Ketidakpuasan terhadap proses pembentukan Omnibus Law telah memicu protes dan demonstrasi di berbagai belahan negeri. Para pengunjuk rasa menuntut agar pemerintah menghormati asas pembentukan perundang-undangan yang demokratis dan memastikan partisipasi yang lebih luas dalam proses pembuatan kebijakan. Â
Beberapa kelompok advokasi dan mahasiswa telah melakukan demonstrasi dan aksi protes menentang Omnibus Law, menyerukan agar pemerintah menghentikan proses pengesahannya dan kembali kepada proses yang lebih terbuka dan partisipatif. Namun, pemerintah bersikeras bahwa Omnibus Law diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki iklim investasi di Indonesia.
Mencari Jalan Keluar: Membangun Omnibus Law yang lebih baik
Untuk mengatasi ketegangan ini, pemerintah perlu lebih terbuka terhadap masukan dari berbagai pihak, memastikan bahwa proses pembentukan kebijakan dilakukan secara inklusif, dan memperhatikan kritik-kritik yang konstruktif demi memperbaiki Omnibus Law guna mencapai tujuan yang diinginkan tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar demokrasi dan keadilan.
Dalam situasi di mana pandangan dan kepentingan beragam bertabrakan, penting bagi pemerintah untuk mendengarkan aspirasi masyarakat dan memastikan bahwa setiap perubahan hukum yang diadopsi memenuhi standar demokrasi, keterbukaan, dan keadilan. Upaya dialog dan kompromi mungkin diperlukan untuk meredakan ketegangan dan mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat.
Masyarakat harus diberi kesempatan yang cukup untuk memberikan masukan dan tanggapan selama proses pembentukan Omnibus Law. Ini dapat dilakukan melalui forum diskusi publik, konsultasi dengan organisasi masyarakat sipil, dan platform daring untuk menjaring aspirasi publik secara luas.
Revisi yang dilakukan melalui Omnibus Law sebaiknya dibatasi pada tema yang relevan dan saling terkait. Alih-alih merevisi puluhan Undang-Undang sekaligus, sebaiknya fokus pada rumpun permasalahan yang spesifik. Hal ini akan memudahkan identifikasi isu, perumusan revisi yang terarah, dan meminimalisir potensi tumpang tindih antar-peraturan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H