Mohon tunggu...
Firda Putri Astuti
Firda Putri Astuti Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Life-long learner

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Malam Minggu di Distrik Merah

15 Mei 2024   10:56 Diperbarui: 17 Mei 2024   19:46 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Suasana cafe di Amsterdam, Belanda. (Sumber: Pixabay/user32212)

Malam minggu merupakan sesuatu yang dibencinya ketika sedang bernaung di negeri orang. Demi membunuh waktu, Abraham ke luar apartemen semata-mata untuk meredakan penat di kepala. 

Matanya tiada henti melirik kepada setiap manusia yang berlalu lalang di bahu jalan. Mereka tampak sibuk sendiri. Irama musik pengamen jalanan dan keramaian tongkrongan anak muda menyerobot gendang telinganya dari segala sisi. 

Setengah jam kemudian, langkah kakinya mendekati sebuah kedai berdinding batu putih yang tidak begitu ramai.

Pria berkacamata itu termangu di suatu kedai kopi di perempatan jalan Damstraat, Amsterdam. Meski jaraknya sedikit jauh dari apartemennya di Koestraat ia sengaja singgah ke tempat itu demi menyantap pastry kesukaan sambil menghabiskan malam minggu dalam kesendirian. 

Kedai itu sederhana dengan interior bersahaja. Hanya dengan membayar empat euro ia bisa menyantap Appeltaart empuk yang menggoyang lidah ditambah Coffe Latte untuk melengkapi kehangatan di tengah suasana dingin yang menggigit. 

Melamun di kursi pojok adalah tempat terbaik menikmai Appletaart sendirian. Sesekali matanya melirik lampu tempel yang berjarak setengah meter di atas keningnya. Cahayanya temaram tak terhitung kali berkebit-kebit disapu angin lembab Amsterdam.

Begitu pesanannya tersaji di meja, lekas diseruputnya cangkir kopi itu dengan nikmat. Matanya beralih kepada irisan Appletaart. Lantas ia lesatkan garpu berpucuk potongan kecil Appletaart itu dan meresapi setiap detil manis lembutnya. Kerenyahan adonan pie berpadu dengan isian apel yang amat wangi. 

Selera makannya yang sempat redup telah bangkit sewaktu tangannya melambai kepada si pelayan untuk menyiapkan lagi kudapan cheesecake berlapis lelehan buah stroberi.

Sepiring Appletaart dan kelembutan cheesecake yang masih tertinggal di titik sensori lidahnya tak membuat Abraham betah menghabiskan waktu lebih lama di kedai itu. 

Terlebih dua sejoli di sebelahnya tengah memadu cinta bak sepasang angsa saling bercumbu mesra di puncak musim kawin. Tanpa mereka sadari, seorang pria tengah menahan rasa mual kala melihat mereka di mabuk asmara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun