Selain itu, tata kelahi film ini juga tidak kampungan. Dialog-dialognya bernas, alur cerita bergegas, mengindahkan unsur-unsur dramaturgi, dan tampak benar pengatur rias pemain tidak sesembrono juru rias film-film silat di tivi yang mengecat jenggot atau memasang wig saja ngawurnya bukan kepalang. Juga pemilihan lokasi yang mencerminkan kerajaan Majapahit, rumah Tumenggung Wilatikta yang menggambarkan kediaman pejabat di masanya, serta aura masa silam yang cukup memikat di kisaran hutan dan pegunungan.
Hanya yang perlu saya kritik, sedikit saja sih, seyogyanya busana para pemain tidak harus semuanya baru. Ada ganjalan di hati: masak rakyat jelata yang hidupnya kelaparan dan pas-pasan kok baju-bajunya seolah baru saja dibeli dari pasar. Juga saya lihat ada beberapa pemain yang memakai sandal masa kini, seperti dipakai Dewi Rasawulan, adik Raden Said. Satu lagi, ada rumah rakyat miskin dengan lantai keramik yang bagus. Ini kan kurang pas.
Oiya satu lagi, di stasiun lain malam nanti ada kisah wali tandingan, dengan judul yang mirip-mirip milik Trans TV. Meski terkesan saling salip di bulan Ramadhan, saya prediksi garapan Trans TV lebih bagus karena dibesut oleh orang-orang lama di film dan tampak sangat siap.
-Arief Firhanusa-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H