Mohon tunggu...
Fiqi Zanni
Fiqi Zanni Mohon Tunggu... Penulis - Bismilah

Yakin usaha sampai

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kekhawatiran Dunia Atas Donal Trump

24 Desember 2017   18:35 Diperbarui: 24 Desember 2017   18:37 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keterkejutan pemimpin dunia dan rakyat di sejumlah negara telah mengarah pada kekhawatiran bagaimana AS berada di bawah Presiden terpilih Donald Trump.

Apakah AS akan lebih inward looking? Apakah AS akan menarik diri menjadi polisi dunia di berbagai kawasan? Apakah perdagangan bebas akan diakhiri? Apakah AS akan menjadi negara anti imigran? Apakah tembok tinggi jadi dibangun? Apakah hubungan dengan Rusia semakin akrab mengingat Trump dan Putin saling mengenal? Apakah perasaan Islamofobia semakin memiliki basis di AS? Dan masih banyak lagi apakah, apakah lainnya.

Kekhawatiran ini dapat dimengerti karena dunia mendengar apa yang disampaikan oleh Trump pada masa kampanye. Trump membeberkan apa yang akan dilakukan saat ia menjadi Presiden dengan tujuan membuat AS hebat kembali (make America great again).

Kekhawatiran dunia terhadap Trump sebagai Presiden AS bisa jadi hanya reaksi sesaat. Ada dua alasan untuk ini. Pertama, Trump sebagai kandidat Presiden akan berperilaku berbeda saat ia menjadi Presiden. Ketika menjadi kandidat, layaknya kandidat dalam suatu pemilihan, akan berkampanye seolah dapat merubah kebijakan dalam waktu semalam. Namun saat telah menjabat banyak realita yang harus dihadapi. Saat itulah siapapun yang menjabat baru menyadari bahwa tidak mudah untuk merubah kebijakan yang sudah mengakar dan berkaitan dengan berbagai isu lain.

Mulai realistisnya Trump dapat dilihat dalam pidato kemenangannya. Trump seolah melunak dalam kaitan dengan hubungan luar negeri. Ia mengatakan, "saya ingin mengatakan kepada masyarakat dunia sementara kami akan mengedepankan kepentingan Amerika sebagai yang utama namun kami akan berhubungan secara adil dengan semuanya, semua masyarakat dan semua bangsa-bangsa."

Selanjutnya Trump mengatakan, "kami akan mencari dasar yang sama, bukan permusuhan; kemitraan, bukan konflik." Kata-kata tersebut mengindikasikan Trump tidaklah segarang ketika ia berkampanye. Saat kampanye kegarangan ditonjolkan demi mendulang suara.

Kedua, perlu dipahami dalam pemerintahan AS ada dikotomi antara politisi dengan para birokrat. Presiden dan para menteri adalah politisi. Politisi bisa masuk dan bisa keluar. Saat masuk mereka ingin banyak hal dirubah, namun belum sampai perubahan terjadi mereka harus keluar.

Lalu siapa yang harus menjaga konsistensi kebijakan? Disinilah peran dari para birokrat. Para birokrat berperan untuk menjaga konsistensi kebijakan di AS, termasuk kebijakan luar negeri.

Para birokrat dan perwakilan AS di seluruh dunia mempunyai tugas tambahan. Mereka harus menjelaskan kepada pemimpin, para elit dan rakyat di suatu negara bahwa AS dibawah Trump tidak akan sama seperti saat Trump berkampanye.

Bila berurusan dengan pemerintah dan elit, bisa jadi tidak akan sulit untuk meyakinkan. Hanya saja untuk meyakinkan rakyat di banyak negara akan jauh lebih sulit.

Banyak rakyat di suatu negara telah mempunyai persepsi yang negatif terhadap Trump. Mereka merekam pernyataan-pernyataan tidak bersahabat dari Trump. Sehingga mereka menganggap AS identik dengan Trump saat kampanye.

Meski akan terjaga konsistensi kebijakan pemerintah AS, namun di sana sini bukannya tidak ada perubahan kebijakan. Saat ini masih sulit untuk menerka sejauh mana perubahan kebijakan akan terjadi dibawah Trump.

Kesulitan untuk menerka karena Trump belum bertemu dengan para birokrat. Interaksi ini penting karena akan diketahui sejauh mana janji kampanye Trump dapat terakomodasi.

Kesulitan untuk menerka juga disebabkan karena Trump belum terpapar dengan berbagai kompleksitas untuk mewujudkan janji kampanyenya.

Oleh karenanya bagi banyak negara, termasuk Indonesia, tindakan yang tepat saat ini pasca terpilihnya Trump sebagai Presiden AS adalah menunggu dan melihat.

WNI di AS harus waspada

Saat ini diberitakan di AS terjadi berbagai intimidasi terhadap kaum minoritas dan mereka yang menggunakan atribut Islam. Pihak-pihak yang mengintimidasi seolah memiliki legitimasi setelah kemenangan Presiden Terpilih Donald Trump.

Dalam konteks ini ada baiknya Pemerintah Indonesia meminta perhatian kepada Pemerintah AS untuk melakukan perlindungan bagi warga negara Indonesia, khususnya mereka yang menggunakan atribut Islam.

Bila perlu pemerintah mengeluarkan travel warning bagi WNI baik yang saat ini sedang di AS maupun yang akan berpergian agar mereka berhati-hati. Pemerintah juga bisa menyampaikan agar bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan untuk segera mengontak perwakilan RI terdekat.

Pemerintah Indonesia juga perlu mendorong perwakilan AS yang ada di Indonesia untuk melakukan sosialisasi bahwa kampanye Trump yang kerap sangat merugikan Islam akan berbeda saat Trump menjadi Presiden.

Ini untuk mencegah kompleksitas ketika pemerintah Indonesia melakukan hubungan dengan pemerintah AS dibawah Presiden Trump. Jangan sampai pemerintah dituding oleh publiknya mau bekerjasama dengan pemerintah suatu negara yang tidak bersahabat dengan Islam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun