Sangat mulus dan sistematis bukan? Ya, memang dalam berbagai kejadian, upaya meruntuhkan demokrasi sering terlihat legal. Sebagaimana ditegaskan dalam buku How Democracies Die “ Langkah pemerintah menumbangkan demokrasi memang sering berkesan legal: disetujui parlemen atau dianggap konstitusional oleh mahkamah agung.” Fenomena ini jelas terjadi sekarang yaitu terlihat dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat hanya demi kepentingan para elit politik.
Upaya penumbangan demokrasi ini, juga semakin terlihat dari data terkini hasil laporan The Economist Intellegence Unit atau EIU tentang peringkat indeks demokrasi tahun 2020. Dilansir dari suara.com (Jum’at, 05/02/21) “Indonesia menduduki peringkat ke-64 dunia dalam Indeks Demokrasi yang dirilis EIU dengan skor 6.3.” Peringkat ini sekaligus peringkat yang terendah dalam 14 tahun terakhir.
Dan jika kita melihat klasifikasi yang dibuat oleh EIU yaitu yang terbagi menjadi empat klasifikasi : demokrasi penuh, demokrasi cacat, rezim hibrida dan rezim otoriter. Maka, Indonesia termasuk kepada demokrasi cacat atau flawed democracy.
Selanjutnya, Joen Hoey selaku penulis laporan EIU menambahkan “Pandemi menegaskan bahwa banyak penguasa menjadi terbiasa mengecualikan public dari diskusi tentang masalah-masalah mendesak saat ini, dan menunjukan elit pemerintah, bukan partisipasi populer, telah menjadi norma.” Suara.com. Dari ucapannya memang sangat jelas bahwa hal itu benar adanya.
Sebagaimana yang terjadi di Indonesia; RUU yang digarap dengan sangat terburu-buru serta mengabaikan peran publik dalam proses penyusunannya. Dan presiden seolah-olah memberi tahu kita bahwa rakyat tak perlu gaduh soal hal-hal lain di luar pandemi.
Ini terlihat dimana-mana ketika bapak Jokowi berbicara pasti diakhiri dengan kalimat “Fokus kita hari ini adalah covid-19”. Seolah-olah semua kebijakan yang disahkannya tak mengandung relevansi ketika sedang pandemi, padahal semuanya jelas sangat berdampak. Seperti kasus korupsi bansos yang kini malah terbengkalai setelah kejadian Tes Wawasan Kebangsaan kemarin.
Ditambah lagi, upaya kinerja pemerintah dalam menangani covid-19 juga tak begitu maksimal dan banyak keterlambatan dalam pengambilan kebijakannya.
Namun, ternyata disamping menyingkirkan partisipasi politik, rezim saat ini juga sering melakukan pembungkaman kebebasan sipil. Hal ini terlihat dalam upaya represif yang dilakukan oleh aparat baik itu Polisi maupun TNI. Seperti ketika demo Omnibus Law lalu, banyak mahasiswa maupun masyarakat sipil yang mendapat tindakan represif dari para aparat.
Selain mendapat tindakan represif dari aparat, masyarakat juga kini terkena perbuatan represif dari para buzzer yang membingungkan dan menyesatkan, karena hanya membuat masyarakat yang lain merasa kebingungan. Sungguh, buzzer saat ini sangat meresahkan.
Selain dari buzzer, serangan media sosial pun kini gencar dilakukan. Seperti diretas sehingga tak bisa dibuka dalam beberapa menit bahkan jam. Baik itu, WhatsApp, Instagram maupun Twitter.
Kematian Demokrasi di Tangan Oligarki