[caption caption="Logo RTC"][/caption]HUJAN menyisakan tetes air pada bougenvile yang memadu merah hijau. Matahari kembali datang menghangatkan. Menyinari tetesan air yang memancar titik-titik kesilauan.
Sepasang suami istri mengeringkan diri dari kebasahan yang disengaja. Tadi mereka berdua sangat menikmati derasnya hujan. Cuaca dingin menghangatkan cinta mereka.
Hujan barulah turun dalam lima hari terakhir di penghujung Agustus. Mereka berdua orang yang paling bersyukur akan hujan itu.
Sandang mereka biarkan tetap basah. Jangan cepat mengering. Itulah keinginan aneh. Usai hujan mereka pun duduk di sebuah ayunan yang masih saja basah.
"Ingatkah dik, saat pacaran kita disini, kala payung terhempas kita biarkan tubuh kita basah kuyup, sama seperti sekarang," kata suami pada istrinya yang sedang menidurkan kepalanya di atas bahu suami.
"Iya bang. Indah, siapa sangka hidup kita bisa setragis ini bang," istri menjawab sembari menyelipkan tangannya di antara tangan suaminya.
"Kita harus mensyukuri kehidupan ini dik. Setidaknya kita telah mempersiapkan amal salih semampu kita."
Si istri tersenyum mendengar perkataan sang suami.
"Jujur bang, aku tak mau melihat kau pergi duluan. Aku tak akan sanggup," istri mengeluh sedih.
"Aku juga tak akan sanggup dik, aku berharap kita pergi bersama."
Pakaian mereka kini mulai mengering. Pengunjung taman mulai berdatangan. Sebaliknya, sepasang kekasih itu beranjak pergi.
Mereka menapak tilas romansa-romansa sebelum menikah lima belas tahun lalu. Kini usia pernikahan sepasang kekasih itu sudah 9 tahun.
"Bang, ingatkah kau, usai mengungkap cintamu, kau mengajakku makan disini," kata perempuan itu, tak berapa lama sampai di warung bakso langganan mereka.
"Iya.."
"Oh ya, besok sudah awal September, dulu kita jadian tanggal empat September dik. Tak terasa ya," kata si suami.
"Iya bang," jawab si istri singkat.
***
Dua jam sebelum memasuki awal September, mereka kembali ke rumah. Anak mereka telah dininabobokkan oleh si nenek. Mereka lelah dan malah menahankan lemas yang hebat.
Berdua di pembaringan, mereka menahankan sakit. Mulai dada, perut, mata dan kepala yang terasa pusing. Kurang lima menit dari jam 12 malam, mereka sudah tak berdaya.
Esok pagi barulah para keluarga sadar, mereka berdua sudah tak sadarkan diri. Bergegas keluarga besar dan seorang anaknya usia lima tahun melarikan ke rumah sakit.
Kabar kematian menimpa suami. Sedangkan si istri mengalami koma karena ketidakberdayaannya. Awal September yang di luar rencana oleh mereka berdua.
Dua pasien yang terinveksi ODHA itu telah berjuang menjalani dan mensyukuri sisa-sisa hidupnya. Kini tinggallah istri yang menghabiskan September dengan kondisi koma.
Hingga awal Oktober ataupun sebulan penuh dari komanya, ia tersadar dengan segala indranya yang hampir tak berfungsi. Barulah pertengahan Desember ia menyusul cinta sejatinya.
Setahun itu hidupnya dilalui tanpa September
Sei Rampah 15/9/2016
Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Romansa September RTC
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H