Mohon tunggu...
Firda Putri Astuti
Firda Putri Astuti Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Life-long learner

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Maling Lantip

22 Mei 2024   23:49 Diperbarui: 22 Mei 2024   23:56 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Heh! Siapa kamu!" gagap si tuan rumah.

Willi berkelit ke belakang dan menodong leher dengan sajam kecil yang sudah ia siapkan sejak memasuki ruangan itu. Gerakan Willi yang secepat angin membuat tuan rumah kesulitan menebak langkah. Tengkuknya dipukul menggunakan tongkat golf yang bersandar di sebelah meja kabinet.

"Duduk, atau kupatahkan lehermu!"

Si tuan rumah awalnya mencoba melawan tapi besarnya ukuran tubuh dan efek pukulan malah membuatnya bergetar. Sambil diinterogasi, Willi mengikat kedua tangan tuan rumah ke sandaran kursi, mengikatnya dengan simpul mati rapat. Kakinya juga tak lupa diikatkan ke kaki-kaki kursi. Kalau berontak, stick golf tinggal melayang lagi menghiasi memar-memar di kepalanya. Dalam gertakan si maling, pria itu tak berdaya laiknya seorang tawanan. Usai beberapa menit, calon korban tampak pasrah.

"Apa pekerjaan bapak? Bagaimana kau bisa membeli barang-barang mewah dan buku-buku ini?"

"Saya pemimpin perusahaan. Saya bekerja keras mulai dari nol sampai pernah merugi. Sungguh!"

"Oke, kalau begitu apa anda membaca buku-buku ini?" Willi mengeluarkan 2 buku itu dari jaketnya.

"Tentu saja! Itu Saya beli ketika berjuang mendirikan perusahaan. Waktu Saya belum jadi pimpinan, Saya memperjuangkan  hak kaum pekerja. Membaca sajak dan cerita orang miskin itu membuat Saya terharu"

"Cih, orang gampang terharu kalau mendengar kisah orang melarat bahkan fasih membicarakannya. Kalau begitu apa bapak pernah menolong pengemis?"

"Hampir setiap pulang kantor kalau bertemu di lampu merah"

"Hmm bagus bagus. Ngomong-ngomong, orang berduit suka kasih sumbangan besar juga tapi dengan rasa bangga luar biasa memamerkan seolah telah melakukan perbuatan besar. Saya pikir itu jenis kesombongan yang menjijikkan. Jadi, Saya ingin bertanya lagi..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun