Mohon tunggu...
Firda Putri Astuti
Firda Putri Astuti Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Life-long learner

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat Rahasia untuk Bu Guru

19 November 2024   13:40 Diperbarui: 19 November 2024   16:13 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pergantian pelajaran telah tiba. Saatnya jam pelajaran bahasa Indonesia oleh Bu Yuli. Bel tanda masuk kelas semakin menambah rasa kawatirku. Bagaimana ini Tuhan? sebentar lagi Bu Yuli akan masuk dan mengajar kami. Hei, itu kan sudah kewajibannya sebagai guru seharusnya aku tidak boleh bersikap seperti ini. Aku harus lebih serius dan jangan sampai membuat Bu Yuli marah untuk kedua kalinya.

"Anak-anak, hari ini ibu tidak akan menjelaskan materi panjang lebar seperti kemarin. Bagaimana kalau kita bersenang-senang sedikit tetapi sambil belajar, setuju?"

"Kita akan melakukan apa bu hari ini?" David, ketua kelas yang duduk di bangku depan mewakili pertanyaan di benak anak-anak sekelas.

"Coba kalian tulis surat kepada ibu. Santai, jangan kaku. Tulis saja semua yang ingin kalian utarakan kepada ibu, anggap Bu Yuli seperti teman kalian di kelas ini. Ibu tunggu tulisan kalian sampai jam pelajaran kita selesai. Apa kalian bisa?"

"Bisa bu!" jawab sekelas serentak, beberapa anak bersemangat karena jam pelajaran ini mereka bisa bebas berbicara tanpa memperhatikan penjelasan bu guru, setenganya lagi terlihat malas-malasan bahkan memegang bolpoinnya saja lesu. Apakan ini kesempatan bagiku untuk mengatakan masalah kemarin lewat surat?

Setengah jam berlalu, tetapi lembaran kertasku masih kosong. Laila masih sibuk menulis, rapat sekali jarak antar tulisannya. Apa yang dia ceritakan kepada Bu Yuli ya? Aku ingin tahu. Ketika aku menjulurkan kepala, Laila langsung menyembunyikan suratnya, "Eits! Ini surat rahasia, dilarang mengintip!" Aih, pelit nian memang si Laila. Ini kan bukan ujian akhir. Baiklah, aku pasti juga bisa menuliskan sesuatu untuk Bu Yuli, ini adalah kesempatan terakhir untuk mengakhiri kesalahpahaman kami.

"Untuk Bu Yuli,

Bu Yuli, Rani sedih karena kemarin ibu memarahi Rani di hadapan teman-teman. Penghapus Rani jatuh terus tiba-tiba hilang. Rani lagi cari penghapus itu, bu, bukan bicara sama Laila, tapi ibu langsung menuduh Rani bicara sendiri. Rani juga minta maaf karena pura-pura nggak dengar sapaan ibu tadi pagi soalnya Rani takut."

Satu jam berlalu. Bel berbunyi, tanda jam pelajaran Bahasa Indonesia harus diakhiri. Setiap anak mengumpulkan masing-masing suratnya ke meja guru. Aku mengumpulkan surat paling terakhir setelah Laila, sebab ragu antara ingin menambahkan beberapa kalimat lagi atau sudah cukup seperti ini saja. Ah sudahlah, lagipula memang inilah yang ingin kuungkapkan kepada Bu Yuli.

"Rani, ibu minta tolong bantu ibu membawa surat teman-teman ke ruang guru ya, tangan ibu bawa banyak barang ini. Boleh kan?" Iya juga. Tangan kanannya menenteng tas laptop, tangan kiri membawa map biru dan merah berisi modul ajar berjilid-jilid. Pundaknya memikul ransel abu-abu. Lengkap sudah, bawaannya lebih pantas disebut persiapan menginap di hotel dibanding persiapan mengajar para murid.

"Ba-baik, bu." Aku masih saja tergagap bila berbicara langsung dengannya.

Kuletakkan tumpukan kertas itu di atas mejanya. Bu Yuli duduk sambil menyandarkan barang-barangnya di bawah meja. Ia menghela napasnya panjang seraya melepas sebentar kacamatanya. Terdengar terengah-engah mungkin karena saking beratnya barang-barang yang dipikulnya itu. Keringat membasahi pelipisnya, rambut hitam bergelombang yang selama ini kukagumi itu rasanya ingin aku rapikan pakai sisir Hello Kitty pink milikku.

Bagiku, Bu Yuli adalah guru terbaik yang ku kenal di sekolah ini, tapi mungkin Bu Yuli mengabaikan beberapa bagian saking banyaknya hal besar dan kecil yang harus ia kerjakan secara bersamaan. Hidup melekat bersama anak-anak tentunya ada banyak hal pribadi yang harus Bu Yuli simpan sendirian. Aku hanya seorang anak kelas 4 SD yang tidak tahu apapun tentang kehidupan orang dewasa, pasti terjadi sesuatu sehingga Bu Yuli tiba-tiba bersikap seperti kemarin. Aku menyesal telah menumpahkan kekesalanku di surat itu. Rasanya ingin mengambil lagi suratku, meremasnya lalu membuangnya ke tempat sampah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun