebagai tempat pembuangan sampah belaka. Berkah dan musibah tergantung dari cara pandang dan pengelolaan terhadap sungai. Kondisi sungai bakal dipengaruhi oleh macam ragam kegiatan manusia.
Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar mempunyai sebuah sungai melintas tepat di wilayahnya. Krueng Aceh sejak jaman dahulu telah ikut mewarnai perjalanan hidup Kesultanan Aceh.Â
Malahan identitas Kota Banda Aceh telah melekat dalam Krueng Aceh. Kejayaan Banda Aceh sejak jaman Kesultanan Aceh didukung oleh keberadaan Sungai Krueng Aceh sebagai urat nadi transportasi untuk pengembangan wilayah.
Potensi Krueng Aceh
Krueng Aceh ini berhulu dari kawasan pegunungan Seulawah Inong dan Seulawah Agam, mengalir sepanjang 112,40 Km hingga ke laut. Potensi Krueng Aceh ini bisa dilihat dari dua hal, yaitu aliran sungai dan tepian atau sempadan sungai. Potensi Krueng Aceh ini teramati sejak mulai dari wilayah pedesaan Kabupaten Aceh Besar hingga melintas ke tengah Kota Banda Aceh hingga bermuara ke wilayah pesisir.
Aliran Sungai Krueng Aceh yang berkelok-kelok berpotensi untuk pengairan bagi lahan pertanian penduduk melalui saluran irigasi teknis. Persawahan yang membentang di berbagai kecamatan di wilayah Kabupaten Aceh Besar (Indrapuri, Kuta Cot Glie, Seulimeum, Kuta Baro, Montasik, Ingin Jaya, Suka Makmur, Kuta Malaka dan Darul Imarah) yang sumber pengairannya berasal dari Krueng Aceh ini. Air dari Sungai Krueng Aceh ini mampu mengairi areal lahan pertanian yang luas dengan debit air 30,86 meter kubik per detik yang mengairi Daerah Aliran Sungai (DAS) 179.900 hektar.
Pengairan Sungai Krueng Aceh yang luas ini didukung anak-anak sungai seperti Krueng Jrue, Krueng Indrapuri, Krueng Pangoh dan Krueng Seulimeum. Selain untuk mengairi lahan pertanian, aliran air Krueng Aceh ini dimanfaatkan pula bagi pemenuhan sumber air bersih. Kebutuhan air minum warga Kota Banda Aceh dipasok dari Krueng Aceh lalu disuling dan disalurkan oleh PDAM Tirta Daroy.
Potensi Krueng Aceh tidak saja hanya airnya. Di dalam aliran sungainya sendiri ada potensi yang bisa dimanfaatkan yaitu pasir dan batu-batu kecil sungai. Biasanya dimanfaatkan sebagai bahan untuk membangun rumah. Kemudian di bagian-bagian aliran sungai yang dalam, bisa terdapat juga berbagai jenis ikan sungai. Masyarakat sering memancing ikan-ikan itu untuk jadi lauk pauk makan.
Sementara itu tepian Krueng Aceh juga punya potensi yang tak bisa diabaikan begitu saja. Banyak aktivitas masyarakat yang sangat berhubungan dengan tepian Sungai Krueng Aceh ini. Sebagian besar aktivitas masyarakat di wilayah Kabupaten Aceh Besar memanfaatkan lahan di tepian Krueng Aceh untuk kegiatan pertanian berupa ladang kebun.
Sedangkan aktivitas masyarakat di wilayah Kota Banda Aceh cukup beragam dalam memanfaatkan lahan di tepian Krueng Aceh ini. Bila diamati sejak muara Krueng Aceh sampai Jembatan Peunayong, aktivitas masyarakatnya adalah sebagai nelayan. Pemanfaatan ruang di tepian Krueng Aceh banyak berhubungan dengan aktivitas nelayan seperti tempat pelelangan ikan, pabrik es, perkampungan nelayan, pelabuhan nelayan dan juga pemancingan ikan di sekitar Jembatan Peunayong.
Dari Jembatan Peunayong hingga Jembatan Pante Pirak, pemanfaatan lahan kiri kanan tepian Krueng Aceh banyak didominasi untuk kegiatan perkantoran, perdagangan dan jasa. Contohnya adalah bangunan ruko Pasar Peunayong, hotel dan restoran, terminal angkutan kota, kantor Bank Indonesia, kantor polisi, markas militer Kodam Iskandar Muda dan gereja.
Kemudian dari Jembatan Peunayong hingga Jembatan Beurawe, kiri kanan tepian Krueng Aceh terdiri atas pemukiman penduduk, pasar swalayan Pante Pirak, GOR, Kompleks POM, Asrama TNI dan mesjid. Selanjutnya dari Jembatan Beurawe hingga ke gerbang masuk Kota Banda Aceh yang berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar, lahan pertanian dan pemukiman penduduk banyak menghiasi tepian Krueng Aceh.
Nestapa Krueng Aceh
Ironisnya, kini kondisi  Krueng Aceh sedang nestapa. Walau punya peranan penting untuk menopang kehidupan, namun perlakuan terhadap Krueng Aceh mulai keterlaluan. Contoh kasunya adalah kerusakan DAS Krueng Aceh terkait dengan eksploitasi Galian C berupa penambangan pasir dan batu sungai. Penambangan ini sudah melampaui batas dan juga semakin tidak terkendali.
Akibatnya, kerusakan DAS Krueng Aceh bisa semakin parah yaitu rusaknya tubuh sungai, menurunnya kuantitas dan kualitas air sungai serta tingginya tingkat erosi tepian sungai atau dinding sungai.Â
Bahkan beberapa jembatan yang melintasi Krueng Aceh telah terancam ambruk karena pondasi dasarnya sudah berubah karena pengaruh penggalian. Demikian juga halnya dengan dinding sungai yang longsor tergerus arus air sungai.
Nestapa lainnya adalah pencemaran air. Ketika Krueng Aceh mengalir melalui lahan pertanian, sungai itu akan menampung air hujan dari areal pertaian dan mengalir ke sungai dengan membawa residu dari pupuk dan pestisida. Sedangkan ketika Krueng Aeh mengalir melalui kawasan perumahan penduduk dan juga memasuki kawasan perkotaan Banda Aceh, maka sungai itu akan banyak menerima limbah cair dan padat yang kadang mengandung racun.
Penggunaan dan pengelolaan lahan yang tak tepat seperti di lereng miring atau pembukaan kawasan hutan akan mempengaruhi Krueng Aceh. Lahan yang kritis akan menyebabkan terjadinya kikiksan tanah berupa lumpur ketika hujan terjadi dan mengalir ke dalam sungai. Selanjutnya lumpur itu akan mengalir dan mengendapkannya sebagai bahan sedimentasi, sehingga badan sungai menyempit. Akibatnya bisa terjadi banjir karena aliran air terhambat. Banjir ini terkait juga rusaknya daerah tangkapan air di hulu sungai.
Menyayangi Krueng Aceh
Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Krueng Aceh sebagai penyedia air harus dikelola dengan baik. Konsep lama pengelolaan sungai yaitu konsep "satu sungai satu sistem pengelolaan" (one river one management system) masih cukup relevan untuk diterapkan bagi Krueng Aceh.Â
Rasa sayang pada Krueng Aceh harus diwujudkan dengan melakukan penataan ruang yang terintegrasi berdasarkan sistem daerah aliran sungai (watershed system) dari hulu sampai ke hilir di laut sebagai satu bio-region (suatu wilayah yang mempunyai keterkaitan biofisik). Dengan kata lain, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Banda Aceh dan Aceh Besar harus menempatkan Krueng Aceh sebagai poros bersama untuk pembangunan wilayah.Â
Banda Aceh dan Aceh Besar harus bersama-sama menyayangi Krueng Aceh. Harus diingat bahwa perlakuan yang tidak layak terhadap Krueng Aceh maka kita harus siap menerima balasannya, yaitu banjir, kekeringan dan sebagainya. Namun perlu diingat bahwa menyayangi Krueng Aceh bukan hanya sekedar mempercantik tubuh sungai dan aliran sungai semata. Menyayangi Krueng Aceh adalah masalah tanggung jawab kita sebagai pemimpin di muka bumi untuk hidup selaras dengan alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H