"Heh! Siapa kamu!" gagap si tuan rumah.
Willi berkelit ke belakang dan menodong leher dengan sajam kecil yang sudah ia siapkan sejak memasuki ruangan itu. Gerakan Willi yang secepat angin membuat tuan rumah kesulitan menebak langkah. Tengkuknya dipukul menggunakan tongkat golf yang bersandar di sebelah meja kabinet.
"Duduk, atau kupatahkan lehermu!"
Si tuan rumah awalnya mencoba melawan tapi besarnya ukuran tubuh dan efek pukulan malah membuatnya bergetar. Sambil diinterogasi, Willi mengikat kedua tangan tuan rumah ke sandaran kursi, mengikatnya dengan simpul mati rapat. Kakinya juga tak lupa diikatkan ke kaki-kaki kursi. Kalau berontak, stick golf tinggal melayang lagi menghiasi memar-memar di kepalanya. Dalam gertakan si maling, pria itu tak berdaya laiknya seorang tawanan. Usai beberapa menit, calon korban tampak pasrah.
"Apa pekerjaan bapak? Bagaimana kau bisa membeli barang-barang mewah dan buku-buku ini?"
"Saya pemimpin perusahaan. Saya bekerja keras mulai dari nol sampai pernah merugi. Sungguh!"
"Oke, kalau begitu apa anda membaca buku-buku ini?" Willi mengeluarkan 2 buku itu dari jaketnya.
"Tentu saja! Itu Saya beli ketika berjuang mendirikan perusahaan. Waktu Saya belum jadi pimpinan, Saya memperjuangkan  hak kaum pekerja. Membaca sajak dan cerita orang miskin itu membuat Saya terharu"
"Cih, orang gampang terharu kalau mendengar kisah orang melarat bahkan fasih membicarakannya. Kalau begitu apa bapak pernah menolong pengemis?"
"Hampir setiap pulang kantor kalau bertemu di lampu merah"
"Hmm bagus bagus. Ngomong-ngomong, orang berduit suka kasih sumbangan besar juga tapi dengan rasa bangga luar biasa memamerkan seolah telah melakukan perbuatan besar. Saya pikir itu jenis kesombongan yang menjijikkan. Jadi, Saya ingin bertanya lagi..."