Mohon tunggu...
Firda Puri Agustine
Firda Puri Agustine Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Write, Enjoy, and Smile ;)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Transjakarta vs Kopaja AC, Pengguna Jasa Jadi Korban

31 Oktober 2014   19:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:02 1665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14147336731640163550

Alhasil, mereka pun mencari cara menyiasati hal tersebut dengan ‘bandel’ pindah ke jalur non-busway. Terutama kalau sudah di kawasan Kuningan. Tapi, cara ini pun kerap jadi masalah karena bisa tiba-tiba diberhentikan oleh petugas yang mengaku dari Dishub DKI. Saya pernah mengalami sendiri hal itu.

Selintas yang saya dengar, petugas itu melarang Kopaja AC lewat jalur biasa sebelum jam 9 malam. Sementara, sopir berdalih agar setoran sesuai target. Macam simalakama saja kan.

Pernah juga, sopir Kopaja AC bentrok sama sopir Kopaja reguler karena dianggap ‘mengambil’ trayek di jalur biasa lantaran penumpang lebih memilih Kopaja ber-AC. Ada lagi, penumpang mendadak diturunkan di tengah jalan, disuruh ganti ke Kopaja yang di belakangnya. Belum lagi harus merasakan kebut-kebutan gara-gara sopir kejar setoran.

Pemprov DKI sendiri menginginkan agar masyarakat beralih menggunakan transportasi publik. Ujungnya biar mengurangi kemacetan yang sekarang makin parah. Tapi, dengan kondisi seperti ini, saya justru meyakini ke depan Jakarta akan lebih macet.

Ya, karena orang-orang yang dirugikan seperti saya, memilih pakai taksi atau bawa kendaraan pribadi. Lebih nyaman, dan enggak perlu berdebat untuk sesuatu yang seharusnya menjadi tanggung jawab pihak-pihak berkepentingan.

Saya melihat, baik Pemprov DKI, Transjakarta, dan Kopaja sama-sama mengurusi kepentingannya sendiri. Transjakarta enggak mau mikirin soal APTB atau Kopaja AC. Begitupun sebaliknya. Mereka sama-sama cari ‘aman’. Pengguna jasa ya disuruh pikirin nasibnya sendiri dan ‘dipaksa’ menerima kebijakan ngawur itu.

Untuk Pemprov DKI, terutama Ahok yang sekarang memimpin kota ini, perlu diingat bahwa transportasi di sini bukan hanya Transjakarta. Jadi, buatlah kebijakan yang mengakomodir kepentingan masyarakat. Bukan hanya untuk satu kepentingan, dan satu keinginan.

Jika benar Kopaja yang bermasalah enggak mau ikut sistem, ya kasih-lah tindakan tegas. Enggak perlu lagi ada Kopaja AC yang maunya numpang lewat di jalur busway tanpa berinvestasi. Toh, ini lebih adil. Pengguna jasa punya pilihan yang lebih masuk akal, sopir Kopaja bisa cari setoran lebih baik, dan pihak Transjakarta juga kan tidak merasa dirugikan.

Untuk pihak Transjakarta sendiri, saya rasa perlu lebih banyak melakukan edukasi buat karyawan, terutama yang bertugas dan berhadapan langsung dengan konsumen. Supaya enggak kelihatan bodoh dan mampu memberi pelayanan lebih baik.

Mungkin banyak orang yang apatis dan menganggap “Ya, sudahlah. Memang sistem di negara ini aneh. Terima saja. Toh, rakyat enggak bisa juga berbuat banyak,”. Betul. Saya pun enggak bisa memaksa agar pelayanan transportasi publik di Jakarta lebih baik. Tapi, fakta ini harus saya ungkapkan. Bahwa ada sesuatu yang salah dan tidak adil, itu harus disampaikan.

Syukur-syukur diperhatikan. Enggak pun, enggak masalah kok. Karena sejak hari itu, kini saya memilih pulang kantor naik taksi ke Gondangdia. Tarifnya cuma beda Rp 3.000 - Rp 5.000 doang dibanding harga tiket dua kali bayar di halte Transjakarta. Macet sedikit lumrah kok. “Kalau enggak macet mah namanya bukan Jakarta atuh, Neng,” kata si Bapak sopir taksi. He-he.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun