4. Posisi Indonesia dalam konflik teritorial
Konflik Rusia dan Ukraina tidak dapat dipungkiri turut mengguncang perekonomian global dan menimbulkan supply chain disruption.
Secara sederhana, belum usai bertarung dengan COVID-19, dunia kini harus diperhadapkan dengan gangguan keamanan yang akibatnya adalah melonjaknya harga minyak dunia dan juga harga bahan-bahan komoditas pokok.Â
Di Indonesia saja saat ini, harga gandum tengah meroket naik diikuti pula dengan harga minyak mentah dunia yang melambung tinggi. Imbasnya, kenaikan harga BBM non-subsidi pun tak terelakkan karena harus menyesuaikan dengan harga pasar minyak dunia yang merangkak naik.
Bukan tidak mungkin jika konflik teritorial ini terus terjadi, maka Indonesia bersama negara-negara lain akan menghadapi pahitnya guncangan ekonomi yang lebih buruk dari pandemi COVID-19.
Oleh karena itu, posisi Indonesia sebagai tuan rumah cukup menguntungkan sehingga dapat memainkan peran lebih dalam menjembatani kepentingan negara-negara anggota G20 dengan negara yang terdampak konflik.
Di satu sisi, Indonesia harus bersikap netral dan tidak memihak kepada siapapun, termasuk tidak terpengaruh dengan tekanan dari luar terhadap keikutsertaan negara yang berkonflik.
Indonesia harus tampil sebagai negosiator yang ulung dalam mengamankan kepentingan ekonomi domestik dan internasional sehingga tidak larut dalam konflik politik berkepanjangan.Â
Belum lagi ada permintaan untuk menghadirkan Ukraina selaku pihak yang berkonflik meskipun bukan merupakan anggota G20.
Hal ini pun menuntut kehati-hatian dari Pemerintah Indonesia agar tidak salah melangkah dan ikut terseret dalam konflik yang kini secara tidak langsung melibatkan dua kubu yang pro Rusia dan pro Ukraina.
Pemerintah harus membuktikan bahwa G20 merupakan forum ekonomi global yang mampu mendorong solidaritas dan kolaborasi antar sektor dalam upaya pemulihan ekonomi secara bersama-sama.Â