"Kau mau berbohong padaku. Menantu laknat. Aku masih melihat memar di bawah matanya. Kuperkirakan itu baru saja terjadi," jawab ayahnya.
"Tidak ayah."
"...Diam kau Trisna, jangan lagi kau membela suamimu ini."
"Sudah... sudah ada apa ini?" tanya ibu yang bingung.
"Ampun -Yah-, ampun," Sahdan mengemis bersujud di kaki mertuanya.
"Kemas barang-barangmu, kau ikut pulang dengan kami Tris," pinta sang ayah pada Trisna.
"Tidak -Yah-, aku mencintai mas Sahdan."
"Ayo, kamu ikut," ayahnya menarik dan memaksa Trisna. Sahdan tak melawan, hanya terkulai lemas seperti tahu apa yang bakal terjadi.
Kini Sahdan sendiri, hanya bisa menangis. Tak berapa lama puluhan orang datang menggeledah rumahnya.
Dalam perjalanan, Ayah Trisna menjelaskan keterlibatan Sahdan dalam kasus korupsi besar.
Ayah Trisna yang merupakan Ketua Komisi Antirasuah menjelaskan bahwa, sudah jauh hari dia memperingatkan Sahdan. "Namun, beberapa Minggu lalu suamimu malah melawan ayah. Dengan hebatnya dia mengatakan tidak takut pada kami," jelas ayah Trisna padanya.