Hai, pembaca setia kompasiana!
Kali ini kita bahas yang lagi hot di masyarakat, yups! kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Kalau dulu kita udah pusing mikirin harga cabai yang naik-turun kayak roller coaster, sekarang siap-siap dompet lebih tipis karena kebijakan baru ini. Gimana sih dampaknya buat kita-kita? Yuk, kita kupas sampai tuntas!
Kenaikan PPN dan Implikasinya
Kenaikan PPN ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tujuannya sih mulia, untuk meningkatkan penerimaan negara dan menjaga keseimbangan fiskal.
Tapi, realitanya, siapa yang bakal kena imbas paling besar? Yup, rakyat kecil lagi-lagi jadi korban. Selamat tinggal, hidup nyaman!
Bayangin deh, harga barang dan jasa bakal naik karena kenaikan PPN ini. Meskipun barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, jagung, daging, telur, susu, dan sayur-sayuran gak kena PPN, barang dan jasa lainnya yang kita pakai sehari-hari pasti bakal naik harganya.
Jadi, siap-siap aja belanja bulanan makin mahal. Dompet makin tipis, stresnya makin tebal.
UKM Ikut Terdampak
Pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) juga gak lepas dari dampak kenaikan PPN ini. Mereka harus menaikkan harga jual produk mereka agar tetap untung, tapi di sisi lain daya beli masyarakat menurun.
Akhirnya, omzet mereka bisa turun. UKM yang tadinya bisa jadi penopang ekonomi rakyat kecil, sekarang harus berjuang lebih keras. Dagang jadi makin ngos-ngosan!
Bayangkan, si Pak Wahyu yang jualan gorengan di pinggir jalan, terpaksa menaikkan harga tahu isi dan tempe mendoannya. Karena biaya minyak goreng dan bahan-bahan lainnya naik gara-gara PPN.
Apalagi, kalau pelanggan setianya yang biasanya beli sepuluh ribu, sekarang hanya mampu beli lima ribu. Kasihan, kan?
Rakyat Miskin Bertambah Miskin
Buat rakyat miskin, kenaikan PPN ini benar-benar jadi beban tambahan. Misalnya aja, biaya transportasi naik, harga baju sekolah anak-anak naik, bahkan tarif listrik dan air bisa ikut naik.
Jadi, pengeluaran sehari-hari pasti nambah. Parahnya lagi, jumlah penduduk miskin bisa bertambah karena kebijakan ini, meskipun persentasenya mungkin terlihat menurun. Ironi hidup di negeri yang kaya raya tapi rakyatnya kian merana.
Misalnya saja Mbok Siti yang setiap hari berjualan sayur keliling kampung. Dia harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk bensin motornya karena harga bahan bakar naik akibat PPN.
Harga sayuran pun jadi ikut naik karena biaya transportasi yang makin mahal. Gimana mau untung kalau pembeli malah berkurang karena harga sayur mahal?
APBN Bisa Tambah Boncos
Belanja pemerintah pusat diperkirakan bakal meningkat, terutama karena kabinet yang lebih besar di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Ini artinya, APBN bisa mengalami defisit lebih besar alias tambah "boncos". Padahal, kita butuh belanja negara yang efisien dan tepat sasaran buat mendorong pertumbuhan ekonomi. Boncos berlipat, janji tinggal janji.
Bayangin aja, seandainya dana yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan program sosial justru habis untuk menutup defisit.
Bukannya mengurangi kemiskinan, kebijakan ini malah bisa menambah jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Gimana Langkah Selanjutnya?
Sebenernya, kenaikan PPN ini bertujuan baik buat negara. Tapi, pemerintah harus pastiin kebijakan ini gak makin menekan masyarakat miskin dan rentan.
Langkah-langkah perlindungan sosial harus diperkuat, seperti bantuan langsung tunai (BLT), subsidi pangan, dan program-program lainnya yang bisa meringankan beban rakyat kecil. Jangan sampai rakyat malah makin kere.
Pemerintah juga perlu memberikan edukasi dan pendampingan kepada pelaku UKM agar bisa beradaptasi dengan kenaikan PPN ini.
Misalnya, membantu mereka dalam manajemen keuangan dan strategi pemasaran agar tetap bisa bersaing di pasar yang makin ketat.
Jadi, itulah dampak kenaikan PPN 12 persen yang bakal kita rasain. Semoga aja pemerintah punya solusi jitu buat meringankan beban masyarakat dan memastikan kebijakan ini benar-benar membawa manfaat buat semua.
Karena kita semua berharap, kebijakan apapun yang diambil, harusnya membuat hidup kita lebih baik, bukan sebaliknya. Semoga harapan tak sekadar mimpi di siang bolong!
Penulis: Firasat Nikmatullah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H