Masalah sampah masih menjadi PR bagi pemerintah sampai saat ini. Karena dengan berlangsungnya kehidupan manusia maka sampah yang dihasilkan pun akan terus bertambah, karena sudah menjadi konsekuensi dimana terdapat aktivitas masyarakat, maka disana pula sampah dihasilkan. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi, produktivitas masyarakat memiliki peranan sangat besar terkait permasalahan sampah ini. Setiap aktivitas pembuatan produk akan menghasilkan sampah. Kebayang kan berapa banyak aktivitas penggunaan produk dalam sehari, yang artinya produksi sampah pun terus bertambah setiap harinya.
Hal ini tentu saja menjadi perhatian bagi pemerintah di perkotaan maupun pedesaan, contohnya saja Kota Bandung sebagai salah satu kota metropolitan dan ibu kota dari provinsi Jawa Barat, saat ini memiliki produktivitas sampah yang cukup tinggi. Dengan penduduk sekitar 2,7 juta jiwa, sampah yang dihasilkan dalam sehari bisa mencapai 1.500 -- 1.600 ton dalam hitungan hari. Tentu kondisi ini juga menjadi alarm bagi pemerintah, karena jika produktivitas sampah yang meningkat tadi tidak diimbangi dengan pengetahuan masyarakat tentang cara pengolahan sampah, semakin hari sampah di Bandung akan semakin bertambah.
Maka dari itu, hari Minggu 19 November 2017 kemarin, pemerintah melalui Balai Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) melaksanakan sebuah kegiatan di Car Free Day Dago Bandung dalam hal memperkenalkan kepada masyarakat bahwa lingkungan bersih dan sehat merupakan hak setiap masyarakat. Dan untuk menciptakan lingkungan tersebut, dibutuhkan juga peran masyarakat dalam pencapaiannya.
Acara ini dimulai dari pukul 06.00 sampai dengan pukul 10.00 pagi dengan berbagai rangkaian acara menarik yang dibuka oleh senam Aerobik bersama masyarakat dan Balitbang PUPR. Selain senam Aerobik yang seru, disediakan juga photobooth bagi masyarakat yang ingin mengabadikan momen bersama Balitbangpupr. Dan di acara intinya, dilaksanakan juga diskusi terkait pengolahan sampah dalam meminimalisir banjir serta program - program menuju pengembangan kota hijau.
![balitbang-2-5a275593756db5222d192ef2.jpeg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/06/balitbang-2-5a275593756db5222d192ef2.jpeg?t=o&v=770)
Oleh sebab itu Balitbang PU melalui jajarannya yang bernama PUSKIM (Puslitbang Peumahan dan Pemukiman) tersebut mengajak setiap penduduk  khususnya lapisan rumah tangga untuk lebih mengenal sampah bukan sebagai musuh yang mesti dibuang dan dimusnahkan tapi sebagai sesuatu yang dapat menciptakan nilai ekonomis yang tinggi.
Hal ini tentunya harus berawal dari kesadaran masyarakat akan sampah yang harus diubah, jika masyarakat menganggap sampah adalah sesuatu yang memiliki nilai ekonomis, maka pemilahan sampah dapat berjalan dengan lancar. Karena proses memilah  inilah yang menjadi kunci dasar dalam pengolahan sampah.
Pemanfaatan sampah ini bisa dilakukan mulai dari bagian paling bawah yaitu rumah tangga, diharapkan dengan adanya kegiatan tersebut dapat menunjang sosialisasi terhadap masyarakat terkait pemberdayaan 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle) yang dimana dapat mengajarkan masyarakat dalam memilah sampah organic dan anorganik untuk diolah kembali menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomis.
Untuk sampah organik, selanjutnya dapat diolah kembali menjadi pupuk kompos yang dimana pemanfaatannya bisa dipakai oleh bidang pertanian atupun pemanfaatan di rumah masing -- masing. Tentu saja hal ini akan menjadi nilai tambah bagi perekonomian masyarakat.
Sosialisasi sampah terhadap masyarakat ini telah terintegrasi oleh pemerintah, dimana dalam sosialisasi ini sampah plastik yang dianggap tidak dapat digunakan kembali dan merupakan sampah yang abadi, dapat diolah dan dimanfaatkan menjadi minyak,aspal, dan bahan lainnya yang tentu saja memiliki nilai ekonomis cukup tinggi.
Di acara ini juga diperkenalkan beberapa program pengolahan limbah sampah menjadi yang bernilai ekonomis, seperti contohnya teknologi campuran beraspal menggunakan limbah plastik yang dimana komponen utama dari teknologi ini yaitu pemanfaatan limbah plastik (kresek ) hitam yang dianggap sulit diolah dan hanya dapat hancur dalam ratusan tahun.
![balitbang-3-5a27559bc2751d57201c1512.jpeg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/06/balitbang-3-5a27559bc2751d57201c1512.jpeg?t=o&v=770)
Dari latar belakang tersebut maka dengan adanya teknologi campuran beraspal menggunakan limbah plastik ini diharapkan dapat mendukung dalam pengolahan limbah plastik dan mengurangi banyaknya limbah plastik yang belum terolah dalam rangka mendukung aksi nasional pengendalian sampah di laut.
Program selanjutnya adalah teknologi rumah RISHA. Menurut yang disampaikan Bapak Arief kemarin, rumah RISHA ini sudah banyak dibangun di Indonesia. Sebagian besar pembangunannya berada di pulau Kalimantan dan Aceh yang dimana telah diterapkan sebanyak kurang lebih 10.000 unit pasca Tsunami tahun 2004 silam, dan saat ini kota Bandung sudah mulai memanfaatkannya juga dengan adanya workshop pembangunan rumah RISHA di daerah Cileunyi, Bandung Timur.
Rumah Risha ini merupakan rumah layak huni dan terjangkau yang dapat dibangun secara bertahap berdasarkan modul, dengan waktu yang diperlukan dalam proses pembangunan setiap modul adalah 24 jam oleh tiga pekerja. Karena ukuran komponen mengacu pada ukuran modular maka komponennya memiliki sifat fleksibel dan efisien dalam konsumsi bahan bangunan.
 Keunggulan pembangunan rumah RISHA ini :
- Lebih cepat, karena pembangunannya dapat dilakukan dalam 3 hari.
- Lebih Murah, karena komponen bahan bangunan yang fleksibel dan dapat disesuaikan dengan modul  sehingga budget pembangunannya pun lebih murah dibanding rumah konvensional.
- Lebih Ramah Lingkungan, karena menggunakan bahan dan komponen berdasarkan modul.
- Lebih tahan gempa, hal ini telah dibuktikan dengan diterapkannya rumah RISHA di Aceh yang dimana potensi terhadap gempa cukup besar.
- Movable, karena pembangunan rumah RISHA dapat dibongkar pasang dan berpindah -- pindah.
Keunggulan lainnya dari rumah RISHA ini yaitu tahan lama, karena rumah RISHA dapat terus digunakan hingga 50 tahun jika dalam kondisi sering bongkar pasang atau penghuni rumah berpindah -- pindah tempat. Sedangkan jika dari awal pembangunan tidak dilakukan bongkar pasang, maka ketahanannya pun akan semakin lama juga.
Program Balitbang PU ketiga adalah penyedia Fasilitas Pejalan Kaki menuju Kota Hijau, yang dilakukan oleh bagian PUSJATAN (Puslitbang Jalan dan Jembatan). Menurut Ibu Nathalia Tanan selaku Perwakilan dari Puslitbang PUSJATAN, program penyediaan fasilitas pejalan kaki ini sangat erat hubungannya dengan program P2KH (Program Pengembangan Kota Hijau) Â yang diusung oleh Balitbang PU sejak tahun 2011 lalu, karena dengan bertambahnya penduduk dari waktu ke waktu maka fasilitas seperti kendaraan bermotornya pun akan ikut bertambah. Maka dari itu dengan diadakannya program penyedia fasilitas pejalan kaki ini diharapkan dapat menambah semangat masyarakat untuk mau berjalan kaki mengurangi pencemaran dan polusi udara karena berkurangnya pengguna kendaraan bermotor, dan mengurangi kemacetan.
![balitbang-4-5a275593fcf68118832f6092.jpeg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/06/balitbang-4-5a275593fcf68118832f6092.jpeg?t=o&v=770)
Dengan alasan tersebut, Puslitbang PUSJATAN merasa memiliki tanggung jawab untuk menyediakan dan menyiapkan infrastruktur atau fasilitas bagi pejalan kaki. Ibu Nathalia Tanan juga berharap dapat bekerja sama dengan Pemkot dan Pemda masing -- masing daerah untuk dapat ikut mendukung dalam program penyediaan fasilitas pejalan kaki ini. Karena Puslitbang PUSJATAN hanya berwenang dalam penyediaannya saja sedangkan untuk selanjutnya masih diperlukan komunikasi  yang komprehensif antara Balitbang PU dengan pemkot maupun Pemda yang bersangkutan. Sehingga akan tercipta suasana yang kondusif antara masyarakat dengan pemerintah.
Fasilitas Pejalan Kaki ini juga memiliki hubungan yang kuat dengan Walkability (kelayakan berjalan) karena merupakan dukungan keseluruhan untuk lingkungan pejalan kaki. Walkability memperhitungkan konektivitas jalur berjalan, kualitas fasilitas pejalan kaki, kondisi jalan, pola penggunaan lahan, dukungan masyarakat, dan keamanan dan kenyamanan untuk berjalan.
Setiap pejalan kaki pasti membutuhkan fasilitas yang baik. Apalagi saat ini pejalan kaki bagai dinomor duakan oleh para pengguna kendaraan bermotor, sehingga dibutuhkan kesadaran yang tinggi pula dari setiap masyarakat tentang pentingnya berjalan kaki.
Hal pertama yang harus ditingkatkan dalam peningkatan kesadaran masyarakat untuk berjalan kaki adalah daya tarik. Yaitu peningkatan infrastruktur bagi pejalan kaki agar dapat menarik hati dan minat masyarakat. Jika fasilitas yang disediakan sudah baik, maka kesadaran masyarakat pun akan berangsur -- angsur tumbuh. Tapi, hal ini tentu saja tidak lepas dari peranan Pemkot maupun Pemda setempat dalam hal sosialisasi dan penyediaan lahan hijau bagi masyarakat.
Hingga saat ini, sudah lebih dari 1000 kota yang mendaftarkan dalam P2KH. Artinya sudah lebih dari 1000 kota juga yang telah berkomitmen untuk menyediakan fasilitas dan lahan hijau di daerahnya masing -- masing untuk kemudian dilakukan peningkatan fasilitas pejalan kaki tersebut. Dan diharapkan dengan adanya peningkatan fasilitas pejalan kaki ini dalam beberapa tahun kedepan Indonesia dapat terbebas dari yang namanya kemacetan maupun polusi udara.
Semoga pemerintah selalu siap dalam mendengarkan aspirasi masyarakat dalam hal meningkatkan fasilitas umum dan kebersihannya demi tercapai lingkungan sehat dan bangsa yang kuat.
Terima Kasih,
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI