Mohon tunggu...
Finni Wardhatul
Finni Wardhatul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hukum Pidana Islam

Mengajukan tugas politik hukum Pidana

Selanjutnya

Tutup

Politik

Budaya Korupsi Menghancurkan Bangsa!

15 April 2022   21:37 Diperbarui: 15 April 2022   21:37 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

         JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan praktik korupsi merupakan bukan budaya Indonesia. 

       Tindakan korupsi merupakan suatu tindakan yang sangat merugikan negara. Korupsi mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi negara, menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan serta meningkatnya ketimpangan pendapatan. Korupsi juga dapat menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat di suatu negara. Sementara itu, menurut hukum di Indonesia, pengertian korupsi adalah perbuatan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri/orang lain, baik perorangan maupun korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara/perekonomian negara.

Di Indonesia sendiri kasus korupsi sudah tidak asing bagi masyarakat, dan pada saat ini pun masih terus terjadi. Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi 2021, Indonesia berada di peringkat 96 dari 180 negara. Sementara itu berdasarkan survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2021, Indeks Perilaku Anti Korupsi berada di kisaran 3,88%. Dan Mengutip dari indonesia.go.id, KPK telah menangani 1.291 kasus tindak pidana korupsi per Januari sampai November 2021.

Penyebab utama yang membuat kasus korupsi masih kerap terjadi adalah karena masih adanya sistem yang membuka celah tindakan tersebut. Hal ini dikemukakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian.

“Sebagaimana hasil analisis yang telah dilakukan Kemendagri, penyebab pertama, yakni masih adanya sistem yang membuka celah terjadinya tindakan korupsi, termasuk di dalamnya, sistem administrasi pemerintahan yang tidak transparan, politik berbiaya tinggi, dan rekrutmen aparatur sipil negara (ASN) dengan imbalan,” katanya.

Hal ini dikatakannya saat rapat kerja bersama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), dengan Kepala Daerah dan Ketua DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota se-Indonesia secara virtual dari Ruang Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (24/1/2022).

Sementara itu, penyebab kedua,terkait dengan kurangnya integritas yang dimiliki individu, sehingga memunculkan tindakan korupsi. Hal itu juga didorong oleh kurangnya kesejahteraan yang didapatkan oleh penyelenggara negara.“Tapi yang hampir pasti, kalau semua kurang, maka dia berusaha untuk mencari dan, akhirnya melakukan tindak pidana korupsi,” terang Mendagri.

Penyebab ketiga, terkait dengan budaya (culture). Seringkali ditemukan praktik-praktik yang salah, tapi dianggap benar karena kebiasaan. Dan mendagri juga mencontohkan bahwasanya adanya pimpinan yang menganggap prestasi bawahan diukur dari loyalitas yang salah kaprah. “Budaya-budaya (korupsi) ini harus dipotong, dan ini memerlukan kekompakan dari atas sampai dengan bawah, memiliki satu mindset, frekuensi yang sama,” kata Mendagri. Mendagri juga menekankan bahwa, tindak pidana korupsi harus ditekan seminimal mungkin untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih. Dengan terselenggaranya pemerintahan yang bersih, maka pendapatan asli daerah (PAD) dan kesejahteraan ASN diharapkan akan ikut meningkat.

Klasifikasi Kasus Korupsi di Indonesia Ada 5 klasifikasi tindak pidana korupsi, mengutip dari kpk.go.id:

•Korupsi Gurem

Korupsi gurem adalah korupsi yang dilakukan nilainya kurang dari Rp10 juta.

•Korupsi Kecil Korupsi kecil adalah hasil korupsi yang nilainya antara Rp10 juta sampai kurang dari Rp100 juta.

•Korupsi Sedang Korupsi sedang merupakan tindak pidana korupsi nilainya antara Rp100 juta sampai Rp1 miliar.

•Korupsi Besar Korupsi besar bernilai antara Rp1 miliar sampai Rp25 miliar.

•Korupsi Kakap Korupsi kakak bernilai lebih dari Rp25 miliar

        Karena maraknya kasus Korupsi tersebut, Saat ini dapat kita sadari bahwa penindakan tanpa adanya pencegahan tidak cukup efektif untuk melakukan pemberantasan terhadap korupsi. Padahal Kebijakan hukum yang dibuat pemerintah untuk mencegah dan menangani perilaku korupsi sudah tertera pada UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN dan pada UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi [JDIH BPK RI]. Dalam isi pasal tersebut jelas bahwa pelaku korupsi atau para koruptor akan diberikan sanksi berupa pidana penjara minimal empat tahun maksimal dua puluh tahun dengan denda minimal sebesar dua ratus juta dan maksimal satu miliar. Sehingga kita membutuhkan beberapa strategi, yakni: Pencegahan pada Lembaga Penegak Hukum; Pencegahan pada Lembaga Lainnya; Penindakan; Harmonisasi Peraturan Perundang- undangan; Penyelamatan Aset Hasil Korupsi; Kerjasama Internasional; dan Pelaporan.

        Dengan kasus-kasus korupsi tersebut, kita harus menanamkan sifat antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari dengan disiplin, selalu jujur dalam perkataan atau perbuatan, dan bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan apa pun. Tidak berbohong sampai kapan pun baik di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun sekolah. Sehingga kita dapat membangun generasi yang paham tentang pentingnya mencegah adanya tindak korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun