Mohon tunggu...
Fiqih P
Fiqih P Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Semarakkan literasi negeri

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pemberian dari Matahari

28 Desember 2017   02:08 Diperbarui: 28 Desember 2017   02:33 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan dan Matahari, sumber: http://thechurchinmalta.org

Dia hanya mengetahui matahari. Ketika kehangatan mulai terasa, saat itu matahari datang. Selalu datang menghilangkan dahaga. Datang ketika perutnya mulai merasakan lapar. Matahari selalu membuka dan menutup kehangatan.

Matahari dia menyebutnya. Sosok yang memberi tak pernah ia tahu. Hanya itu pertanda siang dan malam baginya. Saat pemberian usai dingin dan pemberian menjelang dingin. "Terimakasih, siapa kau ini. Apakah kau orang yang sama memberiku makanan-makanan ini setiap hari?" tanya perempuan buta penjual bunga kertas.

Ditempat penjualannya itulah dia tinggal. Hidup sendiri, hanya bisa  meraba bunga-bunga kertas miliknya. Tak pernah ia tahu betapa indahnya bunga-bunga kertas dagangannya. Tak pernah juga ia tahu  betapa indah parasnya.

Pertanyaannya itu tak pernah dijawab matahari. Selalu saja matahari berlalu pergi memberikan pemberiannya di pagi dan petang. Matahari selalu merasakan genggaman tangan perempuan itu dalam setiap pemberiannya.

"Berbicaralah, agar aku mengenal dirimu. Agar aku tahu kau lelaki atau perempuan," kata perempuan itu pada sosok yang disebutnya matahari. Tapi matahari selalu tak menjawab dan pergi meski perempuan itu berusaha menggenggam kuat tangannya.

Orang-orang mengatakan padanya, bahwa yang dimaksudnya matahari adalah seorang lelaki tampan. Tapi dia tak dapat mempercayainya, lantaran belum mendengar suara matahari. Pernah perempuan itu menangis ingin mendengar suara matahari, tapi tak kunjung juga dijawab.

"Wahai matahariku, jika tuhan memberikanku semenit saja penglihatan, maka orang pertama yang ingin kulihat adalah kau matahari," ucap perempuan itu ketika matahari memberikan pemberiannya saat petang.

Matahari juga tak menjawab dan tak berbicara, bahkan dengan sedikit batuk. Tiga hari matahari tak datang. Perempuan itu bingung, bertanya-tanya kemanakah matahari pergi. Tak ada lagi pertanda siang dan malam pada perempuan itu.

Hingga hitungan ke empat hari setelah matahari tak lagi datang, beberapa pihak rumah sakit datang pada perempuan itu. Ada dokter yang turun langsung melakukan pembicaraan. Saat itu juga perempuan itu di bawa ke rumah sakit.

***

"Ehm, Nona Lily..... bagaimana dengan mata anda, apa merasakan sakit?" tanya seorang suster padanya.
"Aku sedikit merasa perih," jawab Lily.
"Ahh.... iya, kau memerlukan waktu tiga hari hingga kau dapat melihat dunia nona," jawab suster tersebut.

Namun, ketika Lily menanyakan mata siapa yang diberikan padanya, suster tersebut enggan menjawabnya.

Hari demi hari dilalui Lily di rumah sakit. Tak sabar ia menanti apa yang diinginkannya. Dalam hatinya, apakah langit sama warnanya seperti saat dia bermimpi langit. Benarkah pohon seperti yang dipanjatnya saat mimpi. Lily benar-benar tak sabar menantikan itu.

***

Tiga hari telah usai. Saatnya pihak rumah sakit membuka perban mata Lily. Pada awalnya ia merasakan perih. Penglihatannya masih samar diawal. Matanya mengeluarkan air. Bukan tangisan melainkan rasa perih. Hingga beberapa saat kemudian penglihatannya mampu menangkap dunia.

"Aku bisa melihat..... aku bisa melihat, kau kah dokter yang memberiku penglihatan ini?" tanya Lily pada dokter yang berdiri dekat dengannya. Dokter itu  sumringah.
"Terimakasih tuhan, terimakasih dokter."
"Berterimakasihlah pada lelaki yang mendonorkan matanya untukmu," kata dokter itu.
"Siapakah lelaki itu dok?"
"Dia seorang pria tampan yang sering memberi makanan untukmu pagi dan petang."
"Oh.... matahari," ucap Lily pelan.

Lily berusaha bangkit dari tempat tidurnya. Ia ingin mencari matahari. Namun, suster-suster di rumah sakit masih boleh memperbolehkannya pergi.

"Tunggu hingga besok nona," kata salah satu suster.
"Baiklah."

Esok hari, ia sudah berada di tempatnya berjualan bunga. Ia bertanya-tanya pada orang tentang matahari yang sering memberinya pada pagi dan petang. Dia berpesan pada orang-orang, jika matahari terlihat, maka beritahulah padanya.

Sei Rampah 28/12/2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun