Mohon tunggu...
Fiqih P
Fiqih P Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Semarakkan literasi negeri

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Stop Kontak Senjata Dan!

26 Desember 2017   20:58 Diperbarui: 26 Desember 2017   21:06 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski malam, langit terlihat kemerah-merahan. Bagai cermin menangkap apa yang sedang terjadi. Seketika ketakutan melanda jutaan jiwa. Membuat semua bergidik bagi yang terlibat ataupun yang menyaksikan dari jauh. Tigabelas tahun silam, Pang Abee bersepakat turun gunung mendengar musibah dahsyat yang terjadi.

"Jangan takut, kita tak menyerah. Tapi mari kita lihat keluarga kita?" kata Pang Abee masih di tengah hutan bersama puluhan pasukannya.

"Perintah belum ada Pang," kata Mukhlis takut.

"Sebaiknya kita tunggu perintah dari Panglima," kata Si Doi alias Pelumat.

"Tidak, disini aku yang memimpin. Ayo kita turun."

"Tapi, bagaimana nanti di tengah jalan kita dijegat tentara-tentara itu Pang," sela Mukhlis.

"Biar aku sendiri yang menghadapi," jawab Pang Abee menjamin puluhan pasukannya.

Menyusuri hutan di bukit-bukit kaki Gunung Seulawah. Mereka tak berjalan, tapi belari kencang menuju pusat kota yang tengah sibuk dalam zikir takut.

Sampailah mereka pada jalanan aspal. Mereka berombongan telah menyembunyikan senjata di salah satu rumah warga. Sudah biasa warga-warga disana membantu persembunyian mereka dulu. Tapi, wilayah bukit yang mereka lalui cepat sekali mengabarkan mereka sudah "turun gunung".

Sampailah mereka pada pemandangan yang tak biasa. Malam hari pun orang-orang masih saja ramai. Dalam kegelapan menyusuri sampah-sampah bekas air laut. Terkadang tanpa sengaja jenazah yang mereka pijak.

Kemudian, tentara datang menyergap langkah mereka. "Stop kontak senjata Dan!" teriak Pang Abee, tanpa kata-kata lagi terus membuka kayu-kayu yang berserak. Tampak jenazah, seketika ditariknya dan dipindahkan ketempat dikumpulnya jenazah. Apa yang dilakukannya diikuti para pasukan lainnya.

Komandan tentara yang pertama berusaha menyergap juga memberikan isyarat untuk mengikuti apa yang dilakukan Pang Abee. Komandan dan Pang Abee saling membantu dalam mengevakuasi jenazah. Keduabelah pihak yang bersetru itu menjadi satu-satunya kelompok  yang mengevekuasi jenazah pada malam itu.

Pang Abee dan dan komandan tak dapat menahan air mata mereka. Mereka terharu melihat lautan jenzah korban tsunami.

"Pang... sudah lama kau kami cari. Tapi sekarang begitu di dekatmu aku tak kuasa menangkapmu," kata Komandan tentara di tengah pekerjaan mereka.

 "Dan, selama ini kita saling mencuri informasi baik aku dan kau. Aku mengenalmu sangat jelas. Kurasa begitu juga denganmu," Pang Abee mencoba lebih mencairkan suasana.

"Ya, apakah ada perintah menyerah dari atasanmu Pang?" tanya komandan.

"Belum Dan... ini merupakan inisiatifku sendiri untuk turun gunung. Sudah kukatakan aku mengenal dirimu dengan jelas. Maka aku memberanikan diri untuk turun gunung. Aku yakin kau sepakat denganku melakukan ini," jelas Pang Abee. Lalu Komandan memberikannya masker, saat bau busuk dan amis mulai sangat menyengat.

"Kau memiliki atasan, aku juga memiliki atasan. Kuakui sebenarnya selama ini aku bertindak karena perintah atasan Pang..."

"Aku juga begitu," jawab Pang Abee.

"Mungkinkah kejadian ini akan membuat kita berdamai Pang?" tanya komandan itu lagi.

"Entahlah Dan... Tapi jika perdamaian tak terjadi, maafkan aku nanti jika harus merenggut nyawa-nyawa bawahanmu Dan,"

"Aku juga begitu. Aku berharap, baik atasanmu dan atasanku memiliki kepala dingin untuk menuju jalan damai."

Mereka bekerja tak kenal lelah malam itu. Dari mulai mengevakuasi, membagi bantuan pertama yang datang. Tapi pagi hari mereka tak lagi terlihat. Pang Abee telah hilang sejak turun gunung paska tsunami hingga kini tak ditemukan. Padahal sudah 12 tahun damai terajut antara GAM dan Republik Indonesia.

Sei Rampah 26122017

Cerpen dibuat dalam rangka memperingati 13 tahun tsunami. Ini hanyalah cerita pendek berdasarkan imajinasi dan karangan penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun