Mohon tunggu...
Arief Firhanusa
Arief Firhanusa Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pria yang sangat gentar pada ular

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Soimah, Tolong Jangan Jadi Bupati!

10 Januari 2014   09:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:58 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SOIMAH PANCAWATI dianggap layak jadi bupati. Bisa Bupati Bantul, sebuah kabupaten di DIY; atau di Pati, tempat lahir Soimah hingga ia berusia kira-kira 15 tahun saat ia menamatkan SMP. Tapi, perkaranya, birokrat bisa mengubah seseorang menjadi sangat jahat.

Dalam sebuah diskusi ngalor ngidul di Komunitas Teh Poci (KTP), tempat kami -- dari berbagai latarbelakang, mulai mahasiswa, wartawan, seniman, mantan anggota DPRD, calo, makelar politik, sampai tukang becak hingga suporter sepakbola -- kumpul-kumpul membicarakan beragam masalah negeri ini, dari BBM, calon presiden, Bu Anni Yudhoyono, sampai artis-artis yang merangkap PSK, terlintas pembicaraan mengenai Soimah.

Soimah, lepas dari sedikit kontroversi mengenai goyang oplosan, dianggap sosok yang tepat menjadi Bupati Pati, Jateng, menggantikan Bupati Haryanto yang pada 2017 nanti baru lengser bila tidak terjadi apa-apa di tengah jalan.

"Soimah itu serba ada. Mirip toko swalayan. Cantik, luwes, pintar, kharismatik, juga punya jiwa kepemimpinan dan belas kasih. Ia sering bagi-bagi kaos untuk fans-nya. Juga kalian lihat, di acara Show Imah ia mirip putri kerajaan yang dikelilingi Deswita (Maharani), Yadi (Sembako), Wendy Cagur, hingga Caesar. Jadi pantas dia jadi bupati,"  tutur Mas Diek, pelukis yang juga pemain teater dan MC.

"Setuju sih Mas, cuma masak bupati teriak-teriak gitu," timpal Parjo, penjual nasi angkringan, tempat kami mangkal dua malam silam.

"Kan nantinya juga bisa diubah, tho Kang Jo, tentunya Soimah bisa mengerem ngakaknya yang keras itu. Masa pejabat ketawa enam oktaf," ucap Amirudin, mahasiswa arsitektur asal Cirebon, seraya nyengir.

"Lagipula Soimah itu bintangnya Libra. Kata Tukul, Libra penuh daya tarik. Cocoklah jadi figur yang dicintai warga tanpa perlu memoles wajahnya setebal bedak Ratu Atut," sela Lukman, mantan petinju yang kini bisnis air isi ulang.

Pada prinsipnya, sebagian kami ingin Soimah jadi bupati, mengikuti jejak selebritas lain yang menginjak ranah politik, menjadi bupati, anggota DPR, wakil gubernur, atau wakil bupati. Jika itu terjadi, setidaknya pada 2017. Mungkin Haryanto akan mencalonkan diri lagi, tapi tatap mata Soimah yang tajam, ketenaran, wibawa, akan mengundang suara yang signifikan. Fans Soimah, tergabung dalam Soimaniac, pun tersebar di mana-mana.

Pada 2017 nanti, usia Soimah baru 39. Belum 40, tapi sudah memenuhi syarat. Bupati Magelang, Jawa Tengah, Zaenal Arifin saja usianya 38. Lalu, partainya apa? "Tak penting lah partai apa yang mengusung. Mau PDI-P atau Golkar, orang juga nggak akan peduli, yang penting Soimah-nya," cetus Abeng, suporter sepakbola.

Mengapa Pati, bukan Jogjakarta atau daerah lain yang memungkinkan ia jadi pejabat? Pertama, karena di sanalah tanah kelahirannya, meski sekarang mungkin KTP-nya tidak lagi Pati. Pindah alamat bukan sesuatu yang dilarang. Kedua, Pati sering kisruh. Pilkada saja diulang karena terjadi silangsengketa politik. Pengulangan pilkada Pati pada 2012 lalu menelan dana Rp 23 miliar! Kehadiran Soimah akan menjadi obat penenang. Pati menjadi kabupaten yang segar, bukan hanya produsen Kacang Dua Kelinci.

Kemudian ada yang usul, bagaimana kalau Soimah mencalonkan diri menjadi Bupati Pati di periode berikutnya saja, alias setelah 2017, atau pada tahun 2022. Pertimbangannya, ia bakal lebih matang di usia 44. Di samping ia juga pastinya sudah lelah menjadi selebriti.

Menjelang pukul 23.00, ketika hampir semua sepakat Soimah pantas jadi bupati, saya unjuk suara untuk sekadar mengingatkan kawan-kawan. Saya katakan, apakah sudah betul puncak dari segala karier seseorang harus menjadi pejabat, dalam hal ini bupati? Apakah derajat seseorang diukur dari tahta? Apakah tidak lebih baik Soimah tetap menjadi seniman, dengan penghasilan yang lebih dari cukup tanpa perlu mencuri uang rakyat?

Dengan terus berada di bidangnya, untuk kemudian kelak memproduseri sinden-sinden dan penyanyi-penyanyi penerusnya, atau mengembangkan bakat dua putranya menjadi penghibur yang melebihi talenta ibunya, atau membuka usaha franchise makanan, minuman, atau toko serba ada menggunakan namanya, saya yakin anak didik Bagong Kussudihardjo ini akan tetap dikenang dan bisa jadi legenda. Bukan legenda dalam tanda kutip, yang dicatat pernah membuat cacat!

Sebab itu, Soimah, tolong  jangan jadi bupati!

-Arief Firhanusa-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun