Bentuk Usaha Tetap (BUT) mewakili cara perusahaan asing beroperasi secara formal di Indonesia. Menurut Weber, etika Protestan yang mengedepankan kerja keras, rasionalitas, dan efisiensi, sejalan dengan upaya kapitalistik dalam pengembangan usaha di luar negeri melalui BUT. Semangat kapitalisme Weber menekankan akumulasi laba melalui usaha rasional dan investasi yang terorganisir, dan BUT menjadi sarana legal formal bagi entitas asing untuk terus menghasilkan laba di negara lain, seperti Indonesia. Prinsip panggilan hidup (calling) yang menganggap kerja sebagai manifestasi iman dan keselamatan dalam etika Protestan tercermin dalam pendekatan perusahaan asing yang melalui BUT dapat memperluas usaha mereka secara global, dengan tujuan efisiensi dan akumulasi laba terus-menerus.
Mengapa ada BUT dan hubungannya dengan Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme?
BUT diciptakan untuk mengatur perusahaan asing yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia secara legal dan sistematis. Dalam perspektif Weber, kapitalisme membutuhkan sistem legal yang stabil dan birokrasi yang teratur. Kapitalisme modern, seperti yang diuraikan Weber, berkembang di lingkungan yang mendorong efisiensi ekonomi dan rasionalitas melalui peraturan hukum, yang memungkinkan perusahaan untuk beroperasi dengan transparansi dan kepastian. BUT memungkinkan perusahaan asing untuk beroperasi sesuai kerangka hukum Indonesia, yang mencerminkan rational legal authority Weber, di mana aturan dan regulasi formal digunakan untuk mengatur aktivitas ekonomi global. Ini juga merupakan wujud dari semangat kapitalisme yang menuntut ekspansi dan rasionalisasi bisnis secara global.
Bagaimana Aspek Perpajakan BUT dan pengaruh Etika Protestan serta Semangat Kapitalisme
Menurut UU No.36 Tahun 2008 Pasal 2, Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Dalam sistem perpajakan Indonesia, bentuk usaha tetap (BUT) menempati kedudukan khusus karena disamping pemajakan atas BUT tersebut agak berbeda dibandingkan dengan pemajakan atas pemajakan atas wajib pajak pada umumnya, juga dalam kaitan dengan perpajakan (tax treaty), ada atau tidaknya suatu bentuk usaha tetap sangat menentukan dapat atau tidaknya suatu negara sumber mengenakan pajak atas Laba usaha yang diperoleh suatu perusahaan yang berkedudukan di luar negeri.
Dalam perpajakan, BUT dianggap sebagai subjek pajak yang sama dengan badan hukum lokal, dan keberadaan BUT menentukan hak negara sumber untuk mengenakan pajak atas laba yang diperoleh perusahaan asing. Ini mencerminkan prinsip rasionalitas ekonomi Weber, di mana negara menciptakan aturan yang memastikan semua pihak menjalankan kewajiban pajaknya secara adil. Etika Protestan yang menekankan efisiensi dan tanggung jawab moral dalam bisnis bisa dilihat dalam aspek perpajakan BUT. Perusahaan yang beroperasi melalui BUT diwajibkan mengikuti aturan perpajakan yang ada, dan seperti dalam kapitalisme Weberian, perpajakan menjadi bagian dari manajemen laba yang rasional dan legal. Pajak dianggap sebagai kontribusi penting bagi negara tempat mereka beroperasi, sesuai dengan konsep Weber tentang rational legal authority.
Secara umum, Max Weber membahas bagaimana etika Protestan, terutama aspek-aspek asketisisme dan kerja keras, berkontribusi pada pengembangan kapitalisme modern. Weber menganalisis pengaruh agama, khususnya Protestanisme, terhadap perilaku ekonomi dan bagaimana nilai-nilai religius ini memengaruhi perkembangan ekonomi kapitalistik.
- Tindakan Sosial dan Rasionalitas: Tindakan Sosial adalah tindakan individu yang mempertimbangkan dampaknya terhadap orang lain. Ada dua tipe tindakan sosial:
- Rasional: Di sini, tindakan terkait dengan tujuan yang jelas, dengan perhitungan efisiensi laba-rugi (L/R). Ada dua jenis rasionalitas: rasional instrumental (strategis) dan rasional nilai (berjuang untuk nilai tertentu seperti cinta, kewajiban, dan kepercayaan).
- Non Rasional: Tindakan ini didorong oleh kebiasaan, tradisi, dan pilihan pribadi yang tidak terkait langsung dengan tujuan rasional.
- Otoritas dan Karisma: Weber membedakan antara otoritas tradisional, yang berdasarkan adat istiadat dan kharisma (kemampuan luar biasa individu untuk mempesona dan menundukkan orang lain), dan otoritas modern, yang didasarkan pada rasionalitas, legalitas, dan birokrasi. Otoritas karismatik cenderung bersifat emosional dan temporer, sedangkan otoritas modern lebih impersonal dan berdasarkan aturan yang logis.
- Hubungan antara Ekonomi dan Agama: Weber mengidentifikasi beberapa hubungan antara agama dan ekonomi:
- Agama mempengaruhi ekonomi: Etika kerja yang dipengaruhi agama, seperti bisnis jujur dan etos kerja yang kuat.
- Ekonomi mempengaruhi perilaku agama: Contohnya, bagaimana kekayaan bisa memengaruhi intensitas spiritual seseorang.
- Komodifikasi agama: Agama menjadi komoditas, misalnya ketika agama digunakan untuk meraih keuntungan ekonomi.
- Etika Protestan dan Kapitalisme: Weber menyoroti bahwa etika Protestan, terutama ajaran tentang kerja keras, asketisisme, dan panggilan hidup (calling), berkontribusi pada semangat kapitalisme. Orang Protestan dianggap lebih produktif dan berorientasi pada industri dan bisnis dibandingkan dengan Katolik. Dalam pandangan Protestan, kerja dianggap sebagai panggilan dari Tuhan, dan sukses dalam kerja dianggap sebagai tanda keselamatan spiritual. Orang Protestan, menurut Weber, mengadopsi gaya hidup hemat dan efisien (asketisisme), yang membuat mereka terus menginvestasikan kembali kekayaan yang mereka peroleh alih-alih menggunakannya untuk kenikmatan pribadi.
- Semangat kapitalisme Weberian adalah pencarian laba terus-menerus secara rasional, di mana uang dan keuntungan dianggap sebagai tujuan akhir itu sendiri. Sikap ini tidak hanya mementingkan akumulasi kekayaan, tetapi juga penghindaran terhadap kesenangan yang berlebihan. Kapitalisme tidak lagi hanya dipandang sebagai cara mencapai kebahagiaan pribadi, tetapi sebagai "tujuan transenden" yang melampaui kebahagiaan individu.