Mohon tunggu...
MUHAMMAD FIRDAUS ALFIAN
MUHAMMAD FIRDAUS ALFIAN Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA UPN VETERAN YOGYAKARTA

JUST DO IT

Selanjutnya

Tutup

Money

Pemuliah Ekonomi Indonesia Setelah Kontraksi Akibat Covid-19

7 Oktober 2022   19:23 Diperbarui: 7 Oktober 2022   19:33 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi covid 19 sangat berdampak pada perekonomian global yang membuat seluruh negara di dunia mengalami kritis ekonomi akibat covid 19, Indonesia juga salah satu negara yang mendapatkan impek yang sangat besar dalam segala bidang termasuk perekonomiannya. 

Sebelum terjadinya covid 19 perekonomian Indonesia selalu berkambang, menurut IMF (international monetary fund) semenjak 2018 perekonomian Indonesia dapat menyentuh angka 932 juta USD yang mana menepati urutan ke 16 di dunia, di atas negara turkey netherland, dan juga Saudi arabia.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar -2,07% pada tahun 2020. Hal ini menyebabkan perekonomian Indonesia mengalami deflasi atau penurunan tajam pada tahun 2020 seiring dengan perkembangan ekonomi Indonesia yang kurang stabil. Perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh pandemi Covid-19. 

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengurangi mata rantai penularan pandemi Covid-19, namun kebijakan tersebut telah mengakibatkan penurunan jumlah konsumsi rumah tangga (RT) dan lembaga nirlaba yang melayani rumah tangga (LNPRT), meskipun dua konsumsi tersebut mengalami penurunan yang sangat besar, yang berdampak pada kontraksi produk domestik bruto (PDB).

Konsumsi Indonesia tak terkendali karena situasi saat ini mengubah perekonomian menjadi konsumsi rumah tangga (RT) mengalami yang Namanya penurunan dari 5,04% menjadi -2,63%, dan juga Lembaga nonprofit yang menangani rumah tangga juga mengalami penurunan dari 10,62% ke -4,29%. Konsumsi Pemerintah juga mengalami penurunan dari 3,25% menjadi 1,94%. 

Hal ini dikarena Pemerintah mengurangi alokasi di bidang infrastruktur pada tahun 2020 sedangkan anggaran untuk kesehatan lebih ditinggikan pemerintah sesuai dengan fokus Pemerintah untuk penanggulangan pandemi di Indonesia.

Pengamat ekonomi dan badan internasional (IMF, Bank Dunia, OECD) memprediksi resesi ekonomi dunia pada 2020. Negara-negara maju akan mengalami resesi yang lebih dalam. Indonesia diperkirakan akan mengalami resesi, tetapi resesi ringan, karena kontraksi ekonomi diperkirakan "hanya" sekitar -3%-0% dan tidak lama, sekitar 2 kuartal. Sinergi pemulihan ekonomi nasional Prakiraan ini tentu membuat kita semakin optimistis dengan berlanjutnya implementasi kebijakan pemulihan ekonomi nasional dan terjalinnya kerja sama di segala bidang. Pemerintah pusat mengadopsi kebijakan pemulihan ekonomi yang komprehensif. Pelaksanaan kebijakan tersebut harus didukung oleh pemerintah daerah.

Pemerintah daerah memiliki peran strategis dalam mendorong percepatan dan pemulihan ekonomi nasional yang efektif. Pemerintah daerah mengetahui struktur ekonomi daerah, demografi dan status sosial ekonomi masyarakatnya. Pada masa itu pemda berperan penting dalam mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia yang terbilang kritis.

Pemulihan perekonomian nasional dilakukan melalui penerapan kebijakan fiskal dan moneter yang komprehensif. Selain itu, pemerintah telah mengalokasikan dana APBN sebesar Rp 695,2 triliun untuk pemulihan ekonomi. Pemulihan ekonomi nasional diharapkan mulai terasa pada triwulan III. Meski tidak tumbuh positif, ekonomi nasional diharapkan tidak mengalami kontraksi seperti yang terjadi pada kuartal II. Selanjutnya pada triwulan IV diharapkan perekonomian nasional dapat tumbuh dengan baik, dan kontraksi pada tahun 2020 dapat ditekan semaksimal mungkin. 

Sementara itu, perekonomian nasional diperkirakan akan menunjukkan pemulihan yang signifikan pada tahun 2021. Untuk mencapai tujuan di atas, tiga (tiga) kebijakan telah ditempuh, yaitu meningkatkan konsumsi domestik, meningkatkan kegiatan usaha, menjaga stabilitas ekonomi, dan ekspansi moneter. Kebijakan-kebijakan tersebut dilaksanakan secara sinergis antara pemegang kebijakan fiskal, pemegang kebijakan moneter, dan institusi terkait.

Salah satu penggerak ekonomi Indonesia adalah konsumsi dalam negeri itu sendiri, semakin banyak konsumsi yang dilakukan dalam negeri, semakin bergerak juga perekonomian Indonesia. Dari situ pemerintah menggarkan anggaran sebanyak Rp 172.1 triliun untuk mendorong kamapuan daya beli masyarakat Indonesia. 

Dana anggaran tersebut di berikan melalui bantuan pra kerja, bantuan tunai, pembebasan listrik, dan juga bantuan tunjangan-tunjangan yang di berikan. Pemerintah juga berusaha mendorong dunia usaha dengan memberikan insentif kepada UMKM dan korporasi. Untuk UMKM sendiri, pemerintah memberikan kebijakan penundaan angusran dan subsidi bunga kredit perbangkan, subsidi bunga melalui Kredit Usaha Rakyat dan Ultra Mikro, penjaminan modal kerja sampai Rp10 miliar dan pemberian insentif pajak misalnya Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21) Ditanggung Pemerintah.

Dalam mendukung pemulihan ekonomi Indonesia, bank Indonesia berperan penting. Cara mereka mendukung pemulihan ekonomi Indonesia dengan cara menjaga kestabilitas nilai tukar rupiah, menurunkan suku bunga, melakukan pembelian Surat Berharga Negara, dan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Tujuan penurunan suku bunga adalah meningkatkan likuiditas keuangan untuk mendorong aktivitas dunia usaha. 

Kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh pemerintah melalui kerja sama dengan Bank Indonesia (BI) meliputi optimalisasi berbagai kebijakan moneter longgar dan makroprudensial yang ditujukan untuk percepatan digitalisasi sistem pembayaran Indonesia guna mendukung upaya pemulihan ekonomi.

Pemerintah melaksanakan kebijakan moneter sebagai berikut: terus melaksanakan kebijakan nilai tukar rupiah, menjaga stabilitas nilai tukar berdasarkan fundamental dan mekanisme pasar, serta terus memperkuat strategi operasi moneter untuk meningkatkan efektivitas stance kebijakan moneter longgar dan meningkatkan transparansi. dari kebijakan moneter. 

Kebijakan Suku Bunga Dasar Pinjaman (SBDK), yang berfokus pada peningkatan suku bunga pinjaman baru, dan perpanjangan kebijakan besaran denda keterlambatan pembayaran kartu kredit, didasarkan pada 1% dari jumlah pinjaman yang terutang, mempercepat program pendalaman pasar uang melalui penguatan kerangka peraturan pasar uang dan implementasi Electronic Trading Platfom (ETP) Mulitimatching khususnya pasar uang Rupiah dan valas, serta memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi dan melanjutkan sosialisasi pengginaan Local Currency Settlement (LCS) bekerja sama dengan instansi terkait.

Refrensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun