Mohon tunggu...
Firda Puri Agustine
Firda Puri Agustine Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Write, Enjoy, and Smile ;)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Melongok Rumah Mantan Gubernur DKI Henk Ngantung sebelum Direnovasi

25 Februari 2014   18:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:29 2155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


[caption id="attachment_313908" align="aligncenter" width="300" caption="Kondisi atap sebelum renovasi "]

1393302667152546315
1393302667152546315
[/caption]

Yang menarik perhatian adalah lukisan-lukisan milik almarhum yang dibiarkan terpajang indah di sekeliling dinding ruangan. Saya bukan pecinta lukisan, juga tidak mengerti makna di baliknya. Hanya penikmat dan kagum dengan lukisan-lukisan tersebut.

"Pak Henk hobi sekali melukis. Semua karya dia. Bahkan, ada yang masih asli dan belum dipigura," ujar Eve sambil menunjukkan sebuah lukisan pemandangan.

Lalu, kami melangkah ke area dapur. Di sini pun tak jauh beda. Tempat pencucian piring sudah rusak dan tidak bisa digunakan lagi. Begitu juga kompor yang ketika ingin digunakan, harus memakai bantuan tang untuk memutar pemantik karena tutupnya sudah lepas. Keadaan dapur sendiri cukup bersih dengan perlengkapan sederhana.


[caption id="attachment_313910" align="aligncenter" width="300" caption="Salah satu bagian dapur"]

1393302742758065879
1393302742758065879
[/caption]

Satu-satunya area yang paling rapi dan bersih adalah kamar Eve sendiri.  Lumayan luas. Ada satu tempat tidur berukuran king bed dan TV merek Sharp 21 inchi. Di dekat pintu masuk, lemari jati berisi koleksi pakaian aneka warna dan model. Wanita kelahiran Manado, 12 Agustus 1939 itu mengaku semua pakaian dibeli dengan harga murah meriah.

"Kalau jaman dulu iya ada yang mahal. Kalau sekarang mah beli di PGC (Pusat Grosir Cililitan) aja. Cari yang murah-murah, Rp 15 ribuan," ujarnya.

Eve bercerita, pasca Henk meninggal, dia hanya bergantung hidup pada uang kiriman anaknya yang di Belanda sebesar Rp 1 juta - Rp 1,5 juta dan pensiunan sebesar Rp 830 ribu per bulan serta tunjangan pejabat Rp 1 juta dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Namun, tunjangan pejabat tersebut dihentikan pada 2004 sehingga hanya menerima Rp 830 ribu. Kehidupan dua anaknya yang lain bisa dibilang jauh dari mapan. Jadi, bisa dibayangkan, uang yang diterima hanya cukup memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tidak ada biaya untuk keperluan lain, apalagi merenovasi rumah yang begitu luas.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun