Mohon tunggu...
Pendidikan

Pengertian Konsumsi Halal dan Haram dalam Islam

17 Maret 2019   09:38 Diperbarui: 17 Maret 2019   10:12 1272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut H. Idri (2015: 97-98) Konsumsi merupakan suatu hal yang niscaya dalam kehidupan manusia, karena manusia membutuhkan konsumsi untuk mempertahankan hidupnya. Manusia harus makan untuk hidup, berpakaian untuk melindungi tubuhnya dari berbagai iklim ekstrem, memiliki rumah untuk dapat berteduh, beristirahat sekeluarga, serta menjaganya dari berbagai gangguan fatal. 

Demikian juga aneka peralatan untuk mempermudah menjalani kehidupannya bahkan untuk menggapai prestasi dan prestise. Sepanjang hal ini dilakukan sesuai dengan aturan-aturan syara'. Seperti hadist ini,

Artinya: dari Zakaria bin Abi Zaidah dari al- Sya'bi berkata: saya mendengar Nu'man bin Basyir berkata di atas mimbar dan ia mengarahkan jarinya pada telinganya, saya mendengar Rasul SAW bersabda: halal itu jelas, haram juga jelas, diantara keduanya itu subhat, maka ia telah bebas untuk agama dan kehormatannya, barang siapa yang terjerumus. Ingatlah, sesungguhnya bagi setiap pemimpin daerah larangan. 

Larangan Allah adalah hal yang diharamkan oleh Allah, ingatlah, bahwa sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging, jika baik maka baiklah seluruhnya, jika jelek maka jeleklah sluruh tubuhnya, ingatlah itu adalah hati (HR. Muttafaqun alaih).

Secara sederhana, konsumsi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai pemakaian barang untuk mencukupi suatu kebutuhan secara langsung. Konsumsi juga diartikan dengan menggunakan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan manusiawi. Menurut Yusuf al- Qardhawi, konsumsi adalah pemanfatan hasil produksi yang halah dengan batas kewajaran untuk menciptakan manusia hidup aman dan sejahtera. 

Halal artinya dibenarkan, lawannya haram artinya dilarang. Sedangkan thoyyib artinya bermutu dan tidak membahayan kesehatan. Kita diharuskan mengkonsumsi makanan yang halal dan thoyyib.

Dalam kajian konsumsinya, al-Syaibani memulai dengan membagi kebutuhan pokok manusia menjadi empat, yakni makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal. Al-Syaibani menyatakan, "kemudian Allah menciptakan anak adam dengan suatu ciptaan dimana tubuh mereka tidak akan dapat hidup kecuali dengan empat perkara, yakni makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal. Keempat hal itu merupakan kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan lain manusia itu berupa konsumsi yang halal dan baik. Akan tetapi makanan adakalanya makanan dan minuma yang haram. (Yadi Janwari, 2016:138)

Dalam ajaran Islam, semua jenis makanan halal dan minuman pada dasarnya adalah halal, kecuali hanya beberapa saja yang di haramkan. Pengertian halal dan haram ini sesungguhnya bukan hanya menyangkut masalah makanan dan minuman saja, tetapi juga dengan perbuatan. Jadi ada perbuatan yang di halalkan ada pula perbuatan yang di haramkan. 

Makanan yang boleh di konsumsi hanyalah yang halal saja, tidak boleh mengkonsumsi makanan yang haram. Umat Islam harus menjalankan usaha-usaha yang halal saja, jauh dari unsur perjudian dan penipuan. Dalam hal konsumsi misalnya, Rasullulah melarang segala minuman yang memabukkan, hukumnya haram. 

Sesuatu yang memabukkan itu tidak hanya minuman, tapi dapat berupa sesuatu yang diisap seperti ganja atau disuntikkan ke dalam tubuh atau berupa pil dan cairan. Konsep Islam mengenai halal dan haram meliputi seluruh kegiatan ekonomi manuisa, terutama yang berhubungan dengan produksi dan konsumsi, baik dalam hal kekayaan dan makanan.

Rasulullah bersabda: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dari kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan solat: maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (QS. al- Maidah [5]: 96).

Ayat tersebut menjelaskan tentang perbuatan dan berperilaku buruk itu dapat melupakan diri dari Allah dan solatnya, maka makanan dan berpakaian juga perlu di perhatikan karna tidak semuanya barang tersebut didapatkan dengan cara yang halal ada juga yang didapatkan dengan cara haram seperti mencuri dan berjudi. Dan ketika kita menemukan barang tidak tau asal-usulnya barang tersebut termasuk barang subhat. Dan muslim hanya di berkenankan mengkonsumsi makanan yang halal dan baik saja.( Muhammad Syarif Chaundhry (2014: 151)

Termasuk barang haram adalah barang-barang yang mengandung riba. Rasululloh melarang dan bahkan melaknat orang-orang yang terlibat dalam bisnis yang mengandung unsur riba baik yang mengkonsumsi, yang mewakili, yang menyaksikan ataupun yang mencatat keuangan dan aktivitas riba itu. Dalam sebuah Hadis riwayat 'Abd. Allah ibn Mas'ud dijelaskan sebagai berikut yang artinya: "Dari 'Abd Allah ibn Mas'ud, ia berkata: Rasulullah SAW melaknat orang yangmakan riba, wakil (untuk mengurusnya), saksi (aktifitas bisnis riba), dan pencatat (bisnis dan keuangan riba)". (HR. Abu Dawud).

Riba dengan segala bentunya adalah haram dan termasuk dosa besar, dengan dasar Al-Qur'an, As-Sunnah, dan ijma' ulama'. Riba (termasuk bunga bank) adalah termasuk dosa besar. Baik pemberi, penulis, dan dua saksi riba adalah sama dalam dosa dan maksiat dengan pemakan riba. 

Tidak boleh seorang muslim mengokohkan transaksi riba. Oleh karena itu, hendaknya seorang musli menjauhi bertransaksi dan bekerja di tempat ribawi karena Allah Ta'ala menghilangkan keberkahan harta dari hasil riba dan pelakunya divonis melakukan tindakan kekufuran, sebagaimana firmannya, artinya, "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalm kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (QS. Al-Baqarah: 276).

Selain itu Allah Ta'ala juga memerangi riba dan pealakunya, sebagaimana dijelaskan dalam firmannya, artinya,"maka kamu jika tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." (QS. Al- Baqarah: 279).

Hewan juga ada yang diharamkan, bangkai binatang yang mati karena sakit, berlaga, jatuh, tercekik, sisa makanan binatang buas, atau semua bangkai binatang yang matinya tidak disembelih dengan menyebut nama Allah, daging babi, segala makanan yang walau halal, diperoleh dengan cara haram, segala benda kotor yang berbahaya bagi kesehatan dan moral, segala sesuatu yang dipersembahkan kepada berhala itu semua haram. 

Dalam tubuh binatang itu masih tesimpan darah yang haram dimakan dan terdapat banyak virus penyakit dalam bangkai binatang itu. Darah juga haram dimakan, karena darah itu mengandung berbagai jenis virus penyakit dan menimbulkan kelemahan otak untuk berfikir. 

Meski demikian, prinsip kebutuhan menjadikan barang haram untuk sementara menjadi halal. Namun prinsip ini hanya dapat dipakai bila keadaan benar-benar memerlukan, bukan sekedar alasan atau helat. Misalnya, jika seseorang hampir mati kelaparan dan tidak punya apa pun juga untuk menyelamatkan hidupnya selain daging babi, maka ia boleh memakannya. Demikian pula, seseorang yang sakit boleh meminum alkohol atau minuman keras dengan syarat dokter menjamin bahwa ia akan mati jika tidak segera meminumnya.

Menurut Al-Qur'an, dua syarat berikut ini harus diprhatikan jika hendak menggunakan barang haram., yakni: pertama, barang itu tidak diambil atau dipakai dalam rangka membangkang kepada Allah atau hendak merusak hukum Allah. Kedua, barang tersebut diambil atau dipakai dalam jumlah seminimum mungkin, yakni sekadar untuk bertahan hidup. (Muhammad Syarif Chaudhry, 2015: 156)

DAFTAR PUSTAKA

Sharif, Muhammad Chaudhry. 2014. Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana JL. Tambra Raya

 H. Idri. 2015. Hadis Ekonomi. Jakarta: Predanamedia Group

Janwari, Yadi. 2016. Pemikiran Ekonomi Islam.Bandung: PT Remaja Rosdakarya 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun