Mohon tunggu...
Firda Putri Permatasari
Firda Putri Permatasari Mohon Tunggu... -

I am an open minded person, analytical, thinker, love to write and have a strong love to my lovely country Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Public Opinion - Be a Smart Audience!

15 Juni 2014   10:09 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:40 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu makin panas, berita semakin berlomba-lomba tersebar di setiap media baik media massa, internet maupun iklan. Beberapa hari lalu debat capres-cawapres pertama telah diselenggarakan, masing-masing calon menggambarkan pandangan kedepan mengenai visi dan misi untuk Indonesia. Sehabis menonton acara debat capres-cawapres dan disitu saya mendapati bahwa salah seorang pasangan calon melontarkan kalimat mengenai Opini Publik yang kurang lebih seperti ini, "The Power of Public Opinion, opini rakyat itu sangat menentukan." Hal tersebut lah yang kemudian menggelitik saya untuk mengupas tuntas mengenai Public Opinion atau dalam bahasa indonesia nya - Opini Publik.

Mari kita pahami dulu apa sih yang dimaksud opini publik?

Opini publik adalah pendapat kelompok masyarakat atau sintesa dari pendapat dan diperoleh dari suatu diskusi sosial dari pihak-pihak yang memiliki kaitan kepentingan. Agregat dari sikap dan kepercayaan ini biasanya dianut oleh populasi orang dewasa.

Dalam menentukan opini publik, yang dihitung bukanlah jumlah mayoritasnya (numerical majority) namun mayoritas yang efektif (effective majority). Subyek opini publik adalah masalah baru yang kontroversial dimana unsur-unsur opini publik adalah: pernyataan yang kontroversial, mengenai suatu hal yang bertentangan, dan reaksi pertama/gagasan baru.

Pendekatan prinsip terhadap kajian opini publik dapat dibagi menjadi 4 kategori:


  1. pengukuran kuantitatif terhadap distribusi opini
  2. penelitian terhadap hubungan internal antara opini individu yang membentuk opini publik pada suatu permasalahan
  3. deskripsi tentang atau analisis terhadap peran publik dari opini publik
  4. kajian baik terhadap media komunikasi yang memunculkan gagasan yang menjadi dasar opini maupun terhadap penggunaan media oleh pelaku propaganda dan manipulasi.

Menurut Dan Nimmo, opini personal terdiri atas kegiatan verbal dan non verbal yang menyajikan citra dan interpretasi individual tentang objek tertentu, biasanya dalam bentuk isu yang diperdebatkan orang.

Opini dapat dinyatakan secara aktif maupun secara pasif. Opini dapat dinyatakan secara verbal, terbuka dengan kata-kata yang dapat ditafsirkan secara jelas, ataupun melalui pilihan-pilihan kata yang sangat halus dan tidak secara langsung dapat diartikan (konotatif). Opini dapat pula dinyatakan melalui perilaku, bahasa tubuh, raut muka, simbol-simbol tertulis, pakaian yang dikenakan, dan oleh tanda-tanda lain yang tak terbilang jumlahnya, melalui referensi, nilai-nilai, pandangan, sikap, dan kesetiaan.

Opini publik itu identik dengan pengertian kebebasan, keterbukaan dalam mengungkapkan ide-ide, pendapat, keinginan, keluhan, kritik yang membangun, dan kebebasan di dalam penulisan. Dengan kata lain, opini publik itu merupakan efek dari kebebasan dalam mengungkapkan ide-ide dan pendapat.

sumber: wikipedia


As a person who studied Public Relations for 4 years and have been working as a Public Relations, I totally agree that Public Opinion is important terutama jika saya sebagai PR ingin membangun citra baik pada perusahaan dimana saya bekerja.

Tapi bagaimana jika Public Opinion ini dicreate oleh seorang Public Relations (or you can call it humas / jubir) untuk kepentingan pencitraan seorang tokoh?

Well mari saya berikan gambaran dan contoh kasus:

----

Jika ada seseorang bernama Popon yang terlibat kasus korupsi pada tahun 2010 tapi dia ingin nyapres di tahun 2020, nah langkah pertama yang dia lakukan tentunya adalah menghire pengacara yang bertugas membela Popon di pengadilan atau untuk lobi hukum supaya kasus nya ditutup, tapi sayangnya kasus korupsi ini sudah masuk headline media dan tentunya citra si Popon ini di mata masyarakat yang tadinya 'Putih' menjadi 'Hitam', nah karena Popon udah menargetkan tahun 2020 mau nyapres kemudian Popon meng-hire seorang PR yang kemudian bertugas bagaimana cara nya supaya Popon citra nya berubah kembali menjadi 'Putih' atau seenggaknya 'Abu-abu' laaahh..

Nah, jika melihat dari kasus Popon ini PR nya Popon punya tugas mengkriteriakan bagaimana sih mengubah kembali citra Popon yang kepalang tanggung udah banyak dihujat masyarakat?

1. Memilah media yang bonafit untuk meliput 'penyelesaian' kasus Popon dan melobi orang-orang untuk memberikan keterangan bahwa Popon tidak terlibat kasus korupsi.

2. Melakukan propaganda pemberitaan dengan melakukan penudingan kepada pihak lain yang turut terlibat. (Simplenya, nyalahin pihak lain juga biar gak salah sendiri)

3. Membersihkan nama Popon dengan membayar bloggers, buzzer (twitter), dan orang-orang yang aktif di socmed lainnya untuk menulis propaganda berita mengenai korupsi Popon dengan penggambaran bahwa Popon tidak bersalah, Popon itu innocent, Popon itu difitnah, yang salah itu temennya Popon, dan lain sebagainya. Nah orang-orang yang dibayar ini juga bukan sembarang orang, mereka adalah orang-orang yang aktif di dunia maya dan memiliki banyak followers ataupun pembaca.

4. Si PR ini maju ke depan media bisa maju sendirian atau bisa juga maju bersama si Popon untuk memberikan konferensi Pers. (notes: biasanya sih yaa sepengamatan karir saya sebagai PR kalau suatu perusahaan terkena kasus dan emang perusahaan tersebut salah, biasanya PR nya doang disuruh maju ngomong ke media. Tapi kalo gak salah, baru dari manajemennya maju. Well, mungkin bisa diaplikasikan pada kasus pencitraan seorang tokoh juga)

5. Mulai melakukan orasi dan gerakan 'perhatian' sama masyarakat, biasanya si Popon disuruh orasi di kampung-kampung dulu karena orang-orang kampung kan banyak yang, sorry, edukasi nya rendah jadi gampang terpengaruh.

6. Beriklan di media apapun mengenai si Popon. Bikin account socmed (FB, Twitter, Instagram, Path, dll), mulai pencitraan dengan pasang iklan di tv yang menunjukan betapa perhatiannya si Popon ini berinteraksi di desa-desa, di kalangan tidak mampu, peduli dengan pertumbuhan ekonomi bangsa (such a cliche! haha), dan bombardir terbesar nya pas dua tahunan menjelang pilpres baru mulai pasang banner segede-gede gambreng, spanduk, umbul-umbul, dll.

Jika melihat poin 1, 2, 3, 4 itu adalah cara mengubah citra Hitam menjadi Putih atau Abu-abu jika sukses nih ya mulai bermunculan lah simpatisan, mulai muncul lah pendukung yang ikut meramaikan dunia pencitraan si Popon. Popon udah gak perlu bayar lagi tuh karena dengan sendirinya para simpatisan dan pendukung Popon akan membantu mempromosikan Popon.

Lalu apa result yang akan terjadi dengan kasus korupsi si Popon di dalam Opini Publik Masyarakat?

1. Masyarakat dibikin bingung dengan pemberitaan karena si Popon melakukan propaganda pemberitaan korupsi dia. Jadinya ada yang tetep nyalahin Popon, netral, atau bahkan jadi berbalik membela Popon dan menganggap Popon tidak bersalah. Masyarakat jadi tidak bisa membedakan mana berita yang benar dan mana yang berita pencitraan Popon.

2. Masyarakat dibikin lupa kalau kasus hukum Popon masih gantung dan belum diproses sempurna

3. Pencitraan Popon ini mengalir dari mulut ke mulut, di share dari media ke media yang hasilnya banyak orang jadi berubah opini mengenai si Popon dan Yak! Jadilah kesuksesan seorang PR: mengubah citra Popon jadi Putih atau at least, Abu-abu.

Lalu apakah Popon benar-benar bersalah? Kan bisa aja ada orang yang gak suka sama Popon dan bikin berita kalau Popon itu korupsi?

Well, mari kita bahas lebih rinci lagi.

Jadi gini, sebuah berita itu bisa dinyatakan;

- valid apabila memuat komponen What, Who, When, Where, Why, dan How (5W + 1H)

- akan lebih valid apabila berita tersebut menyertakan foto

- akan lebih valid lagi apabila memuat video dan

- akan sangat-sangat valid apabila video memuat pernyataan dari pelaku yang sedang diberitakan.

Kalau kita membaca artikel di blog dan artikel tersebut menyanjung seseorang atau malah menjatuhkan tidak akan valid apabila tidak mengandung komponen 5W+1H. Tapi apabila sudah sangat rinci berita tersebut dan mengandung komponen 5W+1H tapi tidak ada foto so don't believe it. Tapi jika udah ada komponen 5W+1H dan udah ada foto nya juga tapi gak ada video, masih harus diragukan. Kalo seluruh komponen udah ada dari 5W+1H ditambah foto n video juga tapi tidak ada video pernyataan dari subjek atau objek yang ada di pemberitaan itu so tutuplah berita tersebut. Itu hanyalah white campaign dengan tujuan pencitraan atau black campaign dengan tujuan menjatuhkan citra. Simple kan? Tapi ribet buat diaplikasikan! Haha.

Intinya kalau sudah ada video pernyataan dari subjek atau objek pemberitaan masih bisa kita anggap 'real berita' karena dari situ kita bisa menilai bagaimana penyampaian orang tersebut dan apabila orang tersebut pernyataannya berubah patut kita pertanyakan, bahkan orang tersebut pun dapat menerima sanksi apabila dia memberikan pernyataan fitnah.

Loh, terus kalau orang yang ngasi pernyataan mengenai Popon itu udah dibayar sama PR nya Popon atau itu orang-orang yang hanya ingin menjatuhkan Popon gimana?

So kalo ada orang-orang yang ngasi pernyataan yang menjatuhkan Popon ya tunggu aja tanggapan Popon. Kalau Popon milih diam atau tidak berkomentar apabila ada orang yang menjatuhkan dia mengenai kasus korupsi Popon berarti bisa bermakna: Popon emang salah n gak mau salah berkomentar. Karena gini, pada dasarnya semua orang itu memiliki sikap defensif, kalo orang gak salah terus disalahin sangat jarang sekali ada orang yang nerimo dengan legowo kecuali kalo orang tersebut emang udah dari sono nya baik n ikhlas maksimal kayak Nabi. Nah makanya kita sebagai masyarakat harus jeli ngeliat karakter Popon, si Popon ini sifat nya gimana? Kalo dia kalem diem senyam senyum n emang gak banyak komentar bisa ada kemungkinan emang Popon ini pasrah disalah-salahin. Tapi kalo sifat nya Popon ini radikal, keras, straight to the point, yaah make sense gak sih kalo si Popon gak berani ngasi pernyataan di depan media untuk membela diri dari orang-orang yang nyerang dia? Malah Popon berani nya nyodorin PR / humas Popon buat ngasi keterangan padahal biasanya Popon ini berani lohhh.. Yah kembali ke nurani kita masing-masing aja gimana menilai nya...

Apabila yang ngasi pernyataan itu bagus-bagusin Popon yaaa kalo saya sebagai PR sih mikirnya simple; kalo Popon udah berani ngasih pernyataan di media dan kemudian bermunculan orang-orang memuji-muji dia, fix emang Popon dasarnya gak salah dan cuma difitnah. Tapi kalo Popon masih bungkam dan banyak yang muji-muji atau membela Popon gak salah, yaaa itu pinternya PR Popon aja buat ngelobi orang-orang supaya belain Popon.

---

Nah sampai sini kita udah bisa bedain yaa mana yang 'real berita' dan mana yang cuma 'berita untuk mengubah opini publik' so next time kita gak keblinger lagi mana yang berita untuk menjatuhkan citra seseorang (black campaign) dan mana berita yang syuper bagus-bagusin citra seseorang (white campaign). Pada dasarnya baik black campaign maupun white campaign dapat dicreate oleh masyarakat awam dan bukan hanya media massa... Seperti yang saya jelaskan tadi, apabila dalam proses pencitraan seseorang itu sukses, maka akan bermunculan simpatisan dan pendukung tokoh tersebut yang akan sangat sukarela sekali melakukan pemberitaan bagus-bagus atau bahkan tetap ada haters yang melakukan pemberitaan buruk.

Yang jelas kita sudah tau inti dari pemberitaan valid itu seperti apa, jangan sampai kita jadi penonton bodoh yang langsung menerima semua berita yang ada di sekitar kita.

Beware juga dengan blogger atau buzzer twitter yang mendadak muncul dan melakukan kampanye terselubung. Karena melihat maraknya pengguna internet, orang-orang tersebut dibayar oleh tokoh-tokoh yang memiliki kepentingan untuk menaikkan citra mereka. Ingat, kembali ke poin isi dari 'real berita', selama blogger atau buzzer twitter itu tidak mampu memberikan bukti otentik final yaitu sebuah video pernyataan (walopun orang tersebut menyatakan bahwa sudah melakukan investigasi dan bla bla bla), jangan percaya! Logikanya kalo memang orang tersebut melakukan investigasi harusnya mampu memberikan foto dan video dari hasil investigasi dia! We need to be a smart audience!

Contoh kasus yang saya jabarkan bisa kita gunakan juga dalam analisa mengenai tokoh-tokoh yang kita sukai atau kita benci, karena inti dari contoh kasus tersebut sama: Pencitraan. Namun kembali lagi citra seseorang bisa terbentuk berawal dari opini publik mengenai tokoh tersebut dan proses pembentukan opini tersebut itu lah yang menentukan citra seseorang akan menjadi baik atau buruk jadi kesimpulannya:

Opini kita lah yang menentukan citra seorang tokoh! That's why it called The Power of Public Opinion ;)

Tampaknya itu saja yang dapat saya sampaikan dan saya sangat senang dapat membagi ilmu saya yang semoga saja berguna bagi kita semua untuk lebih bijak dalam menilai. Tulisan ini saya tutup dengan quotes dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel:

"Public Opinion contains all kinds of falsity and truth, but it takes a great man to find the truth in it."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun