Tidak adanya imu pengetahuan yang dimiliki oleh orangtua dalam pengasuhan, akan menghasilkan kesalahan-kesalahan yang berkelanjutan, sehingga kesalahan menjadi sebuah budaya bagi masyarakat itu sendiri, sehingga lama-kelamaan dianggap benar dari sebagian kelompok masyarakat. Kesalahan yang tidak pernah disadari akan sulit dihilangkan, sama halnya seseorang yang berbuat dosa, ia tidak akan menyadari bahwa perilakunya merugikan dirinya sendiri, karena tidak adanya ilmu. Maka dari itu, ilmu sangatlah penting bagi setiap manusia, dimana Islam sendiri mewajibkan kita untuk selalu menuntut ilmu.
Penulis ingin membahas kesalahan yang terus dilakukan orangtua terhadap anaknya, tentu ini berdampak besar untuk perkembangannya dimasa depan.
1. Orangtua yang suka memerintah. Seperti Diem jangan main, jangan lari-larian, jangan berisik, dll. Orangtua yang selalu mengatakan 'jangan' padahal tindakan anak tidak berbahaya, menjadikan anak rasa takut dalam melakukan hal yang baru, ia akan takut bila melakukan kesalahan. Contohnya, seorang guru di dalam kelas, ketika mengajukan pertanyaan "siapa yang ingin bertanya? Seketika didalam kelas, hening. Hanya segelintir anak yang berani bertanya, sisanya takut, malu, dan tidak percaya diri. Tentu ini dampak kita sebagai orangtua yang selalu mengatakan 'jangan' kepada anak.
2. Orangtua suka menyalahkan. Orangtua yang selalu menyalahkan anak seringkali terjadi ditengah masyarakat kita. Ketika seorang ibu terjatuh karena lantai licin, ia akan menyalahkan anak karena sudah bermain air didalam rumah. Begitupun bila anak terjatuh, orangtua akan menyalahkan juga anaknya, " tuh kan jatuh, makanya jangan main air". Sungguh kasian anak kita yang belum mengerti karena akalnya belum sempurna, namun hatinya bisa merasakan apa yang orangtua katakan. Berapa kali ucapan ini kita lakukan kepadanya?
3. Orangtua suka Meremehkan, kamu gimana si begitu saja tidak bisa. Orangtua yang selalu ragu atas kemampuan anak, ketika memiliki permainan baru, atau anak ingin sesuatu, misalnya "Bu mau sepeda, emang kamu bisa main sepeda? Kamu gak bisa jangan? Ucapan singkat namun berbahaya bagi mental anak yang seringkali tanpa kita sadari melukai perasaannya.
4. Orangtua suka Membandingkan. kamu tuh harus kaya Kaka kamu, contoh Kaka kamu rajin, tuh liat temen kamu pintar. Ucapan yang seringkali terjadi didalam keluarga, wajar saja ketika dewasa kelak Mereka justru memiliki permusuhan yang tak kunjung selesai. Ucapan inilah sumber awal terjadinya permasalahan-permasalahan yang ada, bahkan tingkat terbesar ketika anak melakukan rebutan dalam warisan. Bukankah ini banyak terjadi ditengah masyarakat? Nauzubillah semoga kita tidak bagian pelaku tersebut.
5. Orangtua yang memberikan label. "Dasar anak handel, anak pemalas", dan anak bodoh" ucapan ini juga banyak ditemukan ditengah masyarakat, sehingga si anak merasa tidak mendapatkan dukungan, akibatnya ia akan frustasi dalam belajar, pengembangan diri, dll. Karena anak akan merasa bahwa apa yang dikatakan orangtuanya sejak kecil memang benar adanya, ia merasa bahwa dirinya bodoh tidak seperti orang lain.
6. Orangtua yang suka mengancam. Ayo Jangan (nada tinggi sambil tangannya tunjuk-tunjuk ke wajah anak. Kalimat yang seringkali terjadi ditengah masyarakat kita, ancaman atau menakut-nakuti dianggap biasa, mungkin tujuan orangtua baik, namun karena komunikasi yang digunakan kurang baik, sehingga menjadikan tekanan terhadap anak itu sendiri.
7. Orangtua yang suka menasihati dan terkesan cerewet sehingga membuat telinga anak panas setiap kali pulang kerumah, ia selalu mendengarkan teriakan nasehat tersebut. Nasehat memang harus dilakukan, namun harus tepat saat memberikan atau mengucapkannya. Maka ketika anak saat remaja cenderung lebih mau duduk bersama orang lain bahkan temannya ketimbang duduk bersama orangtuanya saat dirumah, bukan anak itu tidak patuh, hanya saja telinga mereka overload dengan sebuah nasehat. Bahkan imam Ali bin Abi Thalib mengatakan, ketika anakmu usia remaja, jadikan ia sebagai teman. Karena mereka lebih merasa dekat saat dijadikan teman sebayanya.
8. Orangtua yang suka berbohong. Anak itu akan menganggap orangtua selalu benar, ketika usia balita, anak akan mencontohkan apa yang dilakukan oleh kedua orangtuanya, maka jadilah role model yang baik untuk mereka. Ketika orangtua mengatakan kebohongan, anak akan menganggap itu adalah perbuatan baik-baik saja. Dan ia akan terbiasa sampai usia dewasa untuk melakukan perkataan orangtuanya tersebut.
9. Orang tua yang suka menghibur. Ketika anak menangis atau ketika anak sedang bermasalah, kita sebagai orangtua selalu melakukan langkah instan dengan tujuan segera menolong mereka. Langkah ini tidaklah tepat, karena anak akan menjadi dewasa yang manja. Ia akan menganggap orangtua adalah segala penyelesaian masalahnya. Tentu anak akan tumbuh seperti anak yang bukan seusianya.(Belum dewasa secara mental saat diusia dewasa), maka berikanlah kesempatan mereka dalam menyelesaikan permasalahannya.
10. Orangtua yang suka mengkritik. Kamu bagaimana si begitu saja salah, begitu aja tidak bisa, pokoknya anak selalu salah Dimata orangtuanya ketika mendapatkan perintah atau melakukan sesuatu. Bahkan, Ketika anak menunjukkan prestasi kecilpun, orangtua seringkali tidak puas karena menganggap prestasi itu sangat mudah dan tidak sesuai ekspektasi orangtua itu sendiri. Maka dampak yang terjadi anak akan tumbuh yang kurang percaya diri dalam hal apapun.
11. Orangtua yang suka Menyindir. Niatnya baik tapi komunikasinya salah, contoh, tumben anak mamah cuci piring, tumben rajin. Pujian ini mungkin tanpa kita sadari membuatnya patah semangat apa yang ia lakukan. Perbaiki pujian kita sebagai orangtua agar terkesan tepat bagi anak-anak mereka.
12. Orangtua yang suka menganalisa. Niatnya ingin menyelesaikan masalah anak, tapi anak merasa orangtua selalu benar, otoriter, tanpa mendengarkan kebutuhannya. Permasalah Ini seringkali terjadi ketika anak usia remaja, orangtua seakan-akan lebih tau apa yang anak rasakan dalam menjalani keinginan atau cita-citanya.
Apa akibatnya kalau kita pakai cara ini terus menerus? Tanpa kita sadari, kita sudah menjadi orangtua durhaka kepada anak sejak ia bayi hingga dewasa. Pantaskah kita mengatakan kepadanya, surga dibawah telapak kaki ibu? Sedangkan kita sendiri belum pantas menjadi role model yang baik bagi mereka.
Cara mengatasinya.
1. Tinggalkan gaya lama,
2. Berubah, dan
3. Belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H