Mohon tunggu...
Firda Puri Agustine
Firda Puri Agustine Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Write, Enjoy, and Smile ;)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Saya Gubernur DKI, Bukan PKI!"

24 Februari 2014   18:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:31 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_313730" align="aligncenter" width="300" caption="Henk Ngantung/dok. keluarga"][/caption]

HenkNgantung. Belum banyak yang tahu bahwa nama ini membawa jejak sejarah Jakarta masa lampau. Patung Selamat Datang di Jalan MH Thamrin hanya satu karya miliknya yang tak pernah diketahui. Masih ada Patung Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng, Taman Margasatwa Ragunan, air mancur depan Bank Indonesia, dan sejumlah karya seni lain yang seolah tak punya pencipta.

Terlahir dengan nama Hendrik Joel Hermanus Ngantung, dia lebih akrab disapa Henk. Ayahnya, Arnold Rori Ngantung adalah seorang anggota KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger), tentara kerajaan Hindia Belanda berpangkat fourier (bintara yang khusus memelihara kuda). Sementara ibunya, Maria Magdalena Ngantung Kalsun hanya ibu rumah tangga biasa.

Latar belakang pendidikan pria yang lahir di Bogor, 1 Maret 1927 itu tidak tinggi. Meski orangtuanya mendorong melanjutkan sekolah, Henk memilih jadi tukang gambar alias seniman. Henk pun tergolong religius. Dia rajin pergi ke gereja bersama keluarga dan taat menjalankan ibadah doa sehari-hari.

Saat usianya baru 15 tahun, ia sudah menggelar pameran lukisan. Ini atas dorongan E. Katoppo, guru sekaligus kepala sekolahnya. Hasil dari pameran dan menjual lukisan dari rumah ke rumah dipakai sebagai biaya merantau ke Bandung, kemudian Jakarta.

Henk menetap di Bandung selama tiga tahun pada 1940 dan menjadi satu-satunya murid Profesor Rudolf Wengkart, seorang akademikus dan portretist asal Wina, Austria. Dia lalu berkenalan pula dengan seniman asing seperti Prof Wolff Schoemaker, Luigi Nobili, dan Dake. Kecintaannya pun bertambah tidak hanya pada lukisan semata, juga barang antik.

Masih di Bandung, Henk bertemu dengan pelukis besar tanah air seperti Affandi, Basuki Abdullah, dan RM. Pirngadi. Dari situlah jejak seninya terus menanjak. Pria asli Manado ini kemudian hijrah ke Jakarta. Pada jaman pendudukan Jepang di Indonesia, dia pernah bekerja sebagai ilustrator surat kabar Yomiuri Shinbun. Lalu, pada masa revolusi, tergabung dalam Laskar KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi) serta aktif mengikuti jalannya perjanjian Linggarjati, Renville, Kaliurang, Negara Indonesia Timur, dan sebagainya.

Karier organisasi keseniannya bertambah panjang ketika Henk juga bergabung dalam kelompok Gelanggang pimpinan Chairil Anwar dan Masyarakat Seniman Jakarta Raya (MSJR). Ada juga organisasi LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang berorientasi komunis, dimana dia pernah dicurigai sebagai anggota.

"Dari LEKRA itulah Pak Henk dituduh sebagai PKI (Partai Komunis Indonesia), komunis. Padahal, tidak. Dia bukan anggota LEKRA," kata Hetty Evlyn Mamesah, janda mendiang HenkNgantung.

Kecintaan pada seni mempertemukan Henk dan Soekarno yang saat itu menjadi Presiden pertama Republik Indonesia. Merasa ada kecocokan minat dan selera, Bung Karno menunjuk Henk sebagai Wakil Gubernur DKI mendampingi Soemarno yang menjabat sebagai Gubernur DKI periode 29 Januari 1960 - 26 Agustus 1964.

Eve bertutur, saat Soemarno dilantik menjadi Menteri Dalam Negeri, Bung Karno lantas menunjuk Henk sebagai Gubernur DKI pada 27 Agustus 1964. Hubungan keduanya pun cukup akrab. Dimana ada Bung Karno, disitu pasti ada HenkNgantung.

"Setiap ada acara, Pak Henk pasti ada di dekat Bung Karno. Dia juga yang beberapa kali membuat naskah pidato," ujarnya.

Bung Karno pernah memberi pesan yang ditulis langsung oleh tangannya sendiri. Sebuah pesan untuk menjadi pemimpin Jakarta. Di secarik kertas putih itu tertulis, 'Sdr. HenkNgantung, kebahagiaan hidup karena tercukupi 5P, yakni perut, pakaian, perumahan, pergaulan, dan pengetahuan. Inilah kebutuhan absolut bagi rakyat,'.

[caption id="attachment_313731" align="aligncenter" width="300" caption="Tulisan tangan Bung Karno pada Henk Ngantung / dok. keluarga"]

1393215926429449242
1393215926429449242
[/caption]

"Beliau (Bung Karno) juga memberikan foto pribadi yang ditandatangani secara langsung untuk Pak Henk," kata Eve.

Jasa yang diberikan pada Jakarta tak bisa dianggap sebelah mata. Beberapa karya seni yang disebut dalam kalimat pembuka diatas adalah buatannya. Ditambah lagi logo DKI Jakarta dan logo Kostrad yang dipakai hingga kini. Semua karya orisinil HenkNgantung, dan itu bisa dibuktikan.

Namun, kedekatan hubungan antara keduanya ternyata tak cukup kuat melawan gempuran partai-partai yang mendesak pencopotan Henk karena dianggap sebagai komunis. Situasi politik di era itu juga sedang memanas akibat peralihan dari orde lama ke orde baru.

Pada 15 Juli 1965 di Wina, Austria, Henk mendapat telepon dari Sekretariat Negara mewakili Bung Karno. Telepon tersebut memberi kabar bahwa Henk diberhentikan secara hormat dari posisi Gubernur DKI Jakarta. Tanpa pembicaraan apapun sebelumnya, tanpa tanda dan firasat apapun. Kabar itu bak petir di siang bolong.

"Pak Henk saat itu juga langsung menelepon saya di Jakarta. Dia merasa sangat kaget. Pak Henk bertanya, 'apa salah saya?'. Itu sebulan atau dua bulan sebelum peristiwa G30S/PKI. Ya, sudah, kami hanya bisa pasrah dan menerima saja keputusan itu," ujar Eve.

[caption id="attachment_313732" align="aligncenter" width="300" caption="Alm. Henk Ngantung dan istri / dok. keluarga"]

13932160321237601798
13932160321237601798
[/caption]

Setelah kembali ke Jakarta, posisi Gubernur DKI Jakarta diambil alih kembali oleh Soemarno yang merangkap jabatan sebagai Menteri Dalam Negeri. Di beberapa berita serta literatur disebutkan bahwa Henk pernah ditahan karena keterlibatannya sebagai anggota PKI. Hal itu dibantah oleh sang istri.

"Pak Henk tidak pernah sekalipun ditahan. Yang justru pernah ditahan itu Pak Soemarno, 6 bulan kalau tidak salah. Dan, Bung Karno sendiri (yang ditahan)," katanya.

Eve lantas membeberkan bukti bahwa suaminya bukan anggota PKI. Nenek 8 cucu ini menunjukkan sertifikat penghargaan yang diberikan untuk HenkNgantung pada bulan Agustus 1965. Sertifikat ini ditandatangani langsung oleh Soeharto, yang kala itu menjabat sebagai pimpinan Kostrad.

"Soeharto meminta Pak Henk membuat lambang Kostrad yang dipakai sampai sekarang. Kalau Pak Henk komunis, tidak mungkin Soeharto memberikan sertifikat ini," ujarnya.

Bukti lain, lanjut Eve, bisa ditelisik dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Saat Henk menjabat sebagai gubernur, pimpinan PKI memintanya membubarkan HMI. Hal itu langsung ditolak mentah-mentah.

"Pak Henk bilang, bagaimanapun mereka (HMI) juga rakyat saya,  anak saya yang mesti dilindungi. Apa itu yang disebut komunis? Sampai pernah orang-orang HMI datang ke rumah saya membelikan TV, mereka baik sama kami," katanya.

"Pak Henk juga sempat mengungkapkan kesedihannya, kenapa partai-partai itu menyebut dirinya PKI. Dia bilang, 'saya ini betul-betul gubernur DKI, bukan gubernur PKI'," lanjut Eve.

Memang, politik di masa orde lama sampai masa peralihan orde baru sangat keras. Ada yang berambisi menggulingkan orde lama dengan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dan Gerakan 30 September 1965 PKI (G30S/PKI) dimana 9 jenderal tewas dibunuh. Soekarno dan orang-orang dekatnya memang harus 'habis'.

"Kita semua tahu siapa dalang yang sebenarnya kan?Soekarno disebut sebagai pahlawan nasional, sementara Soeharto?," kata Eve.

Pasca diberhentikan, kehidupan keluarga Henk diliputi ketakutan serta ancaman karena stigma komunis. Padahal, itu hanyalah fitnah. Sarat muatan politis. Selama hampir 15 tahun dari pencopotan, uang pensiunannya tidak pernah dibayar pemerintah lantaran hal tersebut. Praktis, Henk bergantung hidup dari hasil menjual lukisan.

Pada sebuah catatan yang ditunjukkan keluarganya kepada saya, Henk menulis : 'Setelah perjalanan yang begitu panjang dan menempati pelbagai kedudukan, tiba kembali di pangkal asal, yaitu : seorang pelukis biasa'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun