Indonesia telah menjadi saksi dari perdebatan yang memanas seputar Omnibus Law, suatu metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan dan menyederhanakan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum. Regulasi yang dibuat senantiasa dilakukan untuk membuat undang-undang yang baru dengan membatalkan atau mencabut juga mengamandemen beberapa peraturan perundang-undangan sekaligus.Â
Dugaan Pelanggaran Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Omnibus Law telah menjadi pusat perhatian dan kontroversi sejak diumumkan. Salah satu isu utama yang memicu perdebatan adalah dugaan pelanggaran terhadap asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang merupakan prinsip dasar dalam sistem hukum sebuah negara.Â
Omnibus Law ini, yang dirancang untuk mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi, telah menuai kritik keras dari berbagai pihak, termasuk akademisi, aktivis, dan kelompok advokasi hak-hak pekerja. Mereka mengklaim bahwa proses pembentukan undang-undang ini tidak mematuhi prinsip-prinsip demokrasi dan keterbukaan yang harusnya menjadi landasan dari setiap perubahan hukum yang signifikan.
Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan perundang-undangan merupakan landasan bagi terciptanya ketertiban dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di balik setiap regulasi, terdapat asas-asas yang menjadi fondasi fundamental dalam pembentukannya. Asas-asas ini bukan sekadar formalitas, melainkan prinsip-prinsip yang menjamin kualitas dan efektivitas peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: