Mohon tunggu...
Firda Fauziah
Firda Fauziah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Mercu Buana

Nama: Firda Fauziah. Dosen Pengampu: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak NIM: 43221010021 Mahasiswa Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

B-404_ TB2 Kejahatan Model Anthony Giddens dan Pencegahan Korupsi

13 November 2022   13:58 Diperbarui: 13 November 2022   14:04 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://argyo.staff.uns.ac.id/2013/02/05/teori-strukturasi-dari-anthony-giddens/

Nama  :Firda FauziahNIM :43221010021

Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak

https://argyo.staff.uns.ac.id/2013/02/05/teori-strukturasi-dari-anthony-giddens/
https://argyo.staff.uns.ac.id/2013/02/05/teori-strukturasi-dari-anthony-giddens/

https://argyo.staff.uns.ac.id/2013/02/05/teori-strukturasi-dari-anthony-giddens/
https://argyo.staff.uns.ac.id/2013/02/05/teori-strukturasi-dari-anthony-giddens/
http://araauza.blog.uma.ac.id/2019/02/19/teori-strukturasi-dalam-kasus-ars/
http://araauza.blog.uma.ac.id/2019/02/19/teori-strukturasi-dalam-kasus-ars/
https://jurnal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/12617/9078
https://jurnal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/12617/9078

WHAT

Suatu perbuatan korupsi dan dianggap sebagai hal yang lazim terjadi di negara dapat diartikan sebagai Praktik-praktik oleh masyarakat seperti penyuapan, penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi, penyalahgunaan wewenang, pemberian uang pelicin, pungutan liar serta  pemberian imbalan atas dasar kolusi. Walaupun usaha-usaha pemberantasannya sudah dilakukan, praktik-praktik korupsi tersebut tetap bisa berlangsung, apalagi ada niat modusnya yang terorganisir dan lebih canggih. Sehingga sulit untuk menanggulanginya.

Corruption istilah yang berasal dari bahasa Latin yang artinya korupsi yang bermakna rusak, menggoyahkan, busuk dan sebagainya. pengertian korupsi dalam artian luas  adalah keuntungan pribadi dalam penyalahgunaan jabatan resmi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam praktiknya. Korupsi berbeda-beda beratnya, ada yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Makin banyak orang yang melakukan korupsi,makin banyak orang yang salah mengartikan tentang kekayaan.

Korupsi tak pernah bisa dilepaskan dari hubungan kekuasaan, para politikus yang masih bermental animal laborans dimana orientasi kebutuhan hidup serta obsesi akan konsumsi masih mendominasi, cenderung mengakibatkan politik sebagai mata  pencaharian primer. Maka dengan begitu, korupsi menjadi sesuatu yang tidak mungkin bisa dihindari lagi.

Korupsi menjadi kejahatan struktural melibatkan sebuah tempat material yang tidak dibenarkan satunya merupakan uang. Konsepsi Giddens dijelaskan, uang merupakan sebuah alat perentangan waktu serta ruang. Uang ialah alat simbolis atau sebuah alat pertukaran yang dapat disebarkan atau diedarkan terlepas darimanakah dan juga siapa atau sebuah komunitas atau kelompok mana yang memegangnya di saat serta daerah tertentu. Ekonomi uang (money economy) sudah menjadi sedemikian abstrak pada sebuah saatn dan juga kondisi pada dewasa ini. "Money bracket time and space" (Giddens, 1991: 18).

Korupsi menjadi  kejahatan struktural  dilihat dari  sebagian kalangan menjadi dampak yang instan atau langsung yang berasal dari politik kekuasaan. 'Kekuasaan' dapat juga  didefinisikan sesuai tujuan serta kemauan, yakni sebagai kemampuan mencapai sebuah hasil yang tentunya diinginkan serta dimaksud-kan. Dan juga sebaliknya Parsons (1971) serta Foucault (1979) contohnya, yang mana dikemukakan dari Giddens (1984: 15), memandang 'kekuasaan' menjadi milik rakyat atau komunitas sosial. Hal ini mencerminkan dualisme antara subjek serta objek, antara agen dan juga struktur. 'Kekuasaan' pada agensi berdasarkan Giddens (1984: 14) berarti kemampuan bertindak kebalikannya atau bisa melakukan campur tangan pada seluruh dunia itu sendiri atau  menarik  intervesi  itu, yang dapat menimbulkan sebuah  pengaruh  yang mempengaruhi sebuah  proses atau keadaan spesifik secara sadar maupun juga secara tidak sadar.

Sistem pakar yang berisi kemampuan profesional telah menjadi sebagai prasarana pengorganisasian bidang-bidang material (uang) serta tindakan sosial. Praktik deposito contohnya, telah melibatkan konsep investasi serta suku-suku bunga yang dijadikan sebagai objek kajian ilmu ekonomi keuangan. Praktik deposito, kemudian dari sosial dilakukan atas dasar motivasi, kepentingan, keterbatasan, serta maksud berasal dari agen-agen kongkret; misalnya untuk menabung,  untuk  keamanan, untuk  menerima pemberian hadiah  dan   lain-lain. Praktik sosial perbankan yang terkait sistem pakar teknologi serta komunikasi juga terus memunculkan cara-cara baru kejahatan korupsi misalnya money  laundry.  Tindakan  itu  merupakan dampak  yang berasal dari sebuah  proses  hermeneutika ganda (double hermeneutic), yaitu "arus timbal balik  antara dunia sosial yang diperbuat dari khalayak serta rencana ilmiah yang ditindak dari seorang ilmuwan sosial" (Giddens, 1984: 374, 1976: 86).

Menurut Giddens (2003: 21) struktur merupakan rules and resources (hukum-hukum serta sumberdaya-sumberdaya) yang mampu disendirikan serta membentuk risiko yang sangat jelas, yakni kesalahan interpretasi. Struktur bisa dikatakan terdapat di banyak sekali sendi kehidupan masyarakat, contohnya ilmu pengetahuan, rencana, budaya, tradisi, serta ideologi. Struktur terbentuk atau menempel pada tindakan. Struktur adalah 'panduan' yang bisa merentang pada ruang serta waktu yang dijadikan prinsip-prinsip oleh agen yang digunakan untuk melakukan suatu tindakan (misalnya kejahatan).

Warga  sosial biasa mengkaitkan adanya kejahatan sebagai sebuah tindakan seorang. Di level ini, terdapat pengandaian antropologis manusia yang berasal dari kejahatan struktural yang layak ditelusuri, yakni manusia menjadi makhluk yang mempunyai kehendak, konteks atau situasi, serta tujuan atau hasil dari dalam diri yang ada pada hidupnya.

Teori strukturasi berawal ketika kritik Giddens terhadap cara kerja strukturalisme, poststrukturalisme serta  fungsionalisme  pada melihat  struktur. Salah  satunya  ialah, apa  yang  dilakukan  sang  tokoh strukturalis Claude Levi Strauss sudah berimplikasi jauh terhadap terapan analisis ilmu-ilmu sosial. Giddens mengkritik perspektif strukturalis adalah "penolakan dengan penuh skandal terhadap subjek".   Contohnya pada memahami tanda-tanda pada rakyat kapitalis, perhatian strukturalis tak terpusat pada sikap para pemodal atau konsumen, namun  justru pada  logic dari internal kinerja  kapital;  Maksudnya adalah dari istilah lain, strukturalisme merupakan bentuk dualisme (Giddens, 2008: 335).

Asumsi struktur menjadi "batasan" bagi perilaku tidak lebih adalah taktik cara lain  yang digunakan para praktisi pada usahanya menyampaikan rasionalitas teoritis. Para sosiologi interpretatif serta fenomenologis melihat permasalahan batasan ini terfokus di 'mekanisme' yang digunakan oleh aktor-aktor sosial ketika perjuangan membentuk dunia yang terstruktur. Struktur sosial tidak mempunyai keberadaan yang riil kecuali pada benak para pelaku yang memberinya arti. Sudut pandang ini memberikan sebuah penjelasan struktural hanya akan mempunyai validitas sejauh hal itu dialami secara subjektif. Struktur dengan demikian merupakan sesuatu yang dikatakan oleh para pelakunya. Jika struktur mensugesti praktik, maka hal ini terjadi sebab struktur dilihat mempunyai semacam empiris, namun sebuah realita yang tergantung pada "konstruksi" individual (Giddens, 1984: Bab I).

Dualisme  ini  pula  terdapat  di  perspektif  poststrukturalis  (Giddens, 1987: 348). Pemikir krusial poststrukturalis, Jasques Derrida contohnya, melihat disparitas bukan hanya mengarah sesuatu, melainkan menjadi pembentuk identitas yang bahkan adalah hakikat sesuatu tersebut; atau dualisme yang terdapat di fungsionalisme Talcott Parsons. Fungsionalisme adalah cara berpikir yang menjamin bahwa sistem sosial punya kebutuhan yang wajib  dipenuhi. Bagi Giddens, sistem  sosial  tidak  punya  kebutuhan  apapun,  yang  punya  kebutuhan ialah para pelaku. Fungsionalisme memberangus informasi  bahwa manusia  menjadi  pelaku, bukan  orang-orang  bodoh,  serta  bukan robot yang  bertindak  berdasar "naskah"  (peran  yang  telah  dipengaruhi). Fungsionalisme menafikan dimensi ruang serta waktu dalam menyebutkan  tanda-tanda  sosial,  akibatnya terjadi  kontradiksi  antara  yang  'berubah' serta 'bergerak maju', atau antara 'stabilitas' serta 'perubahan'.

'Motivasi  tidak  sadar' mengacu  pada hasrat  atau kebutuhan manusia yang berpotensi mengarahkan tindakan, namun bukan tindak-an itu sendiri. 'kesadaran diskursif' mengacu pada pengetahuan tindakan manusia yang mampu direfleksikan serta dijelaskan secara rinci dan  eksplisit. Adapun 'pencerahan praktis' merupakan pengetahuan tindakan manusia yang tak selalu mampu diurai atau dipertanyakan balik . Fenomenologi melihat daerah ini masuk di gugus pengetahuan yang telah diandaikan (taken for granted knowledge) serta adalah asal 'rasa safety ontologis' (Ontological security). Keamanan ontologis adalah kepercayaan   atau  keyakinan  bahwa alam  serta sosial  itu kondisinya seperti yang tampak, termasuk parameter eksistensial dasar diri serta ciri-ciri sosial (Giddens, 1984: 375).

Strukturasi merupakan sebuah suatu kondisi untuk mengungkapkan bagaimana sebuah tatanan hubungan-hubungan sosial terstruktur dalam hubungan dualitas (timbal balik) antara oleh pelaku dengan struktur (Ross pada Beilharz, 2002: 22-23). Hubungan dualitas struktur pada reproduksi sosial bisa dipahami  menggunakan adanya 3  tingkat pencerahan  atau 3  dimensi internal pada diri  manusia,  yaitu; pencerahan  diskursif, pencerahan praktis, serta kognisi/motivasi tidak sadar. Giddens memberikan konsep-konsep  ini  sebagai  pengganti  triad  psikoanalitis  Sigmund Freud yakni ego, superego, serta id (Giddens, 1984: 7).

Pencerahan/kesadaran praktis ini adalah kunci dalam memahami bagaimana banyak sekali tindakan serta praktik sosial rakyat lambat laun sebagai struktur, serta bagaimana struktur itu mengekang dan juga memampukan tindakan/praktik sosial rakyat. Giddens menyebut tindakan serta praktik sosial itu menjadi 'dunia yang telah ditafisirkan' (Giddens, 1976: 166). Reproduksi sosial berlangsung lewat keterulangan praktik sosial yang tidak sering dipertanyakan lagi.

Dalam sebuah hukum dan  sumberdaya, struktur mempunyai tiga gugus dimensi yaitu: Pertama, struktur penandaan (signification) yang menyangkut skemata simbolik, pemaknaan, penyebutan, dan perihal. kedua, struktur penguasaan atau dominasi (domination) yang mencakup skemata dominasi atas orang (politik) serta barang/hal (ekonomi). Ketiga, struktur pembenaran atau legitimasi (legitimation) yang menyangkut skemata peraturan normatif, yang terungkap pada tata hukum (Giddens, 1984: 29).

Aktivitas-aktivitas sosial manusia bersifat rekursif dengan tujuan agar aktivitas-aktivitas sosial itu tidak dilaksanakan oleh pelaku-pelaku social tetapi diciptakan untuk mengekspresikan dirinya sebagai aktor atau pelaku secara terus menerus dengan mendayagunakan seluruh sumberdaya yang dimilikinya. Pada dan melalui akivitas-aktivitasnya, agen-agen mereproduksi kondisi-kondisi yang memungkinkan dilakukannya aktivitas-aktivitas itu.

Kata dari 'kekuasaan' diharuskan dibedakan dengan kata dominasi. Dominasi mengacu di asimetri korelasi di dataran struktur, sedang kekuasaan menyangkut kapasitas yang terlibat pada korelasi sosial di dataran pelaku (hubungan sosial). Sebab itu kekuasaan selalu menyangkut kapasitas transformatif, sebagaimana tidak terdapat struktur tanpa pelaku, begitu juga tidak terdapat struktur dominasi tanpa relasi kekuasaan yang berlangsung diantara pelaku yang kongkret. Kekuasaan terbentuk dalam serta melalui reproduksi dua struktur/ sumberdaya penguasaan (alokatif dan otoritatif).

Tindakan manusia diibaratkan sebagai suatu arus perilaku yang terus menerus seperti kognisi, mendukung atau bahkan mematahkan selama akal masih dianugerahkan padanya (Giddens, 2011:4).

WHY

Dari Giddens (2003: 21) struktur adalah rules and resources (aturan-aturan serta sumberdaya-sumberdaya) yang bisa disendirikan dan  menghasilkan risiko yang sangat kentara, yakni kesalahan interpretasi. Struktur bisa juga dikatakan ada pada berbagai sendi kehidupan masyarakat; misalnya ilmu pengetahuan, planning, budaya, tradisi, serta ideologi. Struktur terbentuk atau melekat dari sebuah tindakan. Struktur merupakan 'pedoman' yang dapat merentang di ruang dan  waktu yang dijadikan prinsip-prinsip oleh agen yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindakan (contohnya kejahatan).

Umumnya manusia merupakan makhluk individualis serta materialistis. Kehidupan manusia merupakan sebuah usaha untuk memuaskan harapan. Kehidupan manusia merupakan harapan tak pernah mati serta tidak kunjung padam untuk meraih kekuasaan demi kekuasaan, yang berhenti hanya dalam kematian. Masyarakat merupakan sebuah bangunan buatan yang didukung beserta dengan sebuah campuran dari kepentingan diri rasional, kekerasan, ancaman, serta penipuan. insan bermasyarakat ditimbulkan oleh keinginan ingin kuasamenguasai satu sama lain, masyarakat artinya buatan manusia untuk mengatasi rasa takut pada dirinya terhadap kesengsaraan dan  kekecewaan.

Sistem pakar yang berisi kemampuan profesional telah menjadi sebagai prasarana pengorganisasian bidang-bidang material (uang) serta tindakan sosial. Praktik deposito contohnya, telah melibatkan konsep investasi serta suku-suku bunga yang dijadikan sebagai objek kajian ilmu ekonomi keuangan. Praktik deposito, kemudian dari sosial dilakukan atas dasar motivasi, kepentingan, keterbatasan, serta maksud berasal dari agen-agen kongkret; misalnya untuk menabung,  untuk  keamanan, untuk  menerima pemberian hadiah  dan   lain-lain. Praktik sosial perbankan yang terkait sistem pakar teknologi serta komunikasi juga terus memunculkan cara-cara baru kejahatan korupsi misalnya money  laundry.  Tindakan  itu  merupakan dampak  yang berasal dari sebuah  proses  hermeneutika ganda (double hermeneutic), yaitu "arus timbal balik  antara dunia sosial yang diperbuat dari khalayak serta rencana ilmiah yang dilakukan oleh ilmuwan sosial" (Giddens, 1984: 374, 1976: 86). warga  sosial biasa mengkaitkan adanya kejahatan sebagai sebuah tindakan seorang. Di level ini, terdapat pengandaian antropologis manusia yang berasal dari kejahatan struktural yang layak ditelusuri, yakni manusia menjadi makhluk yang mempunyai kehendak, konteks atau situasi, serta tujuan atau hasil dari dalam diri yang ada pada hidupnya.

Koruptor  sesungguhnya  seorang yang hanya berasyik diri di kehidupan level hewani, kualitas serta makna  hidupnya  dangkal  karena kebahagiaanya  hanya  disandarkan pada pemenuhan yang bersifat konsumtif semata. Oleh karena itu, jiwa insani sangat diperlukan untuk mengemban amanat pendidikan serta pesan kepercayaan bahwa dengan bekal logika sehat, manusia hendaknya mampu membedakan serta membentuk perhitungan laba ]rugi  antara  yang baik  atau jelek,  benar atau salah, serta supaya manusia mampu mengendalikan jiwa nabati serta jiwa hewaninya. manusia telah dianugerahi oleh yang kuasa menggunakan dorongan kreativitas serta refleksivitas untuk bisa keluar dari intervensi serta rutinitas sikap instinctive kemudian naik ke jenjang pencerahan rasional serta pilihan moral sesuai kemerdekaan yang dimilikinya. dengan kata lain, manusia mempunyai tanggung jawab moral sebab pencerahan serta pilihan bebasnya.

Kenapa korupsi bisa terjadi


Ada beberapa faktor penyebab terjadinya korupsi:
1. Perilaku individu.
Seseorang melakukan korupsi didasari dengan adanya faktor internal yang mendorong seperti adanya sifat moral yang kurang kuat menghadapi
godaan,penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup yang wajar, sifat tamak serta tidak diamalkannya ajaran-ajaran agama secara benar.

2. Masyarakat.
berkaitan dengan lingkungan sekitar di mana individu
dan organisasi tersebut berada. pencegahan dan pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila masyarakat
ikut berperan aktif. Seperti nilai-nilai yang berlaku yang kondusif untuk
terjadinya korupsi, kurangnya kesadaran terhadap terjadinya korupsi adalah masyarakat dan mereka sendiri terlibat dalam praktik korupsi.

3. Organisasi
kultur organisasi
yang tidak benar karena kurang keteladanan dari pimpinan. Serta perbuatan korupsi yang
terjadi dalam organisasi manajemen cenderung menutupinya.

Hal-hal yang manusiawi belum tentu  berperikemanusiaan, da-lam arti korupsi mampu saja dianggap sebagai tindakan yang manusiawi seseorang yang mencari cara untuk memenuhi keinginan kebutuhan dasar, keinginan, serta kebahagiaan hidup. Tetapi, korupsi tak sekedar dorongan-dorongan manusiawi saja, korupsi tak bebas nilai karena dia menyangkut moralitas seorang. Korupsi merupakan tindakan Mengganggu, merugikan manusia serta lingkungan tempat manusia hidup. Oleh karena itu, korupsi merupakan 'jahat' sebab secara struktural membentuk penderitaan bagi orang lain, korupsi adalah extra ordinary crime.

Pemahaman korupsi menjadi kejahatan struktural tidak bisa dipisahkan dari pemahaman tindakan moral yang artinya bentuk refleksif  agen-agen  sosial.  Bentuk  refleksivitas bergantung  di  jangkauan pengetahuan agen-agen insan. Refleksivitas hanya mungkin terwujud Jika terdapat transedental praktik-praktik yang 'sama' di sepanjang ruang serta waktu. Refleksivitas dipahami tidak hanya menjadi 'pencerahan diri' namun menjadi sifat arus kehidupan sosial yang sedang berlangsung yang senantiasa  dimonitor. Refleksi  agen  saja tidak  relatif, karena setiap tindakan moral membutuhkan pertanggungjawaban maka di sini pentingnya institusionalisasi tanggung jawab pada bentuk legitimasi aturan.

Giddens berkata (1984: xxviii), setiap  manusia  yang hidup pada masyarakat sosial merupakan human agent. Setiap tindakan manusia disadari atau tidak, disengaja atau pun tidak, tentu berpengaruh terhadap setiap peristiwa atau keadaan sekecil apa pun pada sekelilingnya. seorang agen ialah seorang yang mempunyai daya hegemoni menggunakan keadaan pemicu atas suatu insiden. seseorang agen terus dikelilingi oleh struktur serta bisa mereproduksi struktur itu balik  pada majemuk insiden. Seseorang agen bisa membangun keadaan struktural pada dunia sosialnya secara dialectic, antara lain kejahatan yang berdimensi struktural  melalui  kemampuan refleksivitas  serta  rasionalisasi tindakan.

