Mohon tunggu...
Firdaus Al Faqi
Firdaus Al Faqi Mohon Tunggu... Penulis - SEO Content Writer

Suka nulis.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Grok AI Chatbot, Wujud Elon Musk dan Bentuk Ambisinya Jadi Superhuman

27 Agustus 2024   20:16 Diperbarui: 27 Agustus 2024   20:16 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Kalau ada satu orang di dunia ini yang terus berinovasi dan bikin semua orang geleng-geleng kepala, dia adalah Elon Musk. Setelah bikin mobil listrik, roket yang bisa bolak-balik ke luar angkasa, dan beli Twitter lalu mengubahnya jadi X, Musk nggak puas sampai di situ.

Dia kini punya mainan baru: Grok AI. Ini adalah bentuk dari keinginan Musk ketika diwawancarai Fox News bilang, "a maximum truth-seeking AI that tries to understand the nature of the universe." Bikin AI yang buat nyari kebenaran maksimal dan mengerti alam semesta, kurang lebih gitu yang saya pahami.

Kalau didenger kayak ambisius banget, tapi emang Elon begitu karena selalu pengen bikin sesuatu yang out of this world.Dan untuk mencapai itu, dia butuh asisten yang bukan sembarang asisten, dia butuh AI yang bisa mikir lebih cepat, lebih cerdas, dan kalau bisa nyeleneh--sesuai karakter pribadinya.

Di sinilah Grok muncul, AI yang katanya terinspirasi dari JARVIS-nya Iron Man dan The Hitchhiker's Guide to the Galaxy (buku yang paling sering dia bahas kalau ada yang nanya filosofi hidupnya).

Seberapa 'Pinter' Grok Ini?

Dari tes yang dirilis SiliconANGLE, Grok ini bukan main-main dalam hal performa. Dalam tes internal yang dilakukan oleh xAI, Grok-2---model terbaru mereka---mampu mengalahkan GPT-3.5 di beberapa benchmark, bahkan mendekati GPT-4 di beberapa aspek tertentu. Katanya juga, Grok ini bisa melakukan penalaran yang lebih baik, terutama dalam menyelesaikan masalah matematika yang kompleks dan menjawab pertanyaan berbasis dokumen.

Grok: Asisten Digital yang Punya Kepribadian Sendiri

Kalau kata Help Center resmi X.com, Grok bukan AI biasa yang cuma jawab "ya" atau "tidak".Grok ini punya kepribadian sendiri. Mereka merancangnya biar bisa jawabin semua pertanyaan, tapi ada humornya. 

Bayangin, kamu punya AI yang nggak cuma pinter, tapi juga lucu dan kadang agak rebel. Grok nggak sekadar jadi mesin pencari, tapi juga teman ngobrol yang seru, yang mungkin bakal kasih jawaban sambil ngebego-begoin kamu karena jawab hal sepele aja butuh Grok.

Kalau soal language model, saya nggak bisa jelasin karena begitu teknis dan biarin orang tech aja yang kebagian tugas ini. Tapi, kata beberapa pakar soal language modelnya, Grok bisa menebak kata atau simbol apa yang paling mungkin muncul selanjutnya dalam sebuah urutan teks.

Jadi, Grok nggak cuma asal jawab, tapi dia bener-bener ngerti konteks percakapan dan bisa kasih jawaban yang tepat dan relevan. Ini yang bikin Grok lebih terasa seperti JARVIS-nya Tony Stark daripada sekadar AI yang gerak sesuai prompt belaka.  

Wujud dari Elon Musk dan Bentuk Obsesi Menjadi Superhuman

Nah, kenapa sih Musk bikin Grok? Jawabannya simpel: dia pengen jadi superhuman.

Oke, mungkin nggak segila itu, tapi jelas Musk punya ambisi besar untuk menciptakan AI yang bisa membantu manusia melampaui batas-batasnya.

Lewat Grok, Musk ingin menciptakan asisten digital yang nggak cuma pintar, tapi juga punya kepribadian yang sekaligus bikin beda dengan AI lain.

Grok bisa jadi punya sisi "rebel" yang nggak selalu sesuai dengan norma atau etika yang ada.

Dan kalau kita bicara soal Musk, kita tahu dia bukan tipe orang yang suka main aman.

Jadi, kalau Grok ternyata jadi AI yang pinter tapi suka ngomong blak-blakan, ya nggak heran juga kalau produk buatannya sedikit banyak niru rebelnya dia.

Berpotensi Jadi "The Depressed Marvin"

Masalahnya, ambisi Musk ini bisa datengin risiko besar. Di satu sisi, Grok bisa jadi alat yang bikin kita semua lebih pintar dan lebih cepat dalam menghadapi tantangan.

 Tapi di sisi lain, kalau Grok terlalu pintar, bisa jadi kita sebagai penggunanya malah berakhir kayak Marvin dari The Hitchhiker's Guide to the Galaxy.

Marvin adalah robot yang kelewat pinter, tapi sifatnya sinis, pesimis, dan bahkan depresi. Kok bisa? Saking pinternya ini robot, dia jadi merasa semua hal di dunia ini terlalu remeh.

Bayangin, kalau dalam teori 'flow state' waktu tantangan depan mata itu terlalu rendah tapi pengetahuan dan kemampuannya tinggi, orang cenderung masuk ke 'boredom zone' atau zona yang bikin bosen.

Kalau terus semua tantangan jadi remeh buat pengguna Grok, maka masuk akal jika sering merasa depresi karena nggak tidak ada yang sulit lagi dan merasa semuanya sudah terjawab atau bisa dikerjakan dengan mudah. 

Bahagia? Justru sebaliknya. Coba bayangkan, kamu menghadapi rutinitas yang sama setiap hari, pekerjaan yang begitu-begitu saja, tidak ada progress, tidak ada peningkatan, dan sudah mentok, apa yang akan dirasakan? 

Grok AI Chatbot, Bagian Penting dalam Misi Besar Elon Musk

Apakah Musk bakal berhasil menciptakan AI yang bener-bener bikin dirinya jadi superhuman, atau malah bikin kita semua super-meremehkan banyak hal? Hanya waktu yang bisa menjawab.

Satu hal yang pasti, apapun hasilnya, Grok bakal jadi bagian penting dari ambisi besar Musk. Apalagi jika suatu saat, manusia yang nggak pernah libur kerja ini telah jadi penakluk Mars dengan metode pesta nuklirnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun