SEORANG kawan beberapa jam lalu mengirim SMS. Ia minta dicarikan referensi tentang pekerjaan di kapal pesiar untuk anaknya yang menganggur setelah ogah meneruskan kuliah. Dan mulailah saya kesana kemari bertanya, membuka-buka blogspot serta website apa saja yang ada kaitanya.
Meski adik ipar saya bekerja di kapal pesiar (milik Belanda), seumur-umur baru sekarang saya tahu bahwa di perahu raksasa yang mewah itu terdapat banyak liku-likunya, plus maupun minus. Yang plus, misalnya, gaji pertama bekerja di kapal pesiar macam Carnival, Royal Caribbean, atau Windstar berkisar 800 dolar AS. Bila dirupiahkan dengan kurs sekarang kira-kira Rp 9,6 juta. Itu belum termasuk tip dari para tamu. Tak jarang bahkan tip lebih besar daripada gaji pokok!
Gaji sebesar itu untuk para pekerja (pria maupun wanita) di sektor-sektor bawah macam waiter/waitress assistant, room boy/room girl, laundryman, pastry garde manger (pembikin roti), cabin steward, cook helper, atau pool man. Pada kontrak kedua (biasanya setahun kemudian), gaji otomatis naik.
Para pekerja di kapal pesiar dibatasi usia minimal 21 tahun. Mereka tidak boleh berkacamata (plus maupun minus), tidak punya riwayat penyakit jantung dan hepatitis, HIV, serta tinggi badan minimal 155 cm. Tak perlu kuliah untuk bekerja di kapal mewah. Cukup berijazah SMA/SMK, mahir bahasa Inggris dan lulus magang di hotel atau restoran. Kerja magang/training di hotel/restoran harus dilakukan minimal 6 bulan.
Pendaftaran dilakukan di sejumlah agen bonafide di Jakarta, Bali, dan Jogja. Jika mujur, pendaftar diikutkan dalam pre interview in English. Bila lulus, lalu ikut marlins test dengan membayar biaya Rp 250 ribu ke agen tersebut. Marlins test itu semacam TOEFL tapi khusus untuk kru kapal. Biasanya yang melakukan tes adalah bule. Bagi yang minder, maka gagal. Tapi bagi yang nothing to lose dan mahir cas-cis cus, merekalah yang diberangkatkan dalam pelayaran, asal tentu memenuhi syarat-syarat di atas, termasuk surat kelakuan baik dari kepolisian dan kartu kuning dari Depnaker.
Dari beberapa referensi yang saya baca, total biaya yang ditanggung para calon pekerja di kapal pesiar untuk pengurusan surat menyurat dan dokumen yang dibutuhkan, besarnya bervariasi. Kapal Norwegian Cruise Line, umpamanya, ongkos yang diperlukan sekitar Rp 7 juta, Royal Caribbean kira-kira Rp 10 juta, dan kapal Carnival lebih mahal, sekitar Rp 25 juta sebab tiket pesawat harus dibeli sendiri oleh calon tenaga kerja.
Seks Bebas dan Pasangan Sejenis
Para pegawai kapal mewah bukan mereka yang hidup dalam ketiak ibunda. Anak mama jangan harap betah kerja di sana sebab menjadi kru kapal pesiar dibutuhkan kerja keras dan profesional, dengan upah yang sepadan.
Dari pengalaman beberapa orang yang tadi saya coba hubungi, di kapal -- termasuk kapal pesiar -- begitu banyak masalah yang menyangkut hubungan antarteman, termasuk hubungan seksual. Di situlah minusnya bekerja di atas laut yang penuh tantangan dan kesepian.
"Pernah ada karyawan perempuan yang menggugurkan kandungan karena takut pada suaminya di Indonesia bila ketahuan hamil," tutur XF, sebut saja begitu, menceritakan pengalamannya.
Cuilan-cuilan lain romantika kapal mewah, terdapat wanita-wanita berhubungan sejenis, atau pria-pria homoseksual. Saat kapal mendarat, para gay itu kelayapan di kelab-kelab eksklusif kaum homo. Sementara itu para lesbian justru fisiknya tampak sangat cantik. Mereka biasanya warga Filipina yang bekerja di kasino sebagai dealer, alias tukang membagikan kartu judi. Saat senggang, mereka bermesraan tanpa peduli kanan kiri ...
Hal lain yang sering terjadi di kapal pesiar adalah 'permusuhan' kru Indonesia dengan awak dari Filipina. Hanya saja, menurut kawan saya tadi, awak dari Indonesia kompaknya luar biasa, sehingga sering warga Filipina merasa takut dibuatnya.
Meski pekat dengan pekerjaaan yang berat dan berlipat, namun kru kapal mendapatkan jatah shore leave yang asyik. Shore leave adalah saat dimana kapal merapat di dermaga, para penumpang mendarat, dan para kru boleh jalan-jalan. Itu terjadi di luar negeri.
Shore leave ditunggu-tunggu para pelaut setelah berhari-hari bekerja melulu di atas samudera yang luas tanpa batas. Di situlah mereka bisa berbelanja, berfoto-foto di negara asing, dan 'membuang' uang untuk mendapatkan barang idaman. Itu mengapa pekerja kapal pesiar yang pulang ke kampung halaman tampak hidup girang dengan gadget yang wah.
Bagi yang pintar berhemat, para pekerja kapal pesiar -- biasanya yang telah bekerja bertahun-tahun -- menginvestasikan uangnya dalam bentuk mobil, rumah-rumah kelas menengah ke atas, tanah, atau mendirikan usaha untuk bekal hari tua. Salah satu karib saya di Sleman, Jogja, kini punya studio rekaman dan label musik yang beromzet menggiurkan.
Bagi pemboros, uang berjumlah besar bisa habis dalam kurun waktu tak lama karena mereka tak menyadari bahwa mudah mendapatkan juga mudah membuangnya ...
-Arief Firhanusa-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H