HOW

Mengedepankan konsep agensi manusia dengan mempermudah melihat du-nia yang terstruktur bermaksud untuk Teori strukturasi. Caranya antara lain dengan mengenali perbedaan antara sistem dan konsep struktur. berbagai tindakan  instant  hanya muncul di Dalam sifat-sifat struktural serta memberi petunjuk akan agen untuk menjadi jejak-jejak memori yang telah banyak memiliki pengetahuan untuk memberi petunjuk akan agen-agen manusia. Memperlihatkan sifat-sifat struktural namun Sistem sosial tidak memiliki struktur (Giddens, 1984: 25). Prinsip-prinsip struktural (structural principles) disebut sebagai Sifat-sifat struktural yang muncul dalam sebuah totalitas reproduksi sosial, oleh Giddens. institusi' (institution) disebut sebagai Praktik-praktik sosial yang memiliki  perluasan ruang dan  waktu  terbesar  dalam totalitas (Giddens, 1984: 16-17).

 Arti korupsi bisa disebut sebagai tindakan yang manusiawi seseorang yang mencari cara untuk kebahagiaan hidup,memenuhi dan keinginan. Hal-hal yang manusiawi belum tentu  berperikemanusiaan. Sebab korupsi tidak bebas nilai yang menyangkut moralitas seseorang dan tidak hanya sekedar dorongan-dorongan manusiawi saja. Korupsi adalah tmerugikan manusia dan lingkungan tempat manusia hidup serta tindakan merusak. Korupsi merupakan extra ordinary crime, secara struktural menciptakan penderitaan bagi orang lain Oleh karena itu, korupsi adalah jahat. Manusia diciptakan adalah sebagai makhluk sosial dan untuk mengemban tugas sebagai individu. Secara sosial  manusia  bertanggung jawab terhadap sesamanya dan secara personal manusia bertanggung  jawab terhadap  pencipta-Nya.

Pandangan dari giddens yaitu sebuah penyebab prilakunya kejahatan. Menurutnya melalui akumulasi-akumulasi dari sebuah peristiwa yang asalnya dari sebuah keadaan pemicu yang tanpa keadaan ini tak akan mampu ditemukan akumulasi tersebut bisa dianalisis. Penataan rekanan-rekanan sosial lintas ruang serta waktu sesuai dengan dualitas struktur yakni logica strukturasi dan Keadaan itu bisa untuk dipahami pada akal.

Tranformasi berpijak pada konteks tersebut,  adanya reformasi sistem-sistem moral dari institusi-institusi sosial yang ada di masyarakat seperti agama, hukum, politik, ekonomi, budaya, dan pendidikan menuntut sebagai kejahatan moral korupsi. Kebijakan politik negara-bangsa dalam Persoalan-persoalan korupsi harus diintegrasikan. Mencari suatu keseimbangan antara tanggung jawab individual dan kolektif setiap gerakan politik dan sosial harus mempertahankan inti keadilan sosial dalam komunitas masyarakat. "Perluasan  kewajiban  individual seharusnya  disertai  dengan  meluasnya individualis-me" (Giddens, 1998: 74-75).Upaya koruptor dalam menghindari tanggung jawab moral dapat menggunakan melegitimasi serta merasionalisasi tindakan 'dursila'nya secara personal. Dan  dalam menebus dosa serta rasa bersalah pada hadapan publik, seseorang koruptor yang anti-sosial berupaya merogoh simpati sosial menggunakan kegiatan sosial. Moral korupsi yang secara ontologis menegasikan prinsip kesejahteraan serta keadilan sosial, secara kontradiktif dihadapkan menggunakan empiris tindakan yang bisa membangun keadaan itu kembali.

Struktur adalah aturan-aturan (rules) dan sumberdaya (resources) yang merupakan prinsip  praktik-praktik  di  berbagai  ruang-waktu;  atau pedoman dan  merupakan   tindakan  sosial' (reproduksi sosial) hasil  berbagai perulangan. Sarana terjadinya praktik  sosial berbentuk skemata aturan ini. Gugusan struktur merupakan kapasitas refleksif seorang agen ditentukan oleh barisan stimuli yang ada sekelilingnya dalam Kesadaran atau sensibilitas (kemampuan merasakan) kejahatan.Tiga gugusan  besar struktur  yang dijadikan  prinsip  aturan  dan  sumberdaya oleh  agen-agen sosial disebutkan oleh giddens. Pertama, struktur penguasaan (dominasi) atas orang (politik) dan barang atau hal  (ekonomi). Kedua, struktur  pembenaran  (legitimasi)  yang  menyangkut skemata peraturan normatif yang terungkap dalam tata hu-kum atau tata moral (1976: 123-124). Ketiga, struktur penandaan (signifikasi) yang menyang-kut skemata  simbolik, pemaknaan, penyebutan,  dan  wacana.

Keberadaan kepercayaan  relijius (supranatural) yang sebagai asal kegelisahan serta ketidakamanan psikologis bagi koruptor pada era penguasaan teknologi serta sains tergantikan menggunakan adanya rasa safety ontologis (ontological security). Ontological security merupakan kata Giddens yang dipergunakan untuk merujuk pada situasi atau pencerahan atau keyakinan eksistensial bahwa dunia kawasan insan hidup ini secara moral dan  sosial teratur serta bumi ini safety (1984).

Orang-orang koruptor mungkin menyadari bahwa terdapat resiko sosial serta aturan yang akan diterimanya jika melakukan kecurangan serta penyalahgunaan kewenangan, namun rasa ini ditenggelamkannya dalam-dalam bersama ego kognitif yang mendasarinya. Hal yang nampak bagi koruptor merupakan bagaimana mencari cara untuk mempertahankan keberadaan diri, kemudian merasionalisasi tujuannya itu agar nampak sahih serta lumrah. Dicarilah indera-indera pembenaran yang mampu melindunginya berasal jeratan aturan. Orang-orang koruptor tidak perlu risih sebab terdapat expert system/abstract system yang membantunya pada segala hal; terdapat teknologi komunikasi serta isu (media massa) yang mampu dimainkannya buat membentuk opini, melemparkan perihal bahwa dirinya higienis serta tak korup; terdapat teknologi yang bisa menghapus data kecurangannya pada dunia maya menggunakan sekali pencet; atau didapat berhubungan menggunakan sistem perbankan internasional yang mampu mengamankan harta korupsinya sembari melarikan diri ke negara lain yang mampu memberinya rasa safety.

Pertama; bahwa buat melakukan komunikasi, seseorang membutuhkan sistem indikasi serta bingkai interpretasi (tata simbol, perihal/ forum  bahasa),  sebagai akibatnya  struktur  signifikasi itu  terdapat. Aktor-aktor sosial, pada sikap kehidupan sehari-harinya, secara aktif menghasilkan makna pada tataran yang sudah mereka beri makna; secara bersamaan mereka ditentukan oleh cara dimana makna-makna tadi sudah sebagai dirutinkan serta direproduksi. Hal yang dilakukan serta dikatakan rakyat mempunyai konsekuensi bagi struktur sosial. Individu-individu menggerakkan asal daya, ketrampilan serta pengetahuan yang sudah dihasilkan berasal dari hubungan sebelumnya.

Praktik-praktik struktur sosial, sebagian selalu berakar di per-temuan tatap muka, namun perjumpaan ini tak pernah terjadi pada ruang hampa yang tak berstruktur, dunia sosial ditengahi serta dipe-ngaruhi oleh sumber daya yang sudah mempunyai signifikasi sosial serta budaya. Struktur merupakan 'proses dialektika' dimana hal yang dilakukan sang individu merupakan juga hal yang mereka bangun. Inilah essensi berasal strukturasi.  Strukturasi  pula  melibatkan  interfusion (penggabungan) konsekuensi  yang  dibutuhkan  ataupun  yang  tidak  diperlukan,  hal yang dimaui serta dilakukan agen mampu membentuk konsolidasi atas apa yang tak diinginkan  agen. Gagasan inilah  yang memberikan bahwa struktur merupakan sumberdaya yang memberdayakan sekaligus membatasi rakyat.

Agama  atau  keyakinan  bahwa alam  serta sosial  itu kondisinya mirip yang tampak, termasuk parameter eksistensial dasar diri serta ciri-ciri sosial (Giddens, 1984: 375). Pencerahan simpel ini ialah kunci buat tahu bagaimana banyak sekali  tindakan  serta  praktik  sosial rakyat  lambat  laun sebagai struktur, serta  bagaimana struktur  itu mengekang  dan  memampukan  tindakan/praktik  sosial  rakyat.  Giddens menyebut tindakan serta praktik sosial itu menjadi 'global yang telah ditafisirkan' (Giddens, 1976: 166).

Menjadi sebuah hukum serta sumberdaya, struktur mempunyai 3 gugus dimensi yaitu: Pertama, struktur penandaan (signification) yang menyangkut skemata simbolik, pemaknaan, penyebutan, serta perihal. kedua, struktur dominasi atau penguasaan (domination) yang mencakup skemata dominasi atas orang (politik) serta barang/hal (ekonomi). Ketiga, struktur pembenaran atau legitimasi (legitimation) yang menyangkut skemata peraturan normatif, yang terungkap pada tata aturan (Giddens, 1984: 29).

Ke-2; buat memberlakukan sebuah hukuman, orang membutuh-kan wahana legitimasi berupa tata cara atau peraturan (rapikan aturan/lem-baga aturan). Aspek sah (normatif) diharapkan untuk menyampaikan rasa safety (ontological security) serta keabsahan atas hubungan yang dila kukan oleh agen-agen sosial. Perubahan sosial tak mampu ditempuh de-ngan pertentangan sistem, namun perubahan bisa ditempuh melalui ko-ordinasi praktik yang dilembagakan pada sistem serta struktur sosial yang mengatasi ruang serta saat. Perubahan sosial pada dimensi ke-tiga gugus strukturasi hanya mampu dirubah melalui 'derutinisasi' pada kapasitas 'monitoring refleksif' atau merogoh jeda terhadap unsur-unsur yang melingkupinya baik secara personal juga institusional (Giddens, 1984: 7).

ke 3; buat menerima atau mempraktikkan kekuasaan, seorang membutuhkan mobilisasi dua struktur dominasi menjadi fasilitas. di dimensi dominasi, fasilitas ini terdiri berasal sumberdaya alokatif (ekonomi) serta otoritatif (politik). Sumberdaya alokatif mengacu di kemampuan-kemampuan atau bentuk-bentuk kapasitas transformatif yang menyampaikan komando atas barang-barang, objek-objek atau kenyataan material. Adapun sumberdaya otoritatif mengacu di jenis-jenis kapasitas transformatif yang membentuk perintah atas orang-orang atau aktor-aktor.

Kata 'kekuasaan' wajib  dibedakan menggunakan kata penguasaan. Penguasaan mengacu pada asimetri korelasi di dataran struktur, sedang kekuasaan menyangkut kapasitas yang terlibat pada korelasi sosial di dataran pelaku (hubungan sosial). Sebab itu kekuasaan selalu menyangkut kapasitas transformatif, sebagaimana tak terdapat struktur tanpa pelaku, begitu jua tak terdapat struktur penguasaan tanpa rekanan kekuasaan yang berlangsung diantara pelaku yang kongkret. Kekuasaan terbentuk dalam serta melalui reproduksi 2 struktur/ sumberdaya penguasaan (alokatif serta otoritatif). Meski demikian, berdasarkan Giddens tak pernah mungkin terjadi dominasi total atas orang entah pada sistem totaliter, otoriter, ataupun penjara sebab adanya dialektika kontrol (the dialectic of control). Artinya pada dominasi selalu terlibat rekanan swatantra serta ketergantungan, baik di yang menguasai juga di yang dikuasai sekalipun pada kadar yang minimal.

Citasi: https://argyo.staff.uns.ac.id/2013/02/05/teori-strukturasi-dari-anthony-giddens/

http://araauza.blog.uma.ac.id/2019/02/19/teori-strukturasi-dalam-kasus-ars/

https://jurnal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/12617/9078

https://www.bola.com/ragam/read/5048181/pengertian-korupsi-menurut-para-ahli-ketahui-penyebabnya

https://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/investigasi/files/uppk_apbn_apbd(1).pdf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun