Alih alih ingin meminimalisasi kepanikan yang timbul di masyarakat, pemerintah justru mengeluarkan informasi-informasi yang diragukan keakuratannya. Ketika masyarakat menemukan kejanggalan dalam informasi yang disampaikan oleh pemerintah, maka timbul kepanikan masyarakat tentang keadaan krisis yang sebenar-benarnya.
Komunikasi krisis pemerintah baik sebelum atau sesudah Indonesia mengalami pandemi sangat jarang menampilkan ekspresi dengan nada yang empatik. Pernyataan pernyataan pejabat negara seperti “Indonesia kebal Corona karena cuaca panas”, “Corona tidak diizinkan masuk ke Indonesia karena ijinnya berbelit-belit” menunjukkan bahwa pejabat publik kita berada dalam kondisi denial.
Penyangkalan yang mereka lakukan adalah dengan tidak menganggap serius masalah pandemi ini, termasuk menganggap remeh perasaan cemas dan panik yang sebetulnya sudah ada di masyarakat.
Namun, kepanikan yang diberitakan sebetulnya patut untuk dicerna kembali. Sejarawan bencana, Scott Gabriel Knowles dalam bukunya “The Disaster Experts” menunjukkan bahwa kepanikan masal-yang berulang kali kita lihat di film film ber-genre action , thriller , war jarang terjadi di masyarakat. Justru sebaliknya, keadaan krisis membuat masyarakat saling gotong royong membuat gerakan kolektif untuk membantu sesamanya. Pun juga tidak menutup kemungkinan untuk membantu makhluk hidup lain seperti yang sedang dilakukan oleh Taman Satwa Taru Jurug Surakarta dengan mengajak masyarakat untuk membantu manajemen agar dapat membeli pakan untuk hewan dengan membeli tiket seharga Rp 20.000 yang berlaku hingga akhir tahun ini.
Jadi, tunggu apa lagi? Siapa yang mau ke Jurug bareng aku hehee....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H