"Saya Halalkan darah mereka, sini saya bunuh satu-satu," ucap Pangeran murka. Hal itu pun dicatat oleh penulis istana. Hasil sidang majelis istana pun menyebar ke seantero negeri.
***
Tibalah hari berpuasa bagi Golongan Muuda, yakni sehari sebelum munculnya rasi heolistik di langit malam, atau turunnya Dewa Hila.
Hari itu juga, pemusnahan dilakukan oleh sebagian rakyat negeri terhadap Golongan Muuda. Karena ucapan pangeran yang bakal membunuh Golongan Muuda karena tidak sama dalam berpuasa menjelang turunnya Sang Hila.
Pemimpin Golongan Muuda, Aeda yang paling terakhir dieksekusi,Â
"Wahai pangeran, seketika Sang Hila nanti akan turun, maka sinar matanya yang marah akan memusnahkanmu seketika," ancam Aeda. Begitupun jantung Aeda dihunuskan pedang oleh Pangeran.Â
***
Keesokan hari negeri terasa sunyi, separuh rakyat yang tergabung dalam Golongan Muuda tewas mengenaskan. Api pembakaran mayat-mayat pun masih menyala. Rakyat tak peduli, mereka ikut memusnahkan seluruh pengikut Golongan Muuda karena ucapan pangeran. Hari itu mereka berpesta dan bermabuk-mabukan, berpendapat merekalah yang benar menghitung kedatangan Sang Dewa Hila.
Ditengah pesta negeri, mata Pangeran terbelalak ke langit. Cahaya Sang Hila muncul. Telapak  kaki sebesar istana menuju ke bumi. Rakyat terhanyut dalam pesta kematian. Sesaat getaran Sang Hila sampai ke bumi, matanya tertuju pada makhluk ciptaannya yang tak meyambutnya dan seketika pancaran cahaya merah dari matanya meluluhlantakkan negeri.
Medan, 23/4/2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H