[caption id="attachment_349356" align="aligncenter" width="300" caption="Wartawan yang menunggu Jokowi saat masih berkantor di Balai Kota, Jakarta. /dok. istimewa"]
Cuma saya masih coba berpikir sedikit positif. Kejadian semalam, bisa jadi ada kesalahpahaman, atau miskomunikasi antara Jokowi, staf ahli, stah humas, dan paspampres. Bisa aja kan, Jokowi-nya sendiri memang belum fixed memutuskan agenda itu karena ada kata 'mungkin'. Tapi, kemudian ditafsirkan berbeda oleh orang-orang di sekelilingnya?.
Apapun, Jokowi yah begitu adanya. Bagi wartawan yang sudah 'biasa' dengan sikapnya saja, kejadian semalam mengecewakan. Apalagi, bagi wartawan yang baru mengenal dia lebih dekat. Kecewa-nya itu ditambah oleh lokasi yang jauh, kondisi tubuh yang sudah lelah, dan otak yang sudah kepengen istirahat. Saya paham betul rasanya.
Malah, katanya Syailendra, kawan Tempo, "Jokowi agak mengidap narsisme introvert, diam-diam narsis yang membahayakan,". Bisa jadi juga. Lho, buat apa mengumumkan nama menteri saja harus di Tanjung Priuk? Biar klop sama visi kemaritiman dia? Menurut saya, kok enggak pada tempatnya.
Saya jadi penasaran, siapa sih yang mengatur strategi pencitraan dia? Jangan-jangan Jokowi-nya sendiri memang mau mengumumkan di Istana Merdeka saja. Atau, memang dia sekarang dihinggapi sindrom seorang bintang? Kalaupun iya, semoga hanya sesaat.
Di sisi lain, sebagai seorang wartawan di era sekarang, rasanya belum lengkap kalau belum ikut berinteraksi dengan Jokowi. Kenapa? Karena dengan ikut meliput dia, jadi ujian tersendiri. Ya, uji ketahanan fisik, uji mental, uji hati pula. Mesti lari-lari, berdesak-desakan, rela kepala kena mikrofon, rela kesenggol tripod, ikhlas hape dicopet, sabar di PHP-in, dan segudang tantangan lain.
Justru, ketidaknyamanan itu akan memberi pelajaran, bahwa menjadi seorang wartawan tidak mudah. Wartawan yang bener-bener wartawan loh ya, bukan yang abal-abal. Enggak boleh cengeng, dan jangan berlarut-larut mengeluh. Wah, kalau enggak ada passion, bisa stres pasti.
Eh, mungkin juga Jokowi ingin 'mengospek' wartawan dengan sikap-sikap dia yang unpredictable. Cuma ya, jangan sadis-sadis banget-lah, Pak. Kalau mau anti mainstream, ngumumin kabinetnya kan bisa sambil lesehan di Istana Merdeka, atau di rumah makan favorit Bapak. Setidaknya, kalaupun keputusan harus diubah, mereka enggak sengsara-sengsara banget.
Kalau soal pengumuman menteri yang terkesan lambat, ya wajarlah. Jokowi enggak mau salah pilih orang. Cuma caranya aja yang menurut saya terlalu berlebihan. Nah, buat kawan-kawan yang masih bertugas 'mengawal Jokowi' dari dekat, saya kirim sepuluh jempol. Kalian luar biasa.. Saya tunggu video klip Sakitnya Tuh di Sini versi wartawan peliput Presiden..He-he.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H