Mohon tunggu...
Firdha Athifah Uszardi
Firdha Athifah Uszardi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Magister Akuntansi – NIM 55523110051 – Fakultas Ekonomi dan Bisnis – Universitas Mercu Buana – Pajak Internasional – Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Genealogi Transfer Pricing

26 November 2024   13:25 Diperbarui: 26 November 2024   13:37 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Genealogi transfer pricing juga bisa dijelaskan dengan menelaah peran negara dalam mengatur sistem perpajakan dan bagaimana kebijakan pajak internasional berkembang seiring waktu. Dalam sejarahnya, negara-negara berkembang seringkali kesulitan mengatur transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional, karena mereka tidak memiliki kekuatan fiskal yang cukup untuk melawan dominasi perusahaan-perusahaan besar. Praktik transfer pricing, dalam hal ini, mencerminkan ketegangan antara negara sebagai entitas yang ingin memaksimalkan penerimaan pajaknya, dan perusahaan multinasional yang berusaha menghindari kewajiban pajak tersebut.

Di sisi lain, dalam dunia yang semakin terhubung secara global ini, konsep kebebasan ekonomi yang diusung oleh negara-negara besar sering kali mendominasi kebijakan ekonomi negara-negara kecil. Transfer pricing kemudian menjadi alat yang memungkinkan kebebasan pasar tanpa campur tangan negara. Namun, di balik kebebasan pasar yang dijanjikan, terdapat ketimpangan antara negara-negara dengan kekuatan fiskal besar dan negara-negara berkembang yang lebih lemah dalam sistem perpajakan internasional.

Transfer pricing bukanlah fenomena yang terjadi begitu saja sebagai respons terhadap kebutuhan ekonomi atau kebijakan pajak yang rasional. Sebaliknya, ia merupakan hasil dari kehendak tak sadar yang muncul dari interaksi antara kekuatan pasar, struktur ekonomi global, dan kebijakan negara. Dalam hal ini, transfer pricing mengungkapkan hubungan yang kompleks antara kehendak individu dalam dunia korporasi, pengaturan pajak internasional, serta kekuasaan negara dalam menentukan kebijakan ekonomi. Genealogi transfer pricing, dengan demikian, tidak hanya sekadar mengenai aspek teknis ekonomi, tetapi juga soal bagaimana sistem global ini memperlakukan kewajiban pajak sebagai bagian dari hubungan sosial-ekonomi yang lebih besar, di mana negara-negara dengan kekuasaan fiskal yang lebih lemah sering kali terpinggirkan.

Mengapa menggunakan Genealogi Transfer Pricing: Sebuah Pendekatan Alternatif Berbasis Teori Konstruksionisme Sosial dan Hubungan Kekuasaan

Pendekatan genealogi terhadap fenomena Transfer Pricing (TP) atau harga transfer perusahaan yang berafiliasi memerlukan sebuah pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana fenomena tersebut berkembang dalam konteks sosial, ekonomi, dan politik. Meskipun banyak teori yang mengkaji TP dari perspektif ekonomi atau kebijakan pajak (seperti teori utilitarian, kebebasan, atau psikoanalisis), tulisan ini bertujuan untuk menggali asal-usul transfer pricing melalui pendekatan yang berbeda, dengan menggunakan teori konstruksionisme sosial dan hubungan kekuasaan. Dengan demikian, kita akan memandang TP bukan hanya sebagai alat teknis untuk efisiensi pajak, tetapi sebagai fenomena yang muncul dari interaksi sosial, kekuasaan, dan narasi yang dibangun oleh aktor-aktor ekonomi global.

Transfer Pricing dan Konstruksionisme Sosial

Konstruksionisme sosial berfokus pada pemahaman bahwa realitas sosial tidaklah diberikan secara objektif, melainkan dibangun dan diterima melalui interaksi sosial antara individu dan kelompok. Dalam konteks ini, transfer pricing dapat dilihat sebagai konstruksi sosial yang muncul dari cara dunia bisnis dan negara-negara membentuk aturan dan norma dalam kebijakan pajak internasional. Konstruksi harga transfer ini, pada dasarnya, adalah hasil dari konsensus yang dibentuk antara korporasi multinasional dan negara-negara yang terlibat dalam perdagangan internasional. Meskipun secara teknis TP dapat dilihat sebagai instrumen yang sah untuk menentukan harga jual antar perusahaan afiliasi, ia juga merupakan hasil dari konstruksi sosial yang berakar pada relasi kekuasaan di tingkat global.

Dari sudut pandang ini, transfer pricing muncul sebagai respons terhadap "realitas" yang diciptakan oleh pasar bebas dan globalisasi ekonomi, di mana perusahaan-perusahaan besar memiliki kekuatan untuk menetapkan aturan permainan yang menguntungkan bagi mereka. Dalam hal ini, praktik transfer pricing mencerminkan "narasi" yang diterima oleh banyak pihak, di mana perusahaan multinasional menjadi aktor dominan yang mengontrol arus modal dan perpajakan antar negara. Sementara itu, negara-negara berkembang, yang lebih lemah dalam mempengaruhi kebijakan global, seringkali harus menerima mekanisme ini karena adanya ketergantungan mereka pada investasi luar negeri.

Dengan demikian, genealogi transfer pricing dalam kerangka konstruksionisme sosial menunjukkan bahwa fenomena ini bukanlah sesuatu yang bersifat netral atau alami, melainkan sebuah konstruksi sosial yang tercipta dalam suatu proses interaksi antara korporasi, negara, dan lembaga internasional. Perusahaan-perusahaan besar menciptakan narasi tentang kebutuhan untuk menghindari pajak yang tinggi dengan memanfaatkan harga transfer sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini, transfer pricing bukan sekadar strategi ekonomi, melainkan bagian dari konstruksi sosial yang didasarkan pada pemahaman bersama bahwa penghindaran pajak adalah sesuatu yang sah, meskipun terkadang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan sosial dan redistribusi.

Transfer Pricing dan Hubungan Kekuasaan

Jika kita melihat transfer pricing dari perspektif teori hubungan kekuasaan, kita dapat memahami bahwa fenomena ini terkait erat dengan struktur kekuasaan dalam sistem ekonomi global. Michel Foucault dalam kajian tentang kekuasaan berpendapat bahwa kekuasaan bukan hanya terpusat pada negara atau individu tertentu, tetapi tersebar dalam berbagai lembaga sosial dan ekonomi. Transfer pricing, dalam hal ini, merupakan contoh konkret bagaimana kekuasaan tersebar melalui mekanisme ekonomi yang tampak teknis, namun sesungguhnya mencerminkan dominasi perusahaan-perusahaan besar dalam menentukan aturan-aturan pajak internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun