Mohon tunggu...
Firda Zikiria
Firda Zikiria Mohon Tunggu... Mahasiswa - psik unisa yogyakarta

maba mahasiswa keperawatan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kontribusi Masyarakat dalam Penegakan anti Korupsi

25 Juli 2022   15:45 Diperbarui: 25 Juli 2022   15:52 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

TUGAS ARTIKEL KONTRIBUSI MASYARAKAT DALAM PENEGAKAN ANTI KORUPSI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN 

Dosen : Muhammad Salisul Khakim, S.IP., M.Sc. 

Disusun oleh : 1. 2110201128 Firda Zikiria 6. 2110201133 Nazwa Ratna Nuramalina 2. 2110201129 Bunga Dea Andrianti 7. 2110201134 AgnesHeka Putrianti 3. 2110201130 Rina Kurnia Dewi 8. 2110201135 Rafly Alayyubi 4. 2110201131 Puput Genti Rahmawati 9. 2110201136 syifa Ramadani Muchtar 5. 2110201132 Muhammad Lutfi Syaputra 10. 2110201137 Made Aria Kesuma 11. 2110201138 teniari alifatisa'diah 

PROGRAM S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA (UNISA) TAHUN 2021/2022 

A. ABSTRAK Pemberantasan korupsi sering kali menemui jalan buntu. Hal ini disebabkan korupsi tidak hanya terjadi dan terdapat di lingkungan birokrasi baik lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, tetapi telah berjangkit dan terjadi pada sektor wisata, usaha, dan lembaga penanganan masyarakat pada umumnya. Pada dasarnya pemberantasan korupsi di Indonesia bukan hanya merupakan persoalan dan penegakan hukum semata, tapi juga merupakan persoalan sosial dan psikologi sosial. Dalam pemberantasan korupsi, masyarakat memiliki peran sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, berperan sebagai pendukung efektifitas penegak hukum, sebagai pengguna teknologi dan sebagai sarana pembaharuan mantan pelaku korupsi. Melalui pelaksanaan peran tersebut secara aktif dan konsisten diharapkan eksistensi korupsi tidak ada lagi. 

Korupsi sering kali berasal dari dalam diri setiap individu, adanya sifat tamak atau rakus manusia. Sifat tamak terjadi ketika seseorang mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri dan tidak pernah merasa puas dengan kekayaan yang dipunya. Di sisi lain, moral yang kurang seringkali menjadikan seseorang mudah tergoda untuk melakukan korupsi dan tidak jarang godaan tersebut berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang memberi kesempatan untuk melakukan korupsi. 

Artikel ini bertujuan untuk mengkaji peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam metode penelitian ini kami menggunakan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Di penelitian kualitatif kami menggunakan studi literatur yang berasal dari jurnal dan dalam penelitian kuantitatif kami menggunakan jawaban kuesioner yang telah dibagikan kepada masyarakat. Kata kunci: korupsi, penegakan korupsi, pemberantasan korupsi. 

B. PENDAHULUAN kontribusi masyarakat dalam penegakan anti korupsi dikehidupan bernegara Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Pasal 41 ayat (5) dan Pasal 42 ayat (5) menegaskan bahwa tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peran serta masyarakat tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan hak dan tanggungjawab masyarakat dalam penyelenggaraan negara yang bersih dari tindak pidana korupsi. Di samping itu, dengan peran serta tersebut masyarakat akan lebih bergairah untuk melaksanakan kontrol sosial terhadap tindak pidana korupsi. Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi diwujudkan dalam bentuk antara lain mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi tentang tindak pidana korupsi dan hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam negara demokrasi yang memberikan hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tindakan diskriminatif mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai hak dan tanggungjawab masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, kebebasan menggunakan hak tersebut haruslah disertai dengan tanggungjawab untuk mengemukakan fakta dan kejadian yang sebenarnya dengan mentaati dan menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum serta hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan Pemerintah ini juga mengatur mengenai kewajiban pejabat yang berwenang atau Komisi untuk memberikan jawaban atau menolak memberikan isi informasi, saran atau pendapat dari setiap orang, Organisasi Masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat. Sebaliknya masyarakat berhak menyampaikan keluhan, saran atau kritik tentang upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang dianggap tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengalaman dalam kehidupan sehari-hari menunjukan bahwa keluhan, saran, atau kritik masyarakat tersebut sering tidak ditanggapi dengan baik dan benar oleh pejabat yang berwenang. Dengan demikian, dalam rangka mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, pejabat yang berwenang atau Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi diwajibkan untuk memberikan jawaban atau keterangan sesuai dengan tugas fungsinya masing-masing. Kewajiban tersebut diimbangi pula dengan kesempatan pejabat yang berwenang atau Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi menggunakan hak jawab informasi yang tidak benar dari masyarakat. Disamping itu untuk memberi informasi yang tinggi kepada masyarakat, maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pula pemberian penghargaan kepada masyarakat yang berjasa terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana korupsi berupa piagam dan atau premi. 

C. PEMBAHASAN Korupsi adalah perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara,demikian menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam KamusHukum Tahun 1969. 1Pengertiansecara yuridis, baik dalam arti maupun jenisnya telah dirumuskan di dalam UU No 3 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan undang-undang sebelumnya,yaitu UU No 3 Tahun 1971. Dalam pengertian yuridis,pengertian korupsi tidak hanya terbatas pada perbuatan yang memenuhi rumusan delik dapatmerugikan keuangan negara,tetapi meliputi juga perbuatan-perbuatan yang memenuhi rumusan delik, yang merugikan masyarakat atau orangperseorangan.

Perbuatan tersebut merupakan suatu penyakit yang kerap terjadi terutama pada negara berkembang seperti Indonesia, dimana perkembangan korupsi di Indonesia dinilai oleh beberapa pakar sudah sangat memprihatinkan. Bahkan secara agak berlebihan M.Abdul Kholik,AF. mengatakan, bagi bangsa Indonesia, seperti telah ditakdirkan sebagai problema yang seakan tidak pernah habis untuk dibahas 2. Dikatakan berlebihan karena pada hakikatnya korupsi bukan sebuah takdir tapi sebagai penyakit, dan sebagai penyakit tentulah ada obatnya sekalipun memerlukan suatu proses yang panjang. 

Sebagai suatu penyakit korupsi pada hakikatnya tidak saja membahayakan keuangan negara, Frans Magnis Suseno menjelaskan bahwa praktik korupsi di Indonesia telah sampai pada yang paling membahayakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 3 Pelaku tidak seperti halnya penjahat konvensional yang melakukan aksinya secara biasa yaitu dengan kekerasan, tetapi aksinya dilakukan sangat rapi, tersembunyi, sistematis dan terorganisir, korupsi umumnya justru lebih merugikan daripada kejahatan konvensional, lebih berdampak luas terhadap korban yang banyak karena dilakukan oleh orang-orang pintar, mempunyai kedudukan dan peranan penting dalam tatanan sosial masyarakat, yang justru menyalahgunakan kelebihan mereka itu. Sehingga korupsi tergolong kejahatan kerah putih atau white collar crime, dimana sebagai salah satu musuh utama Bangsa Indonesia selain kejahatan narkotika,terorisme. KONTRIBUSI MASYARAKAT DALAM PENEGAKAN ANTI KORUPSI DI KEHIDUPAN BERMASYARAKAT Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Pasal 41 ayat (5) dan Pasal 42 ayat (5) menegaskan bahwa tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peran serta masyarakat tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan hak dan tanggungjawab masyarakat dalam penyelenggaraan negara yang bersih dari tindak pidana korupsi. 

Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi diwujudkan dalam bentuk antara lain mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi tentang tindak pidana korupsi dan hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. masyarakat berhak menyampaikan keluhan, saran atau kritik tentang upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang dianggap tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengalaman dalam kehidupan sehari-hari menunjukan bahwa keluhan, saran, atau kritik masyarakat tersebut sering tidak ditanggapi dengan baik dan benar oleh pejabat yang berwenang. Dengan demikian, dalam rangka mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, pejabat yang berwenang atau Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi diwajibkan untuk memberikan jawaban atau keterangan sesuai dengan tugas fungsinya masing-masing. Kewajiban tersebut diimbangi pula dengan kesempatan pejabat yang berwenang atau Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi menggunakan hak jawab informasi yang tidak benar dari masyarakat. 

Di samping itu untuk memberi informasi yang tinggi kepada masyarakat, maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pula pemberian penghargaan kepada masyarakat yang berjasa terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana korupsi berupa piagam dan atau premi. Untuk menanamkan sifat antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari dengan disiplin, selalu jujur dalam perkataan atau perbuatan, dan bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan apa pun. Tidak berbohong sampai kapan pun baik di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun sekolah. Cara - Cara untuk menanamkan anti korupsi di diri kita sejak dini dengan cara : 

1. Penanaman kejujuran sejak dini. 

2. Kedisiplinan dan taat pada hukum yang berlaku. 

3. Hidup sederhana, dan selalu bersyukur. 

D. METODE PENELITIAN Sumber Data Purhantara (2010) menjelaskan bahwa sumber data pada penelitian merupakan faktor yang sangat penting karena sumber data akan memberikan pengaruh terhadap kualitas dari hasil penelitian. Berdasarkan jenis sumber data yang diperoleh penulis, terdapat dua jenis sumber data yang digunakan, yaitu data primer berupa hasil observasi penulis terhadap keadaan lingkungan masyarakat dan data sekunder berupa informasi mengenai obyek penelitian yang bersifat publik serta melalui studi kepustakaan. Analisis Data Analisis data kualitatif yang digunakan adalah analisis data di lapangan dengan model Miles dan Huberman yang mana model ini, dalam Sugiyono (2016, p. 246), memiliki empat tahapan. 1) Tahapan tersebut yang pertama adalah pengumpulan data yang dilakukan penulis melalui teknik pengumpulan data secara kualitatif meliputi observasi dan studi kepustakaan. 2) Tahapan kedua yaitu reduksi data dimana penulis merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal yang penting untuk dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu atau tidak relevan dengan topik yang dibahas. 3) Tahapan ketiga yaitu penyajian data berupa deskripsi hasil pengolahan data. 4) Serta yang terakhir yaitu kesimpulan dan verifikasi dimana penulis menarik kesimpulan yang masih bersifat sementara dan dapat berubah apabila setelah kembali ke lapangan didapatkan bukti-bukti yang valid dan konsisten sehingga kesimpulan yang ada merupakan kesimpulan yang kredibel. Adapun teknik analisis ini dapat ditunjukan melalui Figure 1. 

E. HASIL PENELITIAN Masyarakat sipil memiliki peran kunci dalam memerangi korupsi. Masyarakat sipil, pada akhirnya, adalah pihak yang paling terkena dampak korupsi. Oleh sebab itu, masyarakat memiliki kepentingan yang besar berkenaan dengan pemberantasan korupsi. Adapun peran Masyarakat dalam pemberantasan korupsi dapat dijelaskan sebagai berikut: Masyarakat sebagai Pemegang Kedaulatan Tertinggi Konstitusi negara Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa, kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat dan wajib dijalankan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. 

Kedaulatan adalah suatu konsep mengenai kekuasaan tertinggi (Jimly Asshiddiqie, 1994: 22). Jean Jacques Rousseau dalam Salam (2012) juga mengemukakan pendapat yang sejalan dengan Undang-Undang, yaitu bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat, yang diserahkan kepada Pemerintah itu hanyalah kekuasaan untuk menjalankan kedaulatan rakyat. Dalam konteks negara demokrasi, kita mengetahui bahwa kekuasaan pemerintah itu diberikan oleh rakyat kepada seseorang lewat pemilihan umum. Oleh sebab itu, baik atau buruknya pemerintah yang berkuasa sangat bergantung pada masyarakat itu sendiri. Termasuk dalam hal eksistensi korupsi di Indonesia juga ditentukan oleh masyarakat yang memilih pejabat-pejabat negara. Akan menjadi sangat aneh dan tidak konsisten apabila masyarakat menginginkanpunahnya korupsi, namun tidak ikut serta dalam pemilihan umum. Sehingga pada akhirnya, pemimpin yang lahir tidak sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat. Selain itu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga memperbolehkan mantan terpidana kasus korupsi untuk kembali menyalonkan diri sebagai pejabat negara. Hal ini menandakan bahwa ada tidaknya peluang korupsi oleh pejabat negara sangat ditentukan oleh masyarakat. 

Tanpa mengesampingkan peluang betobatnya koruptor, masyarakat perlu mempertimbangkan dengan serius mengenai terpilihnya kembali mantan koruptor menjadi pejabat negara. Hal ini mengingat kepercayaan yang diberikan masyarakat justru dihancurkan dan tanpa ada rasa malu justru meminta kembali kepercayaan tersebut. 

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kekayaan negara yang dikorupsi belum tentu telah seutuhnya dikembalikan. Belum uji lagi kerugian non materil yang ditimbulkan atas korupsi yang dilakukan ketika itu, seperti melambatnya pengentasan kemiskinan serta pembiayaan negara lainnya yang tertunda. Masyarakat sebagai Pencegah Selama ini, pendekatan pemberantasan korupsi yang dijalankan pemerintah Indonesia, lebih cenderung ke arah represif. Hal ini juga merupakan paradigma yang berkembang di masyarakat, bahwa pendekatan tersebut dinilai sebagai upaya yang efektif untuk menimbulkan efek jera. 

Namun faktanya, praktik korupsi masih terjadi secara massif dan sistematis, baik eksekutif, legislatif, yudikatif, BUMN atau BUMD maupun dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara lainnya. Oleh sebab itu, diperlukan strategi preventif secara komprehensif oleh seluruh lapisan masyarakat, diantaranya strategi edukatif. Strategi edukatif adalah upaya pemberantasan korupsi dengan mendorong masyarakat untuk berperan serta memerangi korupsi sesuai dengan kapasitas dan kewenangan masing-masing. Masyarakat perlu proaktif menanamkan nilai-nilai kejujuran serta kebencian terhadap korupsi melalui pesan-pesan moral serta pendidikan etika mulai dari tingkat sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi sedini mungkin sehingga budaya korupsi yang tumbuh dan berkembang menjadi sebuah budaya yang buruk di mayarakat diharapkan dapat berkurang dan melahirkan generasi penerus bangsa dengan integritas yang tinggi dan jiwa anti korupsi. Secara lebih konkret dapat dilakukan dengan pertama-tama mengenalkan dan memberikan pengertian untuk tidak melakukan perilaku koruptif dalam keseharian, yaitu dengan misalnya datang dan pulang sekolah tepat waktu, tidak menyontek, serta disiplin. 

Tindakan pencegahan akan mempunyai dampak positif terhadap proses pemberantasan korupsi, seperti yang telah disampaikan oleh Pradiptyo (2009) dalam Alfaqi dan Habibi (2017) bahwa pencegahan dan tindakan preventif akan lebih bermanfaat dalam mengatasi permasalahan korupsi daripada dengan melakukan tindakan sanksi hukum yang tinggi.Masyarakat dalam Co-Government Peningkatan kemampuan masyarakat agar menjadi aktif sangat diperlukan. Selama ini, selalu tersedia anggaran untuk investasi dalam bidang human capital dan physical infrastructures, namun penyediaan peraturan perundang-undangan dan anggaran pemerintah yang secara rutin mendukung kegiatan kelompok dalam masyarakat (social capital) untuk memerangi korupsi tidak dianggap prioritas dan justru dianggap berbahaya. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Sujatmiko (2002) yang menyatakan bahwa dibutuhkan keadaan di mana sebagian dari masyarakat (infrastruktur) atau civil society organizations baik di pusat dan daerah didukung dengan peraturan dan anggaran serta terintegrasikan secara komprehensif dan permanen dengan negara (suprastruktur) dalam menjalankan pemerintah. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas mekanisme checks and balances pada suprastruktur (oleh legislatif dan yudikatif terhadap eksekutif). 

Mekanisme ini dapat disebut co-government dan dalam bidang pembangunan maka upaya sinergi ini disebut co-production dimana pemerintah bekerja sama (complementary) dengan swasta dalam menghasilkan produk atau jasa. Sebenarnya dukungan peraturan dan anggaran untuk kelompok masyarakat ini dapat merupakan investasi untuk membuat “alarm” yang mencegah bencana korupsi. Lembaga yang perlu diprioritaskan adalah lembaga pengawas eksekutif, parlemen, pemantau yudikatif, transparansi anggaran, anti korupsi, pengawas kekayaan, dan pemantauan hak asasi manusia. Melalui penggunaan pola seperti ini, setiap tindakan penyelenggara negara yang berpotensi korupsi dapat dipantau secara terus-menerus oleh jaringan lokal, nasional, dan global dari co-government tersebut. 

Kegiatan ini menghasilkan semacam hypercontrol yang memang sepadan untuk mengatasi hypercorruption. Tingginya partisipasi masyarakat menjadi lebih berpengaruh jika dikembangkan jaringan dengan masyarakat global terutama lembaga yang mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah korupsi.Masyarakat Sebagai Pendukung Efektivitas Penegakan Hukum Efektivitas penegakan hukum dalam korupsi bukan hanya diciptakan oleh lembaga pemerintahan, seperti polisi, jaksa, hakim, advokat, dan KPK, melainkan juga masyarakat yang sangat berperan penting di dalamnya. 

Penegakan hukum memiliki unsur kepercayaan yang berasal dari masyarakat. Oleh sebab itu, kepercayaan yang membaik dan dukungan masyarakat dapat membuat penegakan hukum menjadi efektif. Institusi penegak hukum, agar mempunyai kualitas dan integritas yang baik, juga memerlukan dukungan dari sikap proaktif masyarakat. Masyarakat harus membiasakan diri mengurus segala sesuatu melalui birokrasi yang benar dan tidak mencari jalan pintas, masyarakat juga tidak perlu segan dan takut untuk menegur institusi penegak hukum. Korupsi akan hilang jika ada kerjasama antara masyarakat dan aparat penegak hukum yang mempunyai kualitas dan integritas yang tinggi. Di sisi lain, penegakan hukum yang efektif dapat mengurangi jumlah kejahatan yang terjadi. Dengan mengurangi korupsi, secara tidak langsung juga dapat mengurangi kejahatan yang lain. Adapun beberapa strategi pemberantasan korupsi yang dapat dilakukan masyarakat melalui dukungan terhadap efektivitas penegakan hukum dapat dijelaskan sebagai berikut: 

a) Mengenal korupsi lebih dekat Masyarakat perlu mengambil bagian untuk benar-benar mengenal segala sesuatu yang berkaitan dengan korupsi. Hal ini mengingat beberapa tindakan yang sebenarnya sederhana dan dekat dengan kita, seringkali juga termasuk ke dalam perbuatan yang koruptif. Sebagai contoh, apabila kita bekerja namun datang terlambat ataupun pulang lebih dahulu daripada jadwal yang seharusnya, maka tindakan demikian juga merupakan korupsi, yaitu dalam hal waktu bekerja. Hal ini jugalah yang menjadikan korupsi sukar untuk diberantas, yaitu karena kurangnya pemahaman dan perbuatan nyata yang sederhana terkait korupsi. 

b) Mengetahui hak dan kewajiban dalam hukum yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi Pengetahuan dan pemahaman dalam hukum merupakan hal yang penting untuk menjadi perhatian bersama. Hal ini mengingat banyaknya kasus pengungkapan korupsi yang justru menyerang balik pengungkap. Dalam hal ini seringkali terjadi pada fase atau tahap peradilan yang disebabkan kurangnya pemahaman terkait hak dan kewajiban dalam memberantas korupsi di mata hukum. Pada kasus lain juga didapati bahwa koruptor yang telah tertangkap kemudian dibebaskan oleh peradilan karena satu dan lain hal yang tidak diperhatikan oleh pengungkap korupsi sehingga menjadi suatu celah bagi koruptor membebaskan diri atau meringankan hukuman melalui hukum yang berlaku. 

c) Kerja sama dan komitmen Pemberantasan korupsi memerlukan kerja sama yang baik antar anggota masyarakat, baik dalam satu wilayah maupun antar wilayah. Masyarakat dalam suatu wilayah yang tingkat korupsinya kecil dapat membantu wilayah lain untuk memberantas korupsi. Misalnya dengan melakukan diskusi untuk bertukar pikiran sehingga juga dapat dimungkinkan dilakukannya adopsi metode memberantas korupsi. Komitmen yang kokoh juga sangat diperlukan. Hal ini untuk menjaga konsistensi perlawanan terhadap korupsi. Korupsi hendaknya tidak diberikan ruang atau kelonggaran sehingga melalui tekanan-tekanan dan konsistensi tersebut, diharapkan dapat meniadakan korupsi. 

F. PENUTUP Upaya memberantas korupsi adalah menghukum dengan berat pelaku korupsi. Upaya memberantas korupsi, sistem, lembaga-lembaga negara harus direformasi. Reformasi tersebut meliputi sistem, kelembagaan maupun pejabat publik. Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa karena melanggar hak sosial dan ekonomi masyarakat. 

Hasil penelitian yang kami lakukan memaparkan bahwa pandangan masyarakat mengenai penegakan Anti korupsi yang menyatakan bahwasannya masih banyak masyarakat yang kurang puas dengan dengan penanganan pemerintah dalam upaya penegakan korupsi di Indonesia. korupsi di Indonesia sulit untuk dibasmi, karena perbuatan korupsi dengan penggelapan uang yang dilakukan oleh wakil rakyat, masyarakat kehilangan respect terhadap wakil rakyat. Dan juga terdapat penyuapan yang dilakukan oleh koruptor terhadap KPK,merupakan tindakan tidak terpuji yang mengubah pandangan masyarakat terkait KPK yang tidak bertanggung jawab

 G. DAFTAR PUSTAKA 

Sumber : PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOLAAN KEUANGAN DANA DESA, STUDI DI DESA CAU BELAYU, KECAMATAN MARGA, KABUPATEN TABANAN, PROPINSI BALI I Made Walesa Putra I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti I Putu Rasmadi Arsha Putra Universitas Udayana jurnal ilmiah magister kenotariatan 2017-2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun