[caption id="attachment_313904" align="aligncenter" width="300" caption="Sebagian anjing yang menemani saya wawancara"]
Baiklah, saya perkenalkan wanita ini, Hetty Evlyn Mamesah. Janda dari HenkNgantung, Gubernur DKI Jakarta periode 1964-1965. Sejak kepergian suaminya pada 12 Desember 1991, Eve, begitu ia disapa, menjalani hidup seorang diri di rumah itu. Keempat anaknya sudah menikah. Dua anak perempuan masing-masing Maya Ngantung dan Jemiaty Ngantung tinggal di Belanda dan Manado mengikuti suami, satu anak laki-laki, Kamang Ngantung tinggal di Cipayung bersama mertua, dan satu anak laki-laki bungsu, Karnoputra Ngantung sudah meninggal dunia 11 tahun lalu.
"Ya, anjing-anjing ini yang menemani dan menjaga saya. Sudah seperti anak sendiri," ujar Eve yang waktu itu ditemani adiknya, Sylvia Mamesah, dan anak laki-lakinya, Kamang.
Rumah yang saya datangi ini sangat besar. Luasnya saja mencapai 2.400 meter persegi. Di sisi sebelah ruang utama, ada tiga bangunan terpisah bekas ruang tamu, kamar, dan kamar mandi. Terdapat area ruang terbuka yang mirip sekali dengan hutan. Di situ tumbuh berbagai jenis pohon. Dari mangga, jambu, rambutan, pisang, sawo, sirsak, sampai durian. Belum lagi suara gemericik air sungai yang berada tepat di belakang halaman. Ada sebuah meja yang atasnya ditutupi terpal plastik, juga beberapa kursi untuk bersantai. Benar-benar seperti suasana pedesaan.
"Rumah ini sudah berdiri sejak tahun 1970. Pak Henk dulu beli Rp 5 juta," katanya.
[caption id="attachment_313907" align="aligncenter" width="300" caption="Dari kiri - kanan : Eve Mamesah, Kamang Ngantung, dan Sylvia Mamesah"]
Namun, sayang seribu sayang. Kondisinya tidak terawat. Banyak daun berguguran yang tidak tersapu. Belum lagi tanaman-tanaman yang tidak tertata dengan baik. Sedikit mencerminkan kesan seram karena cukup sering ular dari sungai merangsek masuk halaman. Di area belakang halaman pun tidak berpagar dan dibiarkan menyatu dengan rumah tetangga yang letaknya lumayan jauh.
[caption id="attachment_313906" align="aligncenter" width="300" caption="Bagian teras depan "]
Kondisi lebih memprihatinkan lagi ketika masuk ke tiga bangunan di samping bangunan utama yang dulu digunakan sebagai kamar utama dan ruang tamu tempat jenazah HenkNgantung disemayamkan. Suasananya membuat bulu roma berdiri karena tidak ada pencahayaan sama sekali. Bagian atap juga benar-benar rusak dengan beberapa bagian menganga sampai langit pun terlihat. Ditambah isi ruangan yang sangat berantakan dengan tumpukan barang bekas dan kayu kikisan atap.
Masuk ke bangunan utama, ada dua set perabotan meja dan kursi yang bantalan busanya sudah sobek acak-acakan sehingga harus diganjal dengan bantal kecil lain. Untung saja terbuat dari kayu jati yang masih kokoh. Di dekat pintu samping ada sebuah TV 14 inchi merek Sanyo. Katanya, masih berfungsi baik.