Mohon tunggu...
Firda Hasanah
Firda Hasanah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

saya merupakan mahasiswa aktif yang memiliki hobi menari.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pro-Kontra Pandangan Masyarakat Muslim Non-Jawa terhadap Praktik Spiritual Kejawen

16 Juli 2024   20:38 Diperbarui: 16 Juli 2024   21:02 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman agama dan budaya. Di dalamnya terdapat enam agama resmi beserta kitab yang dijadikan pedoman ajarannya, seperti Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Konghucu, serta ada ribuan budaya. Akan tetapi, mungkin ada beberapa agama atau budaya yang tidak banyak orang yang mengetahui karena jauh dari pengetahuan dan lingkungan mereka, seperti halnya Kejawen. Pernahkah kalian mendengar istilah kejawen?

Kejawen adalah sebuah tradisi dan kepercayaan masyarakat Jawa. Sebelum masuknya agama Hindu, Budha, dan Islam ke Pulau Jawa, masyarakat Jawa masih mempercayai aliran animisme, dinamisme, dan hal-hal yang masih berbau dengan mistis atau mitos. Setelah masuknya agama Hindu, Budha, dan Islam ke Pulau Jawa, masyarakat Jawa banyak yang memadukan tradisi kejawen dengan ajaran agama-agama tersebut. Jadi, kejawen ini merupakan sebuah percampuran antara tradisi orang Jawa dengan agama-agama yang masuk setelahnya dengan mengambil ajaran-ajaran baiknya, sehingga terbentuk agama lokal Islam Kejawen.

Masih banyak masyarakat Indonesia yang asing dengan istilah Islam Kejawen, terutama masyarakat muslim non-Jawa. Kejawen itu seperti percaya dengan hal mistis ya? Emang masih ada yang menjalankan tradisi dengan ritual seperti itu? Mereka tetep sholat karena beragama Islam, tapi bukannya kalau melakukan ritual seperti itu sama aja kita menyekutukan Allah karena mempercayai hal selain-Nya? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang terbesit dalam pikiran saya sendiri.

Suatu hari saya menemukan suatu kasus suami istri yang sangat berbeda dalam latar belakang budayanya, tapi keduanya beragama Islam. Istrinya berasal dari keluarga Sumatera dan Suaminya berasal dari keluarga Jawa. Suatu ketika si istri bercerita kepada saya tentang keluarga suaminya yang menjalani ucapara selametan, akan tetapi dari selametan itu ada yang berbeda dari yang biasa dia jalani karena dalam upacara itu keluarga suaminya menyiapkan sesajen untuk roh leluhur atau ia menyebutnya “embah” yang sudah tidak ada. Di dalam sesajen itu juga terdapat uang yang katanya setelah upacara selesai, uang tersebut dibagikan kepada anak cucu mereka dengan keyakinan bahwa uang yang diberikan itu adalah titipan dari “embah” untuk anak cucunya, padahal uang tersebut ditaruh langsung oleh anggota keluarga suaminya.

Lalu bagaimana pandangan si istri sebagai masyarakat muslim non-Jawa yang hidup di tengah lingkungan orang Jawa yang masih menjalankan tradisi tersebut?

Setelah menceritakan hal tersebut, si istri menyatakan pandangannya terhadap tradisi yang dijalankan oleh keluarga suaminya, bahwa dia merasa takut keimanannya tergoyahkan jika ia mempercayai hal tersebut dan ia mengatakan tidak akan pernah melakukan atau melanjutkan tradisi tersebut ke anaknya kelak, karena menurutnya praktik tradisi seperti yang dijalankan oleh keluarga suaminya itu termasuk perbuatan syirik karena mempercayai hal mistis. Akan tetapi ia tetap mentoleran tradisi yang memang sudah dilakukan oleh suami dan keluarganya, karena katanya bagaimana pun itu tetap akan menjadi tradisi yang dilestarikan oleh keluarga suaminya.

Dan setelah mendengarkan cerita dari si istri, pertanyaan-pertanyaan yang melintas dalam pikiran saya terjawab. Emang masih ada yang ngejalanin tradisi dengan ritual seperti itu? Ya, ternyata masih ada yang menjalankan tradisi seperti itu, bahkan yang tak disangka lagi saya mendengarnya langsung dari orang yang saya kenal dekat. Mereka tetep sholat karena beragama Islam, tapi bukannya kalo melakukan ritual seperti itu sama aja kita menyekutukan Allah karena mempercayai hal selain-Nya? Iya, mereka tetap sholat dan percaya kepada Allah SWT. walaupun memang praktik-praktik yang mereka jalani itu melenceng dari ajaran tauhid Islam, akan tetapi memang tradisi kejawen sudah melekat dan mandarah daging pada orang Jawa. Jadi mungkin akan sulit untuk dipisahkan.

Tapi apakah semua masyarakat muslim non-Jawa memiliki pandangan yang sama seperti si istri tersebut?

Tidak semua masyarakat muslim non-Jawa memiliki pandangan yang sama, pasti pandangan mereka sangat beragam, mungkin ada yang sangat menentang tradisi kejawen dan juga ada yang menerimanya atau bisa jadi keduanya dalam perspektif yang berbeda. Saya juga sebagai masyarakat muslim yang non-Jawa, memiliki pandangan dari sisi pro kontra terhadap tradisi praktik spiritual yang telah diceritakan oleh kenalan saya tersebut.

Dari sisi pro, kita bisa saja melihat tradisi kejawen sebagai keragaman budaya yang ada di Indonesia yang memang dalam praktik ajarannya mencampurkan praktik ajaran dari agama lain seperti halnya pada budaya-budaya lain selain kejawen yang bahkan tidak memasukkan unsur keagamaan di dalam tradisinya, jadi kita seperti tetap mempertahankan nilai kebudayaan yang ada dan melestarikan budaya tersebut. Dan kalau dilihat-lihat dari aspek spiritual, kejawen dan ajaran Islam memiliki kesamaan, seperti tradisi ziarah ke makan dimana kita mendo’akan dan berdo’a kepada orang yang sudah tidak ada, kemudian ada juga tahlilan yang mirip dengan selametan, sama-sama memperingati hari kematian seseorang, akan tapi berbeda dalam hal praktiknya.

Sedangkan, dari sisi kontranya memang bertentangan dengan ajaran tauhid dalam Islam, karena sudah kita dapati tradisinya yang dengan menyiapkan sesajen dan percaya roh leluhur akan datang, kemudian memberikan isi sesajen kepada keturunannya dengan mengatakan itu adalah pemberian dari roh leluhurnya, ini sudah sangat jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Dan hal ini bisa dijadikan kesempatan oleh oknum yang membuat penyimpangan dengan mempengaruhi masyarakat non-Jawa untuk mempercayai dan mengikuti ajaran tradisi tersebut hingga mengurangi kadar keimanan orang tersebut. Apalagi terhadap anak-anak muda yang masih mencari identitas mereka dan masih sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungan yang ada di sekitarnya.

Selain pandangan dari masyarakat muslim non-Jawa terhadap kejawen, bagaimakah pandangan masyarakat muslim Jawa sendiri dalam memandang tradisi tersebut?

Karena kejawen merupakan ajaran yang lahir dari Jawa yang pastinya sudah sangat melekat dengan kehidupan masyarakatnya sehari-hari, jadi jika hanya sebatas budaya tidak apa-apa dan tradisi itu tidak melebihi kadar, ukuran atau batasan yang dilarang oleh syariat bagi pemeluk agama Islam, serta tidak melewati batas hukum yang telah disepakati bersama-sama.

Setelah mengetahui bagaimana praktik spiritual dari tradisi kejawen dan pro kontra pandangan masyarakat muslim yang non-Jawa terhadap hal itu, bahkan orang Jawa sekalipun, lalu bagaimana cara kita menyikapi orang Jawa yang menjalankan tradisi kejawen yang menurut kita sebagai masyarakat non-Jawa itu adalah perbuatan syirik, jika itu terjadi di lingkungan sekitar kita?

Kita hidup di negara yang memiliki semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya “berbeda-beda tetapi tetap satu”. Pandangan masyarakat non-Jawa terhadap tradisi kejawen juga berbeda-beda. Jadi, anggaplah tradisi tersebut bagian dari keragaman budaya bangsa kita. Jika ada yang melakukan tradisi kejawen di lingkungan kita, kita harus menghormati dan saling menunjukan sikap toleransi antar budaya, dan kita juga herus tetap melestarikan nilai budaya yang ada di negara kita. Dan tidak ada salahnya juga jika kita mengikuti tradisi tersebut jika hanya untuk sekedar menambah pengetahuan tentang keragaman budaya bangsa. Lagipula, mempercayai sebuah ajaran itu, tidak selalu berarti harus mengikuti ajaran tersebut, kan? Kita juga harus tahu batasan keyakinan yang kita pegang, jangan sampai terpengaruh ajaran-ajaran yang menyimpang dari syariat agama, dan kita juga harus memiliki iman yang kuat agar tidak tergoyahkan oleh ajaran tradisi yang kita pelajari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun