Suatu hari saya melayangkan satu pesan penting kepada seorang teman. Pesan ini tentu berisi info yang urgent dimana saya tidak memiliki yang lain selain dia untuk minta tolong.Â
Pesan yang saya kirimkan itu mendapatkan respon baik dan akan segera dilakukan. Pada saat itu saya sangat berharap bahwa saya akan mendapatkan pertolongan itu.Â
Namun, akhirnya apa yang terjadi? Lisan yang terucap hanyalah sebuah kepura-puraan untuk menyenangkan perasaan hati dan pikiran yang sedang mumet. Sampai saat ini tindakan itu tidak terlaksana.
Dilain waktu ketika saya harus menghadapi tuduhan orang tua atas peristiwa yang tidak dimengerti. Kesalahpahaman terjadi didalamnya dan menimbulkan amarah.Â
Di kalangan banyak orang saat ini tidak mampu untuk mendengar dengan baik.Maunya hanya ingin didengar, direspon dan di dukung. Pada saat itu memang saya hanya diam mendengar celotehan yang tidak berguna sama sekali.
Berdasarkan kedua pengalaman diatas saya diajak untuk berefleksi bahwa marah merupakan bagian dari emosi manusia. Selain dari marah ada juga rasa sedih,takut, gembira dan kecewa.. Amarah yang tidak terkendalikan seringkali berdampak buruk dan saya harus mengalami banyak kerugian.Â
Dalam permenungan saya, amarah tidak selalu dibalas dengan amarah karena itu hanya menguras energi positif dari dalam diriku serta menimbulkan penyakit yang lain. Saya tidak menginginkan hal itu sama sekali.
Maka, seiring berjalannya waktu saya mencoba untuk meredam amarah dan berdamai dengan tiap situasi yang saya alami. Inilah yang sebut dengan istilah marah yang elegan. Maka, ketika saya marah saya mengambil langkah ini sebagai langkah yang bijaksana menurut saya:
1. Diam sejenak
ketika saya sedang marah,maka saya akan menarik diri, menarik nafas dan pergi menyendiri ketempat yang paling aman menurut saya. Diam sejenak akan menyelamatkan saya dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti menyakiti orang lain dengan kata-kata, bahkan menyakiti orang lain dengan tindakan. Tapi dengan diam saya akan bisa menerima situasi yang saya alami dan dalam ketenangan saya mampu mencari solusi atas masalah yang sedang terjadi.
2. Marah dengan tidak mengumpat
Ketika saya marah saya harus tetap waspada khususnya dalam lisan. Menjaga lisan itu sangat penting dalam situasi apapun. Orang bijak pernah berkata bahwa lidah yang tak bertulang lebih tajam daripada pisau.Â
Kalau luka  terkena pisau masih bisa disembuhkan, tetapi luka karena lisan menjadi penyakit seumur hidup. Maka jangan sampai dalam situasi marah kita mengumpat orang lain yang membuat mereka tertekan,luka batin dan tidak nyaman setiap kali bertemu dengan kita
3. Berdoalah
Setiap kali marah , jangan lupa untuk berdoa. Mohon petunjuk Tuhan agar Ia membantu atau menolong kita untuk meluapkan amarah tanpa menyakiti orang lain.Â
Terkadang saya merasa bahwa ketika saya  marah, sayalah yang paling benar, sayalah yang paling tinggi. Maka dari itu saya belajar bahwa perasaan saya itu tidak benar. Untuk menghindari hal ini, yang saya lakukan ketika marah ialah diam dan pergi bahkan mungkin lost contack dan menjadi slow rest. Pelan-pelan saja...
4. Mengambil posisi paling rendah
Sampai pada fase ini memang tidak mudah. Karena mengalah itu sulit, minta maaf itu rasanya sulit karena terkait dengan harga diri. Namun, ini bukan soal harga diri dan harus menang.Â
Untuk saya secara pribadi adalah suatu langkah yang bijak ketika saya marah saya memposisikan diri sebagai korban. Betapa sakitnya, betapa pilunya harus menanggung kata-kata dan sikap yang berlagak sebagai petinggi.Â
Oleh karena itu, ketika saya marah dengan memposisikan diri sebagai korban saya mampu memahami dan memaklumi dan mengerti persaan orang lain ketika saya marah.Â
Reaksi dari amarah itu banyak, namun saya merasa rugi ketika harus mendiamkan orang lain, menjaga jarak dengan orang lain. Daripada saya menghabiskan waktu untuk menyiksa diri dan orang lain lebih baik saya katakan ,ya saya maafkan, semoga tidak terulang lagi. Hargai saya maka saya akan menghargai anda.Â
5. Pergi ketempat yang tenang
Amarah tentu tidak akan selesai begitu saja tanpa ada solusi. Biasanya ,ketika saya marah saya akan mencari waktu untuk menenangkan hati dan pikiran. Saya akan mencari kesibukan lain untuk meluapkan amarah itu , entah itu menulis diary ataupun menggambar dan membaca.
6. Fokus  pada solusinya bukan masalahnya
Ketika saya fokus pada masalah yang terjadi ,maka saya akan terus menyalahkan keadaan, menyalahkan orang lain, mencaritahu penyebab terjadinya dan ini sama sekali hanyalah membuang waktu dan  energi. Sementara ketika saya fokus pada solusinya maka saya akan menganalisanya untuk mendapatkan solusi terbaik atas masalah tersebut.
Jadi, marah yang elegan itu adalah ketika saya mampu untuk mengendalikan amarah saya. Amarah harus disalurkan dengan baik karena kalau tidak bisa berbahaya terhadap sekitar dan terhadap diri sendiri. Setiap orang punya peluang untuk marah, hal itu wajar. Namun, ketika kita marah tapi dengan cara yang salah itu yang tidak wajar. Jadi kontrollah marahmu agar apa yang kita lakukan juga baik adanya. Boleh marah tapi dengan elegan. Boleh marah tapi  harus tepat sasaran, tepat waktu.
Salam Literasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H