Mohon tunggu...
Firda Febriana Musdalifah
Firda Febriana Musdalifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jakarta, Indonesia

Mahasiswi Pendidikan Sosiologi UNJ'20

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Penerapan Teknologi dalam Pembelajaran Kaloboratif Siswa di Era New Normal (Persfektif Paulo Freire)

20 Desember 2022   15:29 Diperbarui: 20 Desember 2022   16:10 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Firda Febriana Musdalifah (Mahasiswi Pendidikan Sosiologi UNJ)

Pemerintah telah memberlakukan kebijakan new normal dalam sistem pendidikan di Indonesia. New normal merupakan perubahan perilaku masyarakat untuk tetap menjalankan aktivitas normal, namun dengan menerapkan protokol kesehatan. Oleh karenanya, kebijakan ini harus bisa diadaptasi oleh siswa dalam pembelajaran di sekolah. Pada masa new normal sistem pendidikan harus siap untuk bertransformasi diiringi dengan membangun  kreativitas,  mengasah  keterampilan  siswa,  serta  meningkatkan kualitas  diri dengan  adanya  sistem  perubahan yang terjadi. 

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi  telah membawa kita dalam era dengan masyarakat yang tidak dapat berkembang tanpa ilmu pengetahuan, karena setiap upaya peningkatan kesejahteraan hidup memerlukan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas juga tidak bisa terlepas dari dunia pendidikan. Strategi pembelajaran yang tepat akan membina siswa untuk berpikir mandiri serta menumbuhkan daya kreatifitas, sekaligus adaptif terhadap berbagai situasi.

Oleh sebab itu, dengan penerapan teknologi dalam pembelajaran kaloboratif berguna untuk melatih siswa untuk dapat belajar bersama serta dapat mengasah siswa untuk dapat berpikir kritis dalam penyelesaian pembelajaran tersebut.

Penerapan teknologi dalam pembelajaran diarahkan sebagai media atau alat bantu dalam ketercapaian proses pembelajaran. Dengan memanfaatkan media dalam pembelajaran antara guru dan siswa akan terjadi "knowledge sharring" dimana posisi siswa aktif sebagai pembelajar dan pembelajaran pun tidak terpusat dari guru melainkan terjadi interaksi pembelajaran dua arah. (Nuswowati, M, dkk : 2019). 

Penggunaan sebuah perangkat teknologi dipandang sangat berarti dalam berbagai aktifitas kegiatan manusia yang dimana teknologi ini dijadikan sebagai penunjang dalam mengimplementasikan sebuah aktivitas baik dalam konteks pembelajaran ataupun diluar dari pembelajaran. Teknologi juga dapat dikatakan sebagai alternatif untuk menggali informasi dan bahan belajar bagi siswa. Teknologi dapat dimanfaatkan dengan siswa dalam upaya untuk mencari dalam memecahkan permasalahan.

Mengutip pernyataan dari (Parikesit, H, dkk : 2021). Internet menyediakan berbagai macam informasi yang dibutuhkan siswa, namun tidak seluruh informasi yang disajikan dapat menggantikan interaksi dan pengalaman antara siswa dan guru itu sendiri di dalam proses pembelajaran baik daring maupun luring. Pengalaman keseharian tentang proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan siswa menjadi pengetahuan, informasi, dan bekal untuk mendalami konsep secara lebih seksama, kemudian didukung dengan model, strategi, dan media yang digunakan di dalam pembelajaran (Wijaya et al., 2020).

Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan ialah hadirnya e-learning membuat peningkatan  dalam pembelajaran, disini kemampuan-kemampuan kognitif siswa dapat dikembangkan. Ketika guru membimbing siswa melalui tugas instruksional, mereka dapat mengeksplorasi dan bereksperimen dengan berbagai cara untuk memecahkan masalah. Proses kolaboratif ini membantu siswa menemukan wawasan baru.

Menurut John Myers (1991) collaboration berasal dari akar kata latin dengan makna yang menitikberatkan proses kerjasama. Dengan demikian, pembelajaran kolaboratif dapat didefinisikan sebagai filsafat pembelajaran yang memudahkan para siswa untuk saling bekerjasama, saling membina, belajar dan berubah bersama, serta maju bersama. Maka pembelajaran kolaboratif mencakup keseluruhan proses pembelajaran, siswa saling mengajar sesamanya. Bahkan bukan tidak mungkin, ada kalanya siswa mengajar gurunya juga. (Suryani, N. : 2010).

Dalam pembelajaran kolaboratif, guru harus mampu menstimulus siswa untuk berinteraksi satu dengan yang lain, agar pembelajaran kaloboratif tersebut dapat terjalin. Pembelajaran kolaboratif memandang bahwa, guru tidak lagi memberikan ceramah di depan kelas, tetapi dapat berperan sebagai fasilitator dengan menyediakan sarana yang memperlancar proses belajar, memberikan atau menunjukkan sumber-sumber informasi, memberikan petunjuk, umpan balik, dan pengarahan terhadap upaya belajar siswa (Haataja et al., 2019).

Dalam pandangan Paulo Freire, beliau menganggap segala bentuk penindasan itu harus dihapuskan. Dan dari sini,   Freire   mencoba menggagas sebuah alternatif yang menjadi jalan keluar, yaitu sebuah pendidikan yang membebaskan.  Freire menganggap pendidikan yang ada saat ini adalah sebuah pendidikan yang menggunakan mode jadul, karena proses berjalannya belajar mengajar terlalu  didominasi  oleh  guru  dan  siswa hanya  diberi  ruang  gerak  yang  sedikit sehingga  tidak  memiliki kesempatan  untuk berekspresi dan berpikir kritis. Sistem inilah yang menurut Freire  harus   diubah, karena hanya   akan   menghasilkan   dehumanisasi(kemunduran) yang  ada  dalam  pendidikan.

Adapun  pendidikan dengan kesadaran kritis yang ingin diserukan  oleh Freire adalah pendidikan   kritis   yang   mendidik manusia untuk peka terhadap realita dan masalah yang ada disekitar. langkah   awal   yang   paling   menentukan dalam upaya pendidikan   pembebasan Freire   yakni   suatu   proses   yang   terus menerus,  suatu  "commencement",  yang selalu "mulai dan mulai lagi", maka proses penyadaran akan selalu ada dan merupakan proses   yang   sebagian   (inherent)   dalam keseluruhan  proses  pendidikan  itu sendiri. Maka,    proses    penyadaran    merupakan proses    inti    atau    hakikat    dari    proses pendidikan  itu  sendiri.  (Abdillah, R. : 2017).

Penerapan pembelajaran kaloboratif digunakan sebagai model pembelajaran yang menjadi upaya dari guru untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran, sebagai suatu strategi pemecahan masalah pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. 

Merujuk pernyataan yang sudah disampaikan diatas, bahwa pembelajaran kaloboratif siswa tidak lagi dipandang secara pasif, tetapi aktif untuk belajar sendiri,  belajar mengutamakan proses aktif siswa mengkonstruksi makna, guru juga membawa konsepsi mereka ke dalam situasi belajar, tidak hanya  dalam hal pengetahuan mereka, tetapi juga pandangan mereka terhadap belajar dan mengajar yang dapat memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan siswa di dalam kelas.

Disamping itu, penggunaan teknologi dalam pembelajaran kolaboratif akan menjadi katalisator dalam tujuan tersebut. Melalui teknologi, siswa menjadi setara kedudukannya dalam hal kontribusi pengetahuan. Ketika terkoneksi dengan internet, mereka mendapatkan kesempatan yang sama untuk berbagi ide, informasi, pengalaman, dan kemampuan.

Langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran kaloboratif ini ialah pemberian masalah kepada siswa untuk diselesaikan, dimana masalah yang diberikan sudah dipilih sedemikian rupa oleh guru sehingga akan dapat "membimbing" dan menantang siswa untuk menemukan definisi/aturan/prinsip/konsep/rumus/algoritma, atau meningkatkan pemahaman, penalaran, komunikasi, koneksi, representasi, dan juga kemampuan pemecahan masalah yang harus mereka selesaikan dengan mandiri secara berkelompok.  

Dalam hal ini, masalah yang diberikan akan mengklarifikasi pemahaman siswa, mengkritisi ide/gagasan teman dalam kelompoknya, memilih strategi penyelesaian, dan menyelesaikan masalah yang diberikan. Belajar dalam kelompok ditekankan pada terjadinya interaksi sosial melalui diskusi/dialog, saling bertanya dan memberi pendapat untuk meningkatkan pemahaman masing-masing. Interaksi yang demikian ini merupakan bagian dari cara untuk meningkatkan pemahaman, penalaran, kemampuan berfikir kritis, kemampuan pemecahan masalah, dan kemampuan komunikasi matematis. 

Bukan hanya itu saja, dalam "pendidikan hadap masalah" yang dikemukakan oleh Paulo Freire, guru belajar dari siswa dan  siswa belajar   dari   guru.   Guru   menjadi   rekan   siswa  yang   melibatkan   diri   dan merangsang  daya  pemikiran  kritis  para  siswa.  Dengan  demikian  kedua belah pihak  bersama-sama mengembangkan  kemampuan  untuk  mengerti  secara  kritis dirinya  sendiri  dan  dunia  tempat  mereka  berada. " hal ini sesuai pernyataan yang diusung oleh Paulo Freire yang menyatakan dasar pendidikan  yang  diusulkannya dari humanisme,  yaitu posisi guru   dan   siswa   sebagai   subjek dalam   keberlangsungan   pendidikan   dan keduanya pun akan saling berkembang. (Abdillah, R. : 2017).

Komponen dalam pembelajaran yang membebaskan yang diusung Paulo Freire yaitu, adanya  guru yang dapat membuka  kesempatan dan  menumbuhkan  harapan  kepada  siswa. Disamping itu juga bisa mencarikan cara yang tepat bagi siswa untuk belajar. Yang kedua, adanya siswa yang dapat berperan  aktif  dalam  proses  belajar  yang sedang  berlangsung.  Terakhir ialah materi pelajaran, menurut  Freire,   isi   pelajaran   atau   kurikulum   memang senantiasa  harus  dikritisi.  Pendidik  dan  siswa perlu  bekerja sama dalam  menentukan  isi  yang  mau  dipelajari. 

Oleh karenanya, paradigma  kritis  dalam  pendidikan yang dipandang oleh Paulo Freire ini dalam cakupan pembelajaran kaloboratif adalah untuk  melatih  siswa  agar  mampu  mengidentifikasi  ketidakadilan  dalam sistem  dan struktur yang ada, kemudian menganalisis bagaimana sistem itu bekerja, serta bagaimana  mentransformasikannya. Tugas  pendidikan  dalam  paradigma  ini adalah menciptakan ruang dan kesempatan agar siswa terlibat aktif dalam proses penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik

Penerapan pembelajaran kolaboratif perlu diaplikasikan di sekolah- sekolah. Cara-cara  pembelajaran kolaboratif lebih mendorong para siswa untuk aktif dan interaktif serta saling bekerjasama dalam upaya menyelesaikan permasalahan yang ada di dalam kelas. Dalam hal ini siswa dapat mencari sendiri sumber pengetahuan. Pembelajaran kolaboratif lebih menekankan proses pembelajaran sebagai "learner-centered" dan bukan, "teachercentered". Pengetahuan dipandang sebagai suatu konstruk sosial, difasilitasi melalui interaksi antar kelompok sebaya, evaluasi dan kerja sama. 

Oleh sebab itu, peran  pembelajaran kaloboratif diusung untuk melihat bagaimana siswa dapat mengkontruksikan pengetahuan yang mereka dapat dari berbagai sumber yang ada. Dalam pembelajaran kaloboratif ini, siswa akan terlibat dalam proses belajar dimana keterlibatan secara menyeluruh dan mendapatkan sebuah makna dari pembelajaran tersebut didalam diri siswa itu sendiri.

Penerapan teknologi dalam pembelajaran kaloboratif sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Paulo Freire bahwa dalam pembelajaran di sebuah pendidikan, siswa dituntut untuk memiliki kesadaran yang mana akan mengkontruksikan pikirannya lebih kritis lagi. Guru dalam pandangan Freire bukan lagi sebagai pusat dari adanya pengetahuan, tetapi sekarang siswalah yang mencari dan menemukan pengetahuannya sendiri. 

Dalam hal ini, guru hanya berperan sebagai jembatan untuk siswa itu dapat berkembang dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu, pendidikan yang membebaskan itu pendidikan yang menumbuhkan kesadaran kritis, walaupun dalam hal ini sulit untuk dicapai tetapi melalui pembelajaran merupakan proses menuju kesadaran diatasnya.

Daftar Pustaka :

Abdillah, R. (2017). Analisis teori dehumanisasi pendidikan Paulo Freire. Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, 2(1), 1-21.

Akbar, Zami. 2020. "New Normal Pada Sektor Pendidikan", https://kumparan.com/zami-akbar/new-normal-pada-sektor-pendidikan-1tX9rCGwY5Z. Diakses pada 18 Desember 2022. Pukul 19.17 WIB.

Husni, M. (2020). MEMAHAMI PEMIKIRAN KARYA PAULO FREIRE "PENDIDIKAN KAUM TERTINDAS". Al-Ibrah, 5(2), 41-60.

Nuswowati, M., Amalina, N. D., Kadarwati, S., Harjito, H., & Susilaningsih, E. (2019). Pemanfaatan Aplikasi Google dalam Pembelajaran Kolaboratif. Rekayasa: Jurnal Penerapan Teknologi Dan Pembelajaran, 17(1), 30-34.

Parikesit, H., Adha, M. M., Hartino, A. T., & Ulpa, E. P. (2021). Implementasi teknologi dalam pembelajaran daring di tengah masa pandemik COVID-19. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(2), 545-554.

Sunu, I. G. K. A. (2021). MENGELOLA E-LEARNING MELALUI PEMBELAJARAN KOLABORATIF DI DALAM KELAS YANG MULTIKULTURAL. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(2), 318-330.

Suryani, N. (2010). Implementasi model pembelajaran kolaboratif untuk meningkatkan ketrampilan sosial siswa. Majalah Ilmiah Pembelajaran, 8(2).

Syaikhudin, A. (2012). Konsep pemikiran pendidikan menurut paulo freire dan ki hajar dewantoro. Cendekia: Jurnal Kependidikan Dan Kemasyarakatan, 10(1), 79-92.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun