Mohon tunggu...
Bung Fiqhoy
Bung Fiqhoy Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat sastra dan jelajah rasa

Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya untuk Indonesia Raya

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Artikel Utama

Menakar Prioritas G20 dan Tantangan Diplomasi Indonesia

4 April 2022   10:51 Diperbarui: 6 April 2022   18:55 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama kurang lebih 5 (lima) bulan lamanya sejak akhir Oktober 2021 yang lalu Indonesia memegang kendali sebagai Ketua G20 setelah Italia.

Presidensi Indonesia seharusnya berlangsung di tahun 2023 namun bertukar posisi dengan India karena beberapa pertimbangan, salah satunya mengenai posisi Indonesia sebagai Ketua sekaligus tuan rumah penyelenggaraan KTT ASEAN di tahun 2023. 

Momentum ini seyogyanya dimanfaatkan betul oleh Pemerintah Indonesia, khususnya tim diplomasi ekonomi Kementerian Luar Negeri serta Kementerian terkait.

Sederet kegiatan awalan pun telah dilaksanakan dengan baik, diantaranya adalah Finance and Central Bank Deputies Meetings (FCBD, Finance Ministers and Central Bank Governors Meetings (FMCBG), dan beberapa side events lainnya.

Prioritas Indonesia

Presidensi Indonesia di forum G20 kali akan fokus pada tiga sektor prioritas, yaitu:

1. Penguatan arsitektur kesehatan global

Agenda ini menitiberatkan pada peningkatan kapasitas dan kemampuan dalam menanggulangi pandemi serta kesiapan negara-negara anggota dalam menghadapi krisis kesehatan di masa depan atau future pandemic threats.

2. Transformasi digital

Agenda ini tentunya diproyeksikan sebagai salah satu solusi alternative yang ditawarkan Indonesia sekaligus pula sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru melalui peningkatan kemampuan digital (digital skills) dan literasi digital (digital literacy) yang diharapkan dapat menggairahkan kembali iklim perekonomian global yang kini terpukul karena pandemi COVID-19.

3. Transisi energi

Pada forum G20 kali ini, Indonesia berkomitmen sebagai salah satu negara pelopor dalam mendorong transisi energi, dari energi konvensional menuju kepada energi baru dan terbarukan dengan mengedepankan keamanan energi, aksesibilitas dan keterjangkauan.

Transisi energi yang dikampanyekan Indonesia ini demi memastikan masa depan yang berkelanjutan dan berasaskan pada prinsip green economy.

Demi mewujudkan tiga agenda prioritas tersebut, Indonesia harus benar-benar memanfatkan berbagai jalur diplomasi yang tersedia melalui 2 pilar pembahasan utama yaitu "Finance track" untuk pembahasan isu-isu ekonomi dan keuangan, serta "Sherpa track" untuk pembahasan ekonomi dan isu-isu pembangunan non-keuangan.  

Selain itu, Pemerintah Indonesia bersama seluruh stakeholders terkait juga harus jeli memanfaatkan berbagai forum pendukung lainnya selama presidensi G20 di Indonesia, diantaranya yaitu "10 pertemuan Engagement Group" dan "11 pertemuan Working Group" dengan agenda pembahasan yang berbeda-beda.

Ilustrasi
Ilustrasi "G20 Flags" - (istockphoto/Bet_Noire)  

Tantangan Presidensi Indonesia dalam G20 

Adapun beberapa tantangan Indonesia dalam Presidensi G20 kali ini dapat dilihat dari beberapa poin, yaitu:

 1. Adanya komitmen dan solusi kebijakan yang konkrit 

"Kepercayaan ini adalah kesempatan bagi Indonesia untuk berkontribusi lebih besar bagi pemulihan ekonomi dunia, untuk membangun tata kelola dunia yang lebih sehat, lebih adil, dan berkelanjutan berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial," ujar Jokowi secara virtual dari Istana pada Rabu, 1 Desember 2021 yang lalu.

Jokowi ingin Indonesia benar-benar memanfaatkan forum G20 sebagai katalisator ekonomi domestik dan global yang kini terseok-seok karena persoalan COVID-19.

Ditambah lagi dengan konflik teritorial yang melibatkan dua negara (Rusia dan Ukraina) tentu saja secara langsung maupun tidak, turut mempengaruhi kondisi perekonomian global yang belum pulih dari pandemi. 

Dengan kondisi ini, delegasi Indonesia di berbagai pertemuan harus berani mengambil sikap dan berinisiatif untuk keluar dari "rutinitas" kegiatan seremonial dan protokoler sehingga dapat lebih proaktif dan konkrit dalam memberikan solusi kebijakan yang dapat menguntungkan berbagai pihak, dan tentu saja kepentingan nasional Indonesia itu sendiri.

Tentunya kerja keras dan sikap berani para delegasi dalam memposisikan diri harus selaras dengan benang merah instruksi Presiden untuk dapat berinovasi dan berkolaborasi memanfaatkan peluang demi membangun tata kelola dunia yang lebih adil, memperkuat solidaritas antar negara dan tentu saja bagaimana menggalang komitmen negara-negara maju untuk membantu negara-negara berkembang untuk pulih dan bangkit bersama.

Indonesia harus membuktikan bahwa kita tidak hanya handal menjadi tuan rumah yang yang cakap "menjamu tamu" namun juga lihai dan jeli dalam menghasilkan berbagai inisiatif dan kebijakan konkrit yang dapat diterima dan diimplementasikan bersama oleh negara-negara anggota dan memberikan dampak yang nyata secara global. 

Belajar dari KTT G20 sebelumnya, terdapat beberapa kebijakan konkrit yang dihasilkan dan patut ditiru keberhasilannya oleh Indonesia, diantaranya adalah: 

"Kebijakan Pajak melalui Base Erosion and Profit Shifting (BEPS)" keluaran OECD (Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi) dimana terdapat 139 negara yang ikut bekerja sama dan menerapkan kebijakan untuk mengakhiri penghindaran pajak. 

Selain itu, Indonesia harus mampu mendorong komitmen nyata dari para pemimpin negara-negara maju untuk ikut menanggulangi pandemi dan ancaman krisis kesehatan di masa depan (future pandemic threats) seperti halnya Riyadh Declaration pada gelaran G20 tahun 2020 di Arab Saudi yang secara nyata dan konkrit mendorong komitmen negara-negara anggota untuk ikut berkontribusi dalam "penanganan COVID-19 dan pengurangan bea untuk vaksin".

2. Mewujudkan prinsip "no one left behind"

Forum G20 harus dilihat sebagai momentum kesetaraan bagi seluruh negara anggota untuk dapat mengambil "peluang" dan "keuntungan" semaksimal mungkin dari status keanggotaan G20.

Bukan hanya bagi negara-negara maju, namun Indonesia sebagai tuan rumah harus mampu mengajak negara-negara berkembang lainnya untuk turut mengambil peran lebih dalam berbagai dialog dan pertemuan yang diagendakan sehingga dapat memperjuangkan kepentingan ekonomi domestiknya secara bersama-bersama. 

Indonesia dengan berbagai pengalaman dan kemampuan diplomasinya diharapkan menjadi negara yang mampu merangkul dan memberikan manfaat bagi semua pihak, termasuk negara-negara berkembang, negara pulau-pulau kecil, bahkan hingga kelompok-kelompok rentan yang tidak terbatas pada kepentingan negara anggota G20 itu sendiri. 

Besarnya harapan banyak pemimpin dunia pada Indonesia tentu harus dipahami sebagai bentuk kepercayaan yang tinggi oleh masyarakat internasional sehingga membutuhkan strategi dan solusi yang jitu yang dapat diterima oleh semua pihak.

Tantangannya tentu saja bagaimana menjadikan kepentingan nasional Indonesia bersama dengan kepentingan domestik dari negara-negara berkembang lainnya dapat diperjuangkan dan mendapatkan dukungan secara ekonomi maupun finansial dari negara-negara maju.

3. Pandemi dan Ketahanan Kesehatan Global

Dampak dari pandemi begitu masif dirasakan oleh semua elemen masyarakat di dunia dan tak luput pula di Indonesia.

Begitu derasnya hantaman pandemi hingga tidak ada satupun negara yang sektor ekonominya tidak terimbas dan merosot akibat dari merebaknya virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) atau yang lebih dikenal dengan COVID-19. 

Belum lagi dengan terbatasnya informasi mengenai karakteristik dan pola transmisi virus ini di masa-masa awal pandemi tentu menjadi tantangan utama bagi seluruh negara secara global.

Selama 2 (dua) tahun pandemi melanda, satu per satu negara pun bangkit dengan kebijakan penanganan COVID-19 beserta program pemulihan sektor ekonominya masing-masing, termasuk Indonesia.

Sebagai tuan rumah G20 dan tanpa mengurangi rasa empati serta duka mendalam bagi pasien yang wafat maupun tengah berjuang melawan COVID-19, Indonesia harus melihat pandemi sebagai "blessing in disguise" untuk kembali menata sistem kesehatan nasional maupun global yang terdampak oleh pandemi melalui percepatan pencapaian tujuan Sustainable Development Goals (SDG's) dan upaya kolaboratif antar negara dalam meningkatkan akses yang merata terhadap layanan kesehatan, khususnya alat diagnostik, obat, dan vaksin. 

Momentum G20 kali ini pun harus dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia dalam menjajaki kerjasama peningkatan kapasitas dan kemampuan negara-negara berkembang dalam menghadapi ancaman kesehatan di masa mendatang.

Selain itu, jalur diplomasi Indonesia pun sepatutnya membuka ruang kolaborasi yang lebih luas dalam pembiayaan kesehatan yang inovatif (Innovative Health Financing) bersama para mitra strategis. 

Semoga rangkaian kegiatan 1st Health Working Group Meeting yang dilaksanakan pekan ini di Yogyakarta serta Technical Working Group yang rencananya akan dilaksanakan pada bulan April nanti dapat mengidentifikasi "akar permasalahan" dan "peluang" dalam meningkatkan kapasitas sistem kesehatan di Indonesia yang pada akhirnya dapat memberikan manfaat bagi upaya pemulihan sektor ekonomi di tingkat regional maupun global.

4. Posisi Indonesia dalam konflik teritorial

Konflik Rusia dan Ukraina tidak dapat dipungkiri turut mengguncang perekonomian global dan menimbulkan supply chain disruption.

Secara sederhana, belum usai bertarung dengan COVID-19, dunia kini harus diperhadapkan dengan gangguan keamanan yang akibatnya adalah melonjaknya harga minyak dunia dan juga harga bahan-bahan komoditas pokok. 

Di Indonesia saja saat ini, harga gandum tengah meroket naik diikuti pula dengan harga minyak mentah dunia yang melambung tinggi. Imbasnya, kenaikan harga BBM non-subsidi pun tak terelakkan karena harus menyesuaikan dengan harga pasar minyak dunia yang merangkak naik.

Bukan tidak mungkin jika konflik teritorial ini terus terjadi, maka Indonesia bersama negara-negara lain akan menghadapi pahitnya guncangan ekonomi yang lebih buruk dari pandemi COVID-19.

Oleh karena itu, posisi Indonesia sebagai tuan rumah cukup menguntungkan sehingga dapat memainkan peran lebih dalam menjembatani kepentingan negara-negara anggota G20 dengan negara yang terdampak konflik.

Di satu sisi, Indonesia harus bersikap netral dan tidak memihak kepada siapapun, termasuk tidak terpengaruh dengan tekanan dari luar terhadap keikutsertaan negara yang berkonflik.

Indonesia harus tampil sebagai negosiator yang ulung dalam mengamankan kepentingan ekonomi domestik dan internasional sehingga tidak larut dalam konflik politik berkepanjangan. 

Belum lagi ada permintaan untuk menghadirkan Ukraina selaku pihak yang berkonflik meskipun bukan merupakan anggota G20.

Hal ini pun menuntut kehati-hatian dari Pemerintah Indonesia agar tidak salah melangkah dan ikut terseret dalam konflik yang kini secara tidak langsung melibatkan dua kubu yang pro Rusia dan pro Ukraina.

Pemerintah harus membuktikan bahwa G20 merupakan forum ekonomi global yang mampu mendorong solidaritas dan kolaborasi antar sektor dalam upaya pemulihan ekonomi secara bersama-sama. 

photo by: kemlu.go.id
photo by: kemlu.go.id
Seperti halnya tagline G20 Indonesia, "Recover Together, Recover Stronger", Pemerintah Indonesia harus dapat meyakinkan semua pihak bahwa forum ini sedapat mungkin menjauh dari isu politik dan konflik teritorial yang saat ini masih bergejolak.

Sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi global, forum G20 harus diarahkan untuk memberikan kontribusi nyata dalam mengatasi guncangan ekonomi akibat pandemi dan mendorong solidaritas dari negara-negara maju dan berkembang untuk fokus menyelesaikan berbagai persoalan finansial dan investasi demi kemajuan ekonomi secara global.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun