Mohon tunggu...
Firda NurmalaSari
Firda NurmalaSari Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswi PPG

Guru Bahasa Indonesia SMA Labschool Cibubur

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Analisis Peristiwa Perpeloncoan di SMA pada MPLS dan Kaitannya dengan Kajian Psikologi Pendidikan

4 Oktober 2022   19:18 Diperbarui: 4 Oktober 2022   19:24 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lalu, Plonco pascakemerdekaan terjadi pada awal kemerdekaan kegiatan perploncoan tetap terjadi. Salah satunya di lingkungan Universitas Indonesia pada tahun 1949. Pada masa itu kegiatan penggemblengan melalui plonco menciptakan ikatan batin dan rasa setia kawan, meskipun dalam suasana kemelut. Setelah banyaknya dibuka sekolah tinggi pada tahun 1950-an, kegiatan plonco tetap terjadi. Praktiknya berupa dibentak dan diperintah oleh seniornya. Namun dalam perkembangannya, perploncoan saat itu tidak mengacu pada penggundulan kepala bagi mahasiwa baru.  

Berdasarkan alur sejarah perploncoan di atas, banyak peristiwa yan terjadi. Kita ambil contoh di SMA. Banyak peristiwa yang terjadi mengenai ploncoan itu. Jenis perploncoan yang kerap terjadi di SMA khususnya momen tahun pelajaran baru, seperti ketika kakak kelas/senior yang menjadi panitia pengenalan lingkungan sekolah menyuruh siswa baru membawa perlengkapan baik berupa makanan atau barang yang aneh, misalnya membawa atribut serba warna yang sulit, misalnya ungu, mulai dari topi, dll, membawa pecahan uang yang sudah tidak digunakan, sehingga sulit dicari, kalau tidak dibawa tentu akan dihukum keliling lapangan, menyanyi atau push up sambal dijemur atau bahkan dipermalukan di depan kakak kelas lain, dan bentakan serta teriakan tidak luput dari semua itu. Semua perlengkapan aneh itu tentu secara filosofis tidak ada makna dan kegunaan untuk membantu siswa semakin mengenal lingkungan sekolah barunya, justru menumbuhkan sikap traumatik dan berpotensi balas dendam di kemudian hari.

Selain itu, perploncoan juga sering dilakukan oleh kakak kelas/senior yang bukan panitia dan terjadinya bisa di kantin sekolah, luar sekolah, di depan gerbang. Misalnya, berupa perintah push up, membelikan jajanan, larangan berjalan atau melintas di area tertentu padahal masih area sekolah, larangan menggunakan seragam atau sepatu jenis tertentu bagi siswa baru karena hanya boleh dipakai oleh kakak kelas. Peraturan atau larangan tidak tertulis dan illegal itu sangat diingat oleh siswa baru yang mau tidak mau diikuti secara masiv bahkan satu angkatan siswa baru karena merasa takut dihukum. 

Perploncoan juga erat kaitannya dengan perundungan atau bullying kepada siswa baru dengan menggunakan kata-kata yang tidak baik. Penyebabnya adalah,perasaan iri hati kepada korban atau siswa baru karena kadang siswa baru mendapatkan kebijakan yang lebih baik daripada mereka sehingga siswa baru selalu berada dalam posisi yang menyenangkan, menggunggulkan dirinya dan melebihi dari siswa senior atau kakak kelas.

Pencegahan perploncoan dari internal dilakukan melalui bimbingan klasikal di kelas-kelas, melaksanakan pemberian informasi secara lintas kelas, melaksanakan seminar antikekerasan, dan pemberian ajakan untuk tidak melakukan bullying melalui poster, dan media lainnya.

Jika sudah terjadi perplocoan, menurut informasi dari guru BK, para guru, khususnya BK biasanya mendengarkan informasi yang lengkap dengan kedua belah pihak. Jika sudah ada keterangan yang cocok, guru BK memberikan layanan konseling kelompok dan menyelesaikan permasalahan tersebut.

Ada pula perploncoan berubah menjadi tindakan kriminal seperti kekerasan fisik, pelecehan seksual terhadap siswa baru, pemerasan uang, dan sebagainya. Sementara kita bahwa semua itu bukan bentuk pembinaan dan tujuannya bukan untuk pendidikan.

Pembahasan

Penyebab perploncoan yaitu mayoritas siswa melakukan karena balas dendam. Rasa tertindas yang dirasakan siswa bar uterus teringat, dengan kalimat “zaman dulu kita dibeginikan..kalian rasakan sekarang”. Ini yang terus terjadi secara turun-temurun. Padahal seperti yang kita tahu seharusnya kakak kelas menjadi contoh yang baik untuk siswa baru khususnya dalam mengenalkan budaya dan lingkungan sekolah. Idealnya begitu.

Perploncoan yang terjadi di sekolah tentu sangat bertentangan dengan tujuan dari pengenalan lingkungan sekolah yang sesuai dengan landasan hukum Undang-Undang No.18 Tahun 2016 bahwa Pengenalan lingkungan sekolah bertujuan untuk mengenali potensi diri siswa baru, membantu siswa baru beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya, antara lain terhadap aspek keamanan, fasilitas umum, dan sarana prasarana sekolah, menumbuhkan motivasi, semangat, dan cara belajar efektif sebagai siswa baru, mengembangkan interaksi positif antarsiswa dan warga sekolah lainnya, menumbuhkan perilaku positif antara lain kejujuran, kemandirian, sikap saling menghargai, menghormati keanekaragaman dan persatuan, kedisplinan, hidup bersih dan sehat untuk mewujudkan siswa yang memiliki nilai integritas, etos kerja, dan semangat gotong royong.

Melalui landasan hukum yang dielaborasikan menjadi tujuan Pengenalan Lingkungan Sekolah itulah setiap tahun pemerintah selalu berbenah dan mengajak semua elemen sekolah untuk sama-sama menghilangkan praktik perploncoan itu. Sejak 2016, petunjuk teknis, petunjuk khusus penyelenggaraan kegiatan pengenalan lingkungan sekolah didesain sedemikian rupa dengan disertai monitoring yang semakin baik ke sekolah-sekolah. Hal itulah menjadi solusi besar dari setiap permasalahan perploncoan di sekolah yakni dalam bentuk langkah pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